Bukan sebuah keberuntungan

Table of Contents

Lorong di pertokoan ini sedikit sempit, hanya berjarak satu setengah meter antara kios di kiri dan kanan. Dengan tongkat yang kupakai sebagai alat bantu, aku sedikit kesulitan berjalan meski bergandengan tangan dengan suami. Pusat perbelanjaan ini sangat ramai. Meski demikian, aku dan suami tetap melangkah sedikit cepat karena kami meninggalkan putri kami sendirian di rumah.

Saat kami fokus melangkah, tiba-tiba suara seorang wanita menegur, “Pak, tunggu!”

Refleks, kami bersamaan menghentikan langkah. Kami membalikkan separuh badan, menatap ke arah seorang wanita berambut lurus sepundak yang melangkah mendekat. Setelah berada di dekatku, ia menggenggamkan selembar uang di tanganku.

“Ini buat Ibu,” ucapnya.

Aku tak mengerti, mengarahkan wajahku dan menatapnya. Wanita itu tersenyum, menepuk bahuku.

“Itu buat Ibu,” ucapnya lagi, lalu berbalik badan meninggalkan kami.

Setelah tersadar, kami pun melanjutkan langkah menuju tempat makan karena perutku memang lapar. Setelah kami duduk di kios soto, aku memperlihatkan uang tadi.

“Ini berapa, Yah?” tanyaku.

Sejenak suamiku tercengang menatapku. “Itu uang yang tadi, Bun?” tanyanya seakan tak percaya.

Aku mengangguk.

“Memang kenapa? Ini berapa sih?” tanyaku semakin penasaran.

“Seratus ribu,” jawabnya singkat, membuatku ikut terkejut.

“Subhanallah, beneran nih, Yah?” aku mencoba meyakinkan.

“Ya, masa Ayah bercanda sih, Bun?”

Dengan masih tak percaya, kami pun melanjutkan makan soto. Setelah selesai dan hendak membayar, sekali lagi kejutan itu hadir.

“Berapa, Bang?” tanyaku pada pelayan.

“Sudah dibayar, Bu,” jawab pelayan itu.

Kembali kami berdua terdiam, saling menatap.

“Beneran, Bang, sudah dibayar?” tanyaku, ingin lebih meyakinkan.

“Iya, tadi sama ibu-ibu yang duduk di belakang Ibu,” pelayan itu menjelaskan.

Masih dalam kebingungan, kami pun beranjak melangkah pergi.


Hai, Sobat!

Apa kabar? Insyaallah kalian semua sehat paripurna, ya. Semoga semua aktivitas yang telah dijalani berkah dan selalu bermanfaat. Dan yang pasti, semoga Allah selalu meridai kita. Aamiin.

“KEBERUNTUNGAN”

Apa iya itu yang didapat ketika kita menerima sesuatu yang tak terduga?

Ah, kalau menurut saya, itu bukan sebuah keberuntungan, tapi itu memang rezeki yang telah Allah tetapkan untuk kita. Kan Allah sendiri telah berjanji akan membukakan pintu rezeki dari arah yang tak pernah kita ketahui. Seperti firman Allah SWT dalam Al-Qur'an:

"…Dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya..." (QS. At-Talaq: 3)

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah Maha Kuasa memberikan rezeki kepada hamba-Nya melalui jalan yang kadang di luar perhitungan manusia. Jadi, sesuatu yang tak terduga seperti kejadian tadi memang adalah rezeki untuk kita, bukan sekadar keberuntungan.

Manusia hadir ke dunia ini bukan untuk berdagang, jadi bagi saya pribadi, konsep untung dan rugi itu tidak ada dalam kacamata hubungan dengan Allah. Yang ada adalah rezeki yang memang menjadi jatah kita. Bila itu sebuah kebaikan, maka itu berarti kasih sayang Allah sedang tercurah untuk kita.

Ingat, kenikmatan itu tak hanya yang menyenangkan saja. Ketika musibah hadir, itu adalah sebuah rezeki pula yang sepatutnya kita sikapi dengan benar. Bisa jadi, itu adalah ujian untuk mengangkat derajat kita atau penghapus dosa. Rasulullah SAW bersabda:

"Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seorang muslim, melainkan Allah akan menghapuskan dosanya karena musibah itu, bahkan duri yang menusuknya sekalipun." (HR. Bukhari)

Ini menunjukkan bahwa kesulitan atau musibah pun bisa menjadi bentuk kasih sayang Allah, sebuah 'rezeki' berupa kesempatan untuk introspeksi dan penghapusan dosa, yang patut kita hadapi dengan sabar dan istighfar.

Bila rezeki itu baik (berupa nikmat), maka segeralah bersyukur dan berbagilah dari apa yang telah didapat. Karena Allah berfirman:

"...Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (QS. Ibrahim: 7)

Syukur adalah kunci untuk membukakan pintu nikmat yang lebih besar lagi. Namun, bila rezeki itu datang berupa musibah, maka segeralah beristigfar, memohon ampunan semata hanya kepada Allah Ta'ala.

Sobat, satu hal yang menjadi catatan: ingatlah, semua apa yang telah kita perbuat pastilah ada balasannya. Bila kebaikan yang senantiasa kita lakukan, bersiaplah menerima kejutan kebaikan dari Allah. Seperti firman-Nya:

"Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya." (QS. Az-Zalzalah: 7)

Sebaliknya, bila terbiasa melakukan keburukan, maka jangan salahkan takdir yang menimpa, karena keburukan itulah yang bisa menenggelamkan diri pada kehancuran.

Nah, Sobat, yuk biasakan diri melakukan kebaikan mulai dari hal yang paling sederhana, hingga kebaikan itu menjadi sebuah kebiasaan.

Tetap semangat berikhtiar menjemput rezeki dengan kerja dan usaha yang halal.
Tetap yakin dan berpegang teguhlah pada ketakwaan semata hanya kepada Allah Ta'ala.
Semoga rahmat dan berkah Allah akan selalu menyelimuti diri kita dengan iman dan takwa, hingga Allah akan mempertemukan kita dengan Baginda Rasulullah SAW kelak di surga-Nya. Aamiin.

Mohon maaf lahir dan batin, dan terima kasih.
Salam silaturahmi dari kami, Tim Raksa.


Rina Indrawati
Rina Indrawati Rina Indrawati, seorang ibu rumah tangga yang menjadikan menulis sebagai terapi jiwa. Ada kebahagiaan tak terhingga yang dirasakannya setiap kali berhasil merangkai kata menjadi sebuah tulisan. Kebahagiaan itu pula yang mengantarkannya melahirkan dua buku solo: Rajutan Awan (2021) dan novel fiksi Rana Jelita (2024). Pengalamannya juga diperkaya dengan keikutsertaan dalam berbagai event antologi. Saat ini, Rina sedang fokus mengembangkan tulisannya di situs literasi rajutanaksara.com. Ingin mengenal Rina lebih dekat? Jangan ragu untuk menghubunginya: Ponsel: 08118411692 Instagram: rinaindrawati16 TikTok: rinaindrawati6

Posting Komentar