Setitik Nila di Minggu Pagi

Daftar Isi

Kumpul dengan saudara itu menyenangkan, apakah menurutmu demikian? Bagiku, ya. Di sana akan ada kisah yang tak terlupakan, seperti yang kualami di minggu pagi ini.

Namaku Fany Rahmawati, sapa saja Fany. Aku seorang disabilitas netra yang memiliki seorang putri berusia 14 tahun. Putriku juga seorang tunagrahita dan emosinya kerap kali meledak saat sedang tantrum.

Kisah ini berawal ketika aku bertelepon dengan sepupuku, Tika, yang memiliki tiga orang anak. Putra pertamanya, Septian, berusia 8 tahun, lalu Jihan usia 4 tahun, dan Malik yang masih berusia 2 tahun. Saat itu, Tika bercerita bahwa dia sedang ada masalah dengan suaminya. Karena terbawa emosi, aku mengajaknya menginap. Dia menyetujuinya asalkan aku mau menjemputnya. Alhasil, di Sabtu pagi, dengan diantar suami, aku pergi menjemput Tika, tentu saja putri semata wayangku ikut serta.

Setelah menunggu Septian pulang sekolah, barulah kami berangkat dari rumah Tika dengan mobil daring. Niatku ingin menyenangkan anak-anak Tika, makanya aku mengajak mereka bermain di sebuah pusat perbelanjaan.

Sekitar pukul setengah lima, barulah kami pulang ke rumahku. Arus lalu lintas padat, maka baru jam tujuh kami sampai di rumah.

Anak-anak bermain dengan mainan yang anakku miliki. Febi, nama putriku, mengeluarkan mainannya yang membuat anak-anak Tika bersuka ria, sampai-sampai untuk tidur malam itu sangat susah sekali membujuk keempat anak.

Febi sebenarnya terbiasa tidur dengan lampu yang padam, sedangkan ketiga anak Tika terbiasa tidur terang. Walhasil, aku berusaha membujuk Febi. Beruntung rasa kantuk membuat Febi yang nyaris rewel itu akhirnya terlelap. Tapi aku sedikit resah karena Febi sedikit mengalami kejang. Oh ya, Febi, anakku itu, punya penyakit epilepsi dan kalau terlalu capek dia suka kejang. Sekali lagi beruntung malam itu Febi hanya mengalami sedikit kejang yang sangat kecil lalu dia pulas tertidur.

Waktu sahur pun tiba. Aku yang sudah bangun lebih dulu segera menyiapkan makanan. Menu kali ini aku membuat sop daging serta oseng cumi-cumi. Tika baru terbangun ketika aku telah selesai memasak.

“Wah, bunda udah rapi nih,” katanya mendekatiku ke dapur. Aku tersenyum.

“Alhamdulillah.”

“Emang bangun jam berapa, Mbak?” tanyanya.

“Tadi jam dua, karena Mbak telah biasa bangun jam segitu,” jawabku tanpa meninggalkan pekerjaanku yang belum tuntas. Tika pun meminta izin salat dulu.

“Salat dulu ah, Mbak.” Aku mengangguk.

Selepas Tika salat, kini bergantian aku yang salat lalu Tika membangunkan Septian, anak sulungnya dan aku juga ikut membangunkan Febi.

Seperti biasa, Febi yang manja sedikit rewel tatkala dibangunkan.

“Ayo Kak, sahur,” rayuku diikuti ucapan lainnya dan akhirnya Febi pun bangun. Mulailah kami makan sahur. Di kala itu anak Tika yang kedua bangun.

“Eh, cantik mama ikutan bangun juga,” tegur lembut Tika pada Jihan yang langsung melangkah ke tumpukan mainan yang tergeletak di sudut ruangan.

“Dia enggak bisa tidur kali,” tanyaku.

“Ah, enggak, emang biasa dia bangun kalau kita lagi pada sahur,” jawab Tika dan obrolan santai pun mengisi makan sahur kami hingga sebelum imsak kami sekeluarga telah selesai makan.

Oh ya, Febi mempunyai mainan boneka kaktus yang dapat mengucap kata yang sama sambil kaktus itu bergoyang dan anak Tika yang bungsu sangat takut.

Karena suasananya yang sedikit berisik, bangunlah Malik. Dia mencari mamanya. Tika yang sedang di kamar mandi segera keluar karena Malik nangis keras. Menurutku ini juga yang memicu Febi sedikit mengalami ketidaknyamanan, ditambah Septian, anak Tika nomor satu ini juga suaranya sedikit cempreng dan mengoceh terus menceritakan banyak hal. Febi yang terbiasa di rumah sepi hanya ada aku dan suami mulai merasakan ketidaknyamanan, terlebih lagi rutinitas biasanya setelah salat subuh dia tidur lagi.

Aku pun membujuk ketiga anak Tika untuk masuk kamar dan mulai tidur. Septian yang merasa tidak mengantuk agak rewel, dia memegang boneka kaktus itu, Febi memintanya tapi Septian kekeh tak mau memberi. Dengan penjelasan serta rayuan akhirnya mereka tak ribut.

Aku yang belum salat subuh segera salat ketika Septian dan Febi main bareng lagi, Tika pun salat meninggalkan Malik yang juga ikut bermain.

Selesai salat barulah aku dan Tika kembali ke kamar merayu anak-anak untuk tidur, tapi tak satupun mereka mau tidur. Aku tahu mengapa ketiga anak Tika tak bisa tidur, kemungkinan terobsesi dengan mainan, mereka ingin bermain. Walhasilnya kesemua tak tidur. Febi pun meminta izin padaku untuk bermain ponsel, aku mengizinkannya.

Tika mulai memandikan anaknya, terlebih dulu Jihan, tapi aku yang meminta memandikannya, aku juga yang memakikan Jihan baju lalu berlanjut ke Malik. Septian yang asyik menonton televisi tiba-tiba mendekati Febi untuk mengambil boneka kaktus, tapi karena Febi yang keasyikan fokus bermain ponsel sangat terkejut dan membuatnya marah, dengan sekonyong-konyong Febi memaki Septian dan memukul kepala Septian dengan boneka kaktus, sontak saja Septian nangis.

Karena kaget akupun mendekati Septian, membujuknya untuk diam dan sedikit mengomeli Febi.

Jadilah Febi tantrum sejadinya.

Tika yang sedang mandi dengan tergesa-gesa menyelesaikan mandinya, sedangkan aku terus meredakan Febi yang tantrumnya semakin menjadi.

Kemarahan Febi yang mengeluarkan kata-kata, “Ambil remot TV-nya” atau “Cabut Wi-Fi-nya” juga “Febi baru mau diam kalau Septian udah pulang” kemungkinan membuat Tika tersinggung. Dia cekatan berkemas dan segera meninggalkan rumahku tanpa pamit.

Aku yang sedang bersusah payah meredakan Febi tidak sempat menghampiri Tika, tapi jujur aku merasa kecewa dengan Tika yang pulang tanpa mengucapkan apapun. Aku tahu dia sangat tersinggung dengan perilaku Febi, tapi setidaknya menurutku kan bisa dia sambil berteriak pamit pulang.

Sungguh nila di minggu pagi ini membuat luka baru yang menyakitkan.

Sebenarnya Tika sudah meminta suaminya untuk menjemput, tapi karena dia sudah merasa tak nyaman dengan sikap Febi, jadi dia menunggu suaminya di jalan.

Ketika Febi selesai tantrum, berjeda sekitar 15 menit barulah Rusdi, suami Tika datang ke rumahku. Betapa terkejutnya aku mengetahui Tika serta ketiga anaknya belum bersama Rusdi padahal Tika sudah meninggalkan rumahku cukup lama.

Ya, nila ini benar-benar merusak susu sebelanga. Febi yang tantrum sejadinya di pagi itu telah membuat Tika terluka dan hatiku pun teriris, simalakama ini jadinya. Di satu sisi aku mencoba meredakan emosi Febi anakku dan di lain sisi akupun ingin menahan Tika. Tapi terlambat, pilihan itu hanya ada di satu sisi, aku lebih memilih anakku dan membiarkan Tika sepupuku pulang berjalan kaki menunggu suaminya di tepi jalan bersama ketiga buah hatinya.

 


Rina Indrawati
Rina Indrawati Rina Indrawati, seorang ibu rumah tangga yang menjadikan menulis sebagai terapi jiwa. Ada kebahagiaan tak terhingga yang dirasakannya setiap kali berhasil merangkai kata menjadi sebuah tulisan. Kebahagiaan itu pula yang mengantarkannya melahirkan dua buku solo: Rajutan Awan (2021) dan novel fiksi Rana Jelita (2024). Pengalamannya juga diperkaya dengan keikutsertaan dalam berbagai event antologi. Saat ini, Rina sedang fokus mengembangkan tulisannya di situs literasi rajutanaksara.com. Ingin mengenal Rina lebih dekat? Jangan ragu untuk menghubunginya: Ponsel: 08118411692 Instagram: rinaindrawati16 TikTok: rinaindrawati6

Posting Komentar