Cincin Bermata Tiga Bagian 19
Ririn dan Taufik telah memasuki hutan kecil sebagai jalan
utama menuju rumah Ki Sastro. Di kanan dan kiri mereka, tumbuh pohon jati besar
dengan ranting yang memayungi jalan selebar empat meter. Sinar mentari pun
seolah redup terserap oleh dahan ranting pohon, sementara kerikil menjadi alas
seluruh permukaan tanah. Mendadak, Taufik menginjak rem hingga membuat Ririn
terkejut.
"Kenapa berhenti, Mas?" tanya Ririn bingung ketika
Taufik memberhentikan laju kendaraannya. Dia tadi sempat tertidur sejenak
karena kepalanya berdenyut. Taufik menarik nafas menghempasnya perlahan.
"Kamu lihat keadaan di depan?" bola matanya
mengarah ke depan memberikan penjelasan dari apa yang dilihatnya. Ririn
mengernyitkan dahi.
"Astaga," pekiknya pelan menutup mulut dengan
sebelah telapak tangannya. Di depan mereka berterbangan serangga hitam dengan
sorot mata yang menyala. Serangga itu seperti lebah dengan ekor panjang
berwarna merah darah yang akan menyerang mobil Taufik.
"Itu apa, Mas?" gemetar Ririn bertanya, tatapannya
tak berkedip melihat puluhan serangga berbaris rapi seperti prajurit yang
sedang menjaga pintu gerbang.
"Aku juga enggak tahu," jawab Taufik. "Terus
kita gimana, Mas?" kembali Ririn bertanya menoleh ke suaminya. Taufik
menggeleng.
Selagi mereka terdiam berpikir apa yang harus dilakukan,
tiba-tiba, WUSH, bayangan hitam melesat melintas mengitari mobil Taufik. Ririn
menahan napas mengigit bibir.
"Aku takut, Mas," ucap Ririn ketakutan, mukanya
pucat keringat dinginnya mulai dirasakan. Taufik hanya diam tertegun. Bayangan
hitam itu terus mengelilingi mobil Taufik, bayangan itu seperti kelelawar tapi
dia bermata bulat menyala merah dengan mulut yang mengeluarkan taring, terlihat
sangat menakutkan.
"Itu apa sih, Mas, seperti kelelawar tapi kenapa
bertaring?" komentar Ririn mengernyitkan dahi sambil mengigit bibir
bawahnya.
"Matanya serem banget, Mas," lanjut Ririn menutup
mata dan menurunkan duduknya. Dia berusaha bersembunyi, Taufik hanya berdesah.
"Kita pasrah, Rin, sama kematian kita sendiri,"
Taufik akhirnya mengutarakan kekhawatirannya, refleks Ririn menoleh
memelototinya.
Tiba-tiba dari belakang mobil terdengar ribuan langkah yang
mendekat, Ririn dan Taufik membalikkan setengah badan mereka menoleh ke
belakang, tetapi tak ada apapun yang mereka lihat.
"Langkah siapa, Mas, kok enggak terlihat?" tanya
Ririn lebih memfokuskan penglihatannya di sekitar belakang. Taufik hanya
mendesah.
Selagi mereka mengamati jejak langkah ribuan kaki yang terus
mendekat, lagi-lagi dari arah depan bayangan hitam itu berkelebat dan PRANG...
Sayap bayangan itu menghantam kaca depan mobil hingga pecah
sebagian tepi sebelah kanan, Ririn menjerit ketakutan, dia mulai terisak dengan
meremas tangannya sendiri. Bau anyir pun menyelimuti udara sekitar, sementara
pasukan serangga itu mulai bergerak mendekat, ditambah jejak langkah dari
belakang juga terasa sudah hampir mendekat, posisi mereka terkurung dari arah
depan dan belakang.
Ditengah ketakutan itu, Taufik sempat mengambil ponselnya dan
melakukan sesuatu. Ririn yang melihatnya langsung bertanya.
"Kamu ngapain, Mas?" Ririn melirik memperhatikan
jemari Taufik yang berselancar di layar ponselnya.
"Aku mengirim pesan ke Mbak Ratmi meminta bantuan,"
ucap Taufik setelah selesai dengan ponselnya, Ririn memelototinya.
"Apa maksud kamu, Mas?" Ririn menatapnya tak suka,
sebelum Taufik memberikan penjelasan tiba-tiba...
WUSSHH, sebuah bayangan hitam kembali melintas, tapi kini tak
hanya ada satu melainkan tiga buah bayangan yang menyerupai seekor kelelawar
itu terbang mengitari mobil.
"Maass..." pekik Ririn menahan takutnya, Taufik
menelan ludah mengepalkan tinju di samping pahanya.
"Maas... gimana nih?" Ririn memegang bahu suaminya
meminta reaksinya apa yang harus mereka lakukan.
"Tenang, Rin," pelan Taufik bersuara. "Gimana
mesti tenang sih, Mas?" sentak Ririn memelototinya.
"Lakukan sesuatu, Mas," pinta Ririn menggoyangkan
bahu Taufik. "Aku sendiri juga bingung, Rin, kita ikutin aja permainan
ini, makanya kamu tenang dulu biar kita bisa melawan situasi ini," Taufik
menoleh menatap Ririn lembut, Ririn kembali menatap ke depan.
WUUSH WUUSH WUUSH, suara bayangan hitam itu terus
berterbangan mengitari mobil sementara ribuan jejak langkah kian mendekat,
tetapi tanpa wujud nyata, dan serangga hitam bermata buas itu kini telah tepat
berada di depan kaca mobil. Dari pecahan kaca yang berlubang, aroma anyir kian
menusuk hidung, Ririn buru-buru memasang maskernya yang telah dia olesi minyak
kayu putih.
"Uweee... bau banget, Mas," Ririn menahan mualnya.
"Dilawan, Rin, bersiap, sepertinya petaka itu akan datang," jawab
Taufik yang berusaha setenang mungkin meski debaran jantungnya semakin
bergemuruh. Pasangan suami istri ini hanya bisa diam menyaksikan apa yang
dilihatnya dari pemandangan yang mereka alami sambil menunggu kejadian apa lagi
berikutnya.
Tak lama kemudian, tiba-tiba siulan nyaring terdengar disusul
siulan lainnya.
"Ada apa lagi, Mas?" tanya Ririn yang wajahnya
semakin memucat, Taufik menggeleng. Siulan itu semakin nyaring dan seperti
irama tertentu siulan itu saling bersahutan, dan tiba-tiba Ki Sastro sudah
berada di depan mobil.
"Turun kalian!" perintahnya tegas, raut muka Ki
Sastro sangat bengis penuh amarah, tangannya memegang sebatang tongkat kayu
yang terus menerus digoyangkan sehingga aroma anyir dari kibasan tongkat itu
kian menambah suasana semakin menakutkan. Ririn dan Taufik yang masih terkejut
dengan kehadiran Ki Sastro masih diam dalam mobil.
"Turun sekarang, atau kalian akan mampus di dalam mobil
itu," bentak Ki Sastro kasar, Taufik menekan tombol otomatis lalu membuka
pintu melangkah keluar diikuti Ririn, keduanya berjalan mendekat ke Ki Sastro.
"Bagus," ucap Ki Sastro sedikit menurunkan intonasi
suaranya, Ririn gemetaran menggandeng lengan suaminya.
"Mana tumbal kalian?" pinta Ki Sastro menunjuk
pasangan ini dengan tongkatnya satu persatu.
"Tumbal apa, Ki?" terbata Ririn menjawab, dia hanya
menundukkan kepala tak berani menatap ke depan ataupun sekitarnya.
"Tumbal apa? Jangan lupa sama janji kalian," Ki
Sastro menghentakkan kaki memukul tongkatnya ke udara kosong, bersamaan dengan
itu ribuan serangga menyeramkan itu datang mendekat.
"Maaf, Ki, terakhir kami kemari kan Ki Sastro hanya
memerintahkan kami menculik salah satu anak Mas Setiawan," Taufik mencoba
membela diri.
"BAANGSAAT..." hardik Ki Sastro. "Kalian harus
tahu bahwa junjunganku batal menikmati tumbal kalian karena serangan balik
telah menghancurkan air saktiku," semprot Ki Sastro meludah. "Makanya
sekarang kalian adalah pengganti tumbal itu," lanjut Ki Sastro
berkomat-kamit.
"Tapi Ki..." Ririn menyela, Ki Sastro memelototinya
yang membuat Ririn semakin menyengkram lengan Taufik semakin kuat.
"APA," bentak Ki Sastro, Ririn tak mampu menjawab,
keringat dinginnya semakin mengaliri seluruh tubuhnya bahkan terlihat tangannya
gemetaran ditambah kakinya juga terlihat gemetaran hingga dia berdiri sedikit
terhuyung. Beruntung Taufik merangkulnya erat.
"Sontoloyo... cepat kalian serahkan diri kalian atau
kami akan bertindak kasar," ucap Ki Sastro dengan mengayunkan tongkatnya
dan mengarahkan ke Ririn dan Taufik. Bayangan hitam yang menyerupai kelelawar
tepat berada di atas kepala Ririn dan Taufik, sedangkan barisan serangga telah
mengitari mereka bersiap menyerang keduanya, hawa hiruk pikuk juga terdengar
dari belakang mereka yang seolah banyak pasukan yang tak nampak tengah bersiap
di belakang, Taufik dan Ririn benar-benar terkepung.
"Cepat kalian bersiap untuk menjadi pesugihan, ratu kami
telah menanti kalian," Ki Sastro melangkah mendekati mereka. Tinggal dua
langkah lagi Ki Sastro langsung memasang tongkatnya ke atas dan melemparkannya,
tetapi bersamaan dengan itu terdengar suara seseorang berseru.
"Tahan."
Ki Sastro langsung menurunkan tangannya dan meletakkan
tongkatnya di depan perutnya lantas kedua belah telapak tangannya disatukan
seakan dia sedang menyembah pada sesuatu.
"Ikat salah satu dari mereka," terdengar lagi suara
yang sama, suara itu adalah suara seorang perempuan, tetapi tak nampak
wujudnya.
"Baik, ratu, tapi yang mana yang ratu pilih?" jawab
Ki Sastro dalam intonasi lebih lembut, wanita itu tertawa terbahak membuat
suasana di sekitar menjadi lebih mencekam karena suara tawa itu sangat mirip
dengan suara kuntilanak yang sedang tertawa. Bulu kuduk Ririn lebih pekat
merinding sementara Taufik sudah merasakan keringat dingin mengucur.
"Terserah kamu saja, yang penting jangan binasakan
mereka secepatnya," suara itu terdengar lagi sambil terus tertawa.
Setelahnya angin berdesir dengan aroma anyir kian pekat dan ribuan langkah itu
juga lenyap tak terdengar.
Ki Sastro terkekeh sambil kembali menggoyangkan tongkat
kayunya.
"Beruntung salah satu kalian silahkan pergi, tapi ingat
kalian harus mengantikan tumbal berikutnya kalau tidak nyawa wanita ini akan
lenyap seperti itu," Ki Sastro memukulkan tongkatnya pada sebuah bayangan
hitam yang mirip kelelawar itu dan PRAK, bayangan hitam itu jatuh tergeletak
dengan darah hitam yang membanjirinya disertai lendir putih yang sangat
menjijikan. Reflek Ririn tak tahan menahan mualnya, dia muntah sejadi-jadinya,
Taufik memijat-mijat tengkuk Ririn yang terus saja muntah hingga dia lunglai
nyaris pingsan dalam rangkulan Taufik.
"Cepat tinggalkan tempat ini," bentak Ki Sastro
memelototi Taufik yang masih merangkul istrinya.
"Tapi Ki..." sela Taufik dan dibalas Ki Sastro
dengan mengacungkan tongkatnya.
"Saya tak mau meninggalkan istri saya," Taufik
mencoba mengutarakan pendapatnya.
"Bocah edan," sentak Ki Sastro dengan menghentakan
kakinya, bersamaan dengan itu tanah di sekitar Taufik dan Ririn bergetar
membuat keseimbangan tubuh Taufik yang merangkul Ririn rapuh dan membuat mereka
jatuh terduduk.
"Lekas pergi, tinggalkan wanita pendendam itu,"
bentak Ki Sastro yang memutari tongkatnya ke atas dan sekejap sebuah bayangan
hitam datang dan menjerat Ririn, bayangan itu seperti laba-laba raksasa dengan
jaring hitam berlumur darah, tangan Taufik di hempaskan dengan jaring lain
sehingga tubuh Ririn telah terperangkap dalam jaring hitam itu.
"Bawa pergi
wanita itu," perintah Ki Sastro dengan mengibaskan tongkatnya, seketika
suasana berubah drastis menjadi alam seperti hutan lebat yang tak menghadirkan
sebuah kejadian mistis.
Bersambung………
Posting Komentar