Cincin Bermata Tiga Bagian 18

Table of Contents

Entah siapa yang mengerahkan Lia hingga gadis berkerudung biru tua ini berdiri melangkah mendekati Sifa. "Sifa, ikut Kak Lia yuk," ajaknya tegas. Meski ucapan Lia lembut, namun tekanan intonasi suaranya sangat berwibawa. Sifa menatap sejenak kakak sepupunya, tetapi hanya beberapa detik saja karena Lia menatapnya penuh perintah.

 

Lia mengambil lengan Sifa lantas mengandengnya melangkah menuju kamar mandi, semua mata memperhatikan gerak-gerik Lia penuh pertanyaan. "Sekarang Kak Lia minta Sifa mandi junub ya," perintah Lia ketika keduanya sudah di dalam kamar mandi. Sifa menatap Lia tak mengerti. "Maksud Kak Lia, Sifa mandi bersih seperti waktu Sifa selesai haid," terang Lia yang berdiri membelakangi pintu. "Sifa ngerti kan maksud Kak Lia?" tanya Lia memastikan apakah Sifa paham apa yang dia maksud. Sifa mengangguk.

 

"Kak Lia tunggu di luar ya, jangan lupa wudhu dulu terus Sifa minta sama Allah untuk membersihkan diri Sifa dari semua pengaruh yang ngejahatin Sifa," lanjut Lia lebih menegaskan apa yang mesti Sifa lakukan. Sifa mengangguk. "Tante Lia minta baju salin untuk Sifa, kalau bisa yang berwarna putih ya," ucap Lia yang berdiri di ambang pintu kamar mandi kepada Arya yang masih duduk di tepi ranjang. Lia sengaja tak menutup rapat pintu kamar mandi karena dia ingin memastikan apakah Sifa melakukan perintahnya.

 

Arya tanpa berkomentar segera menyiapkan apa yang Lia minta. "Umi, Lia minta air bunga mawarnya sama minyak...??" Lia berpikir sejenak. "Minyak apa ya Umi? Yang kemarin Ustad Abas pakai waktu ngerukiyah Sifa," Lia mencoba menjelaskan apa yang dimaksudnya. "Oh, minyak misik," jawab Umi Yani yang mengetahui apa yang Lia maksud. "Iya Umi, itu," angguk Lia tersenyum lantas menoleh ke Mala yang masih duduk di lantai. "La, loe segera bilang sama Abi dan Ustad, kita harus segera merukiyah Sifa," Lia memberikan perintah yang segera dilaksanakan Mala.

 

Mala yang telah berada di antara Abi Tarno, Ustad Abas, Pak Setiawan segera mengutarakan apa yang sedang terjadi, termasuk menyampaikan permintaan Lia agar secepatnya bisa merukiyah Sifa. "Tapi teman Abas belum datang, Bi," keluh Ustad Abas menoleh ke kakak iparnya. "Yang ada dulu aja Bas, teman kamu kan bisa nyusul," jawab Abi Tarno sambil berdiri bersiap melangkah masuk. "Nanti saya minta Bi Sri nunggu di sini aja pak, trus kalau teman Pak Ustad sudah datang biar langsung bergabung di dalam saja," Pak Setiawan memberikan masukan. "Baiklah," singkat Ustad Abas menjawab, lantas keempat orang itu melangkah ke kamar Sifa.

 

Sepuluh menit kemudian, seluruh keluarga telah duduk melingkar ingin segera merukiyah Sifa. Sifa duduk di antara Lia dan Arya, wajahnya sedikit pucat tetapi dia terlihat bersemangat mengikuti kegiatan ini. Abi Tarno segera memulai membacakan ayat-ayat suci Al-Qur'an dan yang lainnya mengikuti. Ketika surat Yasin sedang dibacakan, tiba-tiba Sifa bangkit berdiri bertolak pingang sambil melotot. Refleks Lia ikut berdiri dan memegang bahu Sifa, tetapi dengan santai Sifa menepisnya. Terlihat Sifa ringan menepis tangan Lia hanya dengan mengeser, mengelak bahunya. Namun, entah kekuatan apa yang ada pada diri Sifa hingga membuat Lia terjungkal ke depan. Beruntung Mala yang telah ikutan berdiri di samping Lia segera menangkap tubuh sahabatnya, namun Mala tak kuasa menahan tubuh Lia yang akhirnya keduanya jatuh telungkup.

 

Abi Tarno dan Umi Yani segera menolong Lia dan Mala, sementara Ustad Abas yang meneruskan membaca surat Yasin. "Pergi kalian semua," hardik Sifa penuh amarah, air mukanya merah dengan sorot mata menakutkan. Arya dan Bu Ratmi berusaha memegang tubuh Sifa, tetapi Abi Tarno lebih dulu melarangnya dengan mengangkat tangan. "PEERGIII...," teriak Sifa setinggi langit sambil menjejakan kakinya berulang kali. Kekuatan yang memang bukan berasal dari diri Sifa jelas terlihat karena jejakan kakinya membuat tanah sedikit bergetar, panik itu yang terasa di ruang ini. "Tenangkan hati kalian, terus istigfar," suara seorang laki-laki yang muncul di ambang pintu kamar bersama Bi Sri, Ustad Abas menoleh tersenyum. "Alhamdulillah," ucapnya lantas berdiri mendekati laki-laki itu. "Assalamualaikum, Pak Haji," salam Ustad Abas mengulurkan tangan. "Waalaikumsalam," jawab laki-laki itu menerima uluran tangan Ustad Abas hingga mereka saling berjabat tangan. "Kita harus segera bertindak, Bas," ucap teman Ustad Abas yang bernama Hanif. Ustad Abas mengangguk. "Silahkan yang lain keluar, kita biarkan dulu anak ini sendiri daripada ada korban lagi seperti kemarin," perintah Pak Haji Hanif menatap Sifa yang masih berdiri bertolak pingang menatap kosong ke depan. "Pergi semua, keluar," Sifa berteriak lagi dengan tangannya kini menepis ke kanan kiri.

 

Lia dan Mala yang dibantu Umi Yani segera keluar kamar begitu juga Arya dan Bu Ratmi, langkah mereka lunglai sementara Arya sesekali terlihat menyeka matanya yang basah. "Siapa kamu?" tanya Pak Haji Hanif yang telah berdiri berhadapan dengan Sifa sementara Ustad Abas, Abi Tarno serta Pak Setiawan dan dua orang rekan Pak Haji hanya berdiri di belakang. Sifa tersenyum kecut mencibir dan meludahi Pak Haji, beruntung jarak mereka sedikit jauh jadi air liur itu tak menyiprat ke Pak Haji. "Siapa kamu?" sekali lagi Pak Haji berkata memelototi Sifa, Sifa membalas dengan mengibaskan tangan, berbalik badan dan menjatuhkan dirinya ke atas ranjang sambil tertawa. "Siapa kamu?" Pak Haji bertanya dengan intonasi lebih tegas lagi, Sifa lebih terbahak bahkan tubuhnya bergetar karena dia tertawa cukup keras.

 

Pak Haji Hanif menarik napas menggeleng. "Gimana Pak Haji?" tanya Ustad Abas menghampiri Pak Haji dan berdiri di sampingnya memperhatikan Sifa yang terus saja tertawa.

 

" Sifa kenapa ma?" tanya Anto yang terbangun mendengar suara ketawa Sifa, Arya melirik suaminya yang sedari pulang tidur karena keletihan. "Kumat lagi, mulai ada serangan berikutnya," ucap Arya menjatuhkan punggungnya ke sandaran sofa. "Kemarin aku lihat Ririn memakai baju yang berlumuran darah sedang mentertawai ku namun di sekitarnya banyak tumpukan tulang belulang," Arya menceritakan apa yang dilihatnya ketika dia mengalami mati suri, semua kepala menoleh lantas menatapnya. "Trus?" tanya Bu Ratmi penasaran. "Enggak ada, hanya itu saja mba," jawab Arya mendesah. "Berarti ini ulah Bulik Ririn kan," celetuk Mala. "Lah iya lah, siapa lagi biangnya kalau bukan dia," sewot Lia menimpali. "Kita harus gimana ya li?" Mala menatap Lia yang menjawab dengan cibiran.

 

Selagi mereka berpikir, tiba-tiba Alif berlari memasuki kamar Sifa. "Alif mau ngapain?" tanya Bu Ratmi yang segera berdiri berusaha menahan putra bungsunya. Alif menoleh. "Alif mau ambil mobilan di kamar Kak Sifa," jawabnya ringan tanpa menoleh masuk ke kamar yang memang pintunya terbuka. "Alif," Pak Setiawan kaget ketika melihat Alif berlari kecil menuju ke meja belajar Sifa. Pak Setiawan mendekatinya. "Alif mau apa?" tanya Pak Setiawan yang telah berdiri di samping Alif, Alif tak memperdulikannya dia celingukan mencari keberadaan mobilan yang dicarinya. "Alif cari apa, biar papa bantu," bujuk Pak Setiawan. "Alif cari mobilan Alif yang warna kuning itu," jawabnya sambil terus mencari keberadaan mobilanya, tak didapat di atas meja. Anak berusia lima tahun ini segera duduk, matanya berkeliling mencari apa yang diinginkannya, penasaran dia tertarik ingin masuk ke kolong meja, namun tiba-tiba matanya melihat sesuatu dan cekatan dia mengambilnya. "Pa, ini apa," Alif menyerahkan sesuatu ke tangan Pak Setiawan. "Ini kan bawang putih tunggal," ucap Pak Setiawan mengamati benda yang diterimanya. "Apa ini buhulnya, Pak?" tanya Pak Setiawan berbalik badan ke arah Pak Haji dan memperlihatkan bawang putih tunggal itu.

 

Bersambung………


Rina Indrawati
Rina Indrawati Rina Indrawati, seorang ibu rumah tangga yang menjadikan menulis sebagai terapi jiwa. Ada kebahagiaan tak terhingga yang dirasakannya setiap kali berhasil merangkai kata menjadi sebuah tulisan. Kebahagiaan itu pula yang mengantarkannya melahirkan dua buku solo: Rajutan Awan (2021) dan novel fiksi Rana Jelita (2024). Pengalamannya juga diperkaya dengan keikutsertaan dalam berbagai event antologi. Saat ini, Rina sedang fokus mengembangkan tulisannya di situs literasi rajutanaksara.com. Ingin mengenal Rina lebih dekat? Jangan ragu untuk menghubunginya: Ponsel: 08118411692 Instagram: rinaindrawati16 TikTok: rinaindrawati6

1 komentar

Yuk komennya, boleh banget kalau mau request atau yang lainnya. kami harapkan Masukan berupa kritikan dari kalian dengan bahasa yang membangun
Comment Author Avatar
Selasa, 12 November 2024 pukul 10.49.00 WIB Delete
Jadi penasaranlanjutan ceritanya.