Pasukan Pengusir Hantu

Table of Contents

"Katanya malam Jumat itu keramat, ya? Terlebih lagi malam Jumat Kliwon. Apa itu hanya mitos, atau benar adanya?"

"Di, lo percaya enggak tentang kekeramatan malam Jumat Kliwon?" tanya Lilo pada Sardi, temannya yang sedang asyik di dunia maya. Sardi menggeleng.

"Ih, lo enggak percaya, Di?" sentak Lilo, memelototi laki-laki berambut gimbal di depannya. Sardi mendesah, meletakkan gawai di pangkuannya.

"Itu cuma mitos, lo," tegasnya meyakinkan. Lilo mencibir.

"Ah, kalau lo enggak percaya, yuk kita buktiin besok," ajak Sardi, membuat Lilo menegakkan tubuhnya.

"Serius, Di?" tanya Lilo. Sardi mengangguk.

"Besok hari Kamis, itu berarti malam Jumat. Dan kalau enggak salah, itu malam Jumat Kliwon," jelas Sardi.

"Lo tahu dari mana? Terus kita mau ngapain?" tanya Lilo, tak mengerti.

"Kakek gue itu suka menandai di kalender dengan membulatkan setiap hari Kamis yang masuk ke malam Jumat Kliwon," jawab Sardi, tersenyum kecil.

"Ngapain Kakek Amin ngelakuin itu, Di?" penasaran Lilo bertanya. Sardi mengangkat bahu sebagai jawaban tidak tahu.

"Nah, terus kita ke rumah angker itu aja, lo. Ajak Oki sama Fahri aja," lanjut Sardi. Lilo melotot.

"Lo yakin, Di? Kita mau ke sana? Tengah hari aja gue bergidik kalau lewat sana, eh lo malah ngajakin malam hari, malah malam Jumat Kliwon lagi!" protes Lilo, tak suka, sambil menaik-turunkan bahunya, tanda dia bergidik ngeri.

"Ya udah, kalau lo enggak mau juga enggak kenapa," Sardi kembali meraih gawainya lalu mulai berselancar di dunia maya. Penasaran, Lilo kembali bertanya serius.

"Emang lo pengen ngebuktiin apa sih, Di, memilih rumah angker itu?" Sardi mendesah, menjatuhkan punggungnya ke sandaran kursi.

"Jujur sih, lo, gue itu penasaran sama rumah itu. Katanya sering terdengar suara wanita menangis, sama ada yang pernah ngelihat pocong. Apa itu benar, ya?" Sardi menatap lurus ke depan. Jalanan tampak sepi, hanya terlihat rumah tetangga yang berhadapan dengan rumah Lilo.

"Terus?" Lilo bertanya, menatap Sardi penuh tanya.

"Lo denger enggak kasus rumah itu yang enggak pernah laku dijual? Alasannya sederhana, angker, jadinya si pembeli menolak duluan. Nah, gue penasaran, sebenarnya seserem apa sih rumah itu?" sambung Sardi.

"Tapi, Di..." Terlihat raut kebimbangan pada wajah Lilo. Sardi menatapnya, tersenyum.

"Kenapa lo? Lo takut, ya? Kan kita enggak sendiri. Gue juga rencananya mau ngajak Ustad Zacky." Bola mata Lilo membesar mendengar nama yang Sardi sebut, karena dia adalah ustad yang sering diminta untuk menangani soal gaib.

"Serius, lo?" Sardi mengangguk.

"Sebenarnya udah lama kami ngerencanain ini, lo, tapi kok ya belum kesampaian juga. Nah, kebetulan lo yang mulai, dah gas ngeng deh, besok kita eksekusi rumah itu," tegas Sardi, dan Lilo hanya menangguk-angguk.

Tepat jam sepuluh malam, kelima pria telah berkumpul di rumah Lilo. Mereka adalah Lilo, Sardi, Oki, Fahri, dan Ustad Zacky.

"Siap beroperasi nih, Di?" Oki menegaskan rencana mereka yang akan mengintai sebuah rumah tua di ujung jalan kompleks tempat tinggal mereka. Konon, rumah itu sudah lama tak berpenghuni, dan akhir-akhir ini banyak terdengar gunjingan tentang keangkeran rumah yang hanya berukuran 15x20 meter itu. Rumah tanpa pintu pagar, dan di sekitar rumah telah dipenuhi semak belukar, serta cat dinding rumah banyak yang terkelupas, juga flafon serta kisi-kisi jendela telah tertutup sarang laba-laba, sempurna kecekaman ketika melihat rumah tak terurus itu.

Namun, atas kesepakatan Sardi dan Ustad Zacky, di pagi harinya mereka terlebih dulu meminta izin Pak Bambang sebagai Pak RT, juga Pak Sanip yang menjadi komandan sekuriti kompleks. Dari hasil obrolan mereka, maka disepakati semua semak belukar itu harus dipangkas habis, dan rencananya baru hari Sabtu Pak Bambang akan meminta kesediaan warga untuk kerja bakti membersihkan rumah itu.

"Nunggu apa lagi, Di?" tanya Fahri tak sabaran. Pemuda berambut gondrong yang dikuncir itu sedari tadi mondar-mandir.

"Kita nunggu teman saya, Mas Fahri," Ustad Zacky yang menjawab. Fahri menoleh ke Ustad Zacky, menatapnya penuh tanya.

"Dia itu yang lebih paham soal ginian, Mas," dengan tersenyum ustad itu menjawab.

Belum sempat ada yang menimpali, muncullah motor yang masuk ke halaman rumah.

"Panjang umurnya dia," ucap Sardi melihat siapa yang datang. Pria berjaket hitam itu segera turun setelah memarkirkan motor, lalu melepas jaket dan helm, lalu melangkah ke arah rombongan.

"Assalamu'alaikum, maaf telat, ya," salamnya sambil menyalami semua orang di sana.

"Santai, Ustad," Sardi yang menjawab.

"Nah, kalau gitu yuk, gas ngeng, kita cabut!" timpal Fahri penuh semangat.

"Ah, lo, Ri, kaya mau dikawinin aja," canda Lilo dengan tawa kecil. Fahri pun menjawab dengan tertawa.

"Abis gue penasaran aja, lo, sama suara cewek itu."

"Emang lo pernah ngedengernya, Ri?" tanya Lilo. Fahri menangguk sambil memakai sepatunya.

"Udah tiga kali gue lewat di sana pas ronda, eh tuh tawa jelas banget gue denger."

"Terus lo ngapain?" Lilo penasaran bertanya.

"Tadinya mau gue samperin tuh rumah, tapi Pak Udin ngelarang. Mau masuk sendiri gue agak takut," jelas Fahri.

"Ah, bilang aja lo emang beneran takut," ledek Lilo yang dijawab kompak Sardi, Oki, dan Fahri.

"Emang lo berani, lo?" Lilo menggeleng, membuat semua temannya tertawa.

Lima menit berjalan kaki, mereka tiba di pertigaan jalan di mana tinggal belok ke kiri, dan di situlah letak rumah angker itu. Di pertigaan jalan sudah ada Pak Bambang serta Pak Sanip juga Pak Sopo yang menanti mereka.

"Wah, rame nih kita!" Lilo riang melihat pasukan baru yang akan mengeksekusi target mereka.

"Iya, lo, kita kroyokan nih kalau gini jadinya," timpal Oki.

"Ya, biarin aja, Ki, biar setannya pada takut sama kita," balas Lilo senang karena rombongannya bertambah banyak.

Setelah berbasa-basi sejenak, serta Pak Bambang mengutarakan bahwa dia sudah menelepon Pak Ilham, pemilik rumah itu, dan mengizinkan apa yang hendak Pak Bambang serta warganya lakukan.

"Pak Ilham itu sekarang di mana sih, Pak?" tanya Sardi yang melangkah bersisian dengan Pak Bambang.

"Di Malaysia. Kan cuma dia aja yang selamat dari kecelakaan maut keluarganya. Jadi, Pak Ilham memutuskan untuk menetap di Malaysia supaya enggak keingetan sama anak istrinya," jelas Pak Bambang sambil terus melangkah menuju rumah yang akan mereka eksekusi. Hingga kini, mereka semua telah berdiri berjajar di depan rumah itu. Lengang, senyap, dan sepi. Tak terdengar suara apapun kecuali desiran angin.

"Ih, serem banget nih rumah," Lilo memegang tengkuknya. Tak lama kemudian, terdengar lolongan anjing panjang ditambah cicitan burung hantu.

"Ih, serem, Di," Lilo menoleh ke Sardi yang berdiri di sampingnya. Sardi menoleh, tersenyum.

"Gimana, Pak Ustad?" tanya Pak Bambang meminta perintah dari Ustad Zacky. Tapi justru Fahri yang menjawab dengan melangkah memasuki halaman rumah itu.

"Biar saya masuk aja, Pak," handlamp yang dikenakannya menyinari kegelapan di sekeliling.

"Ri, jangan lupa baca doa dulu," saran Oki memperhatikan gerakan Fahri yang tenang melangkah.

"Ri, ingat utang lo masih belum lo bayar sama gue," Lilo sekenanya berucap. Sontak Sardi menoleh memelototinya, nyengir Lilo menjawab.

"Hehe, kan kalau dia dimakan sama tuh setan penghuni rumah ini, terus siapa yang ngebayarin utangnya Fahri?"

"Saya ikut," Ustad Wahyu, teman Ustad Zacky, menimpali.

"Saya juga," ikutan Ustad Zacky berkata, dan akhirnya kesemua orang melangkah masuk ke halaman rumah.

Tiba di teras yang penuh debu serta dinding yang berlumut, mereka kembali berdiri berpencar.

"Assalamu'alaikum. Kulonuwun. Sampurasun. Punten. Permisi," dengan sedikit mengencangkan suara, Fahri lebih dulu bersalam.

"Emang setannya ngerti apa, Ri?" timpal Lilo.

"Dah, lo diam aja, lo," sentak Sardi. Lilo merengut.

Suasana mencekam dirasakan dengan kehadiran suara burung hantu yang semakin terasa mencicit lebih miris, dan lolongan anjing juga terdengar jauh lebih panjang. Sepi, tetap tak terdengar suara apapun selain decakan cicak yang saling bersahutan.

"Ih, tuh cicak kaya lagi konser ya," ucap Lilo sekenanya mengusir rasa takutnya. Sebelum ada yang mengomentari ucapan Lilo, tiba-tiba terdengar suara senandung seorang wanita dari dalam rumah. Sontak, semua orang tertegun, bahkan Lilo yang sebenarnya penakut itu mendekat ke Sardi dan menggandeng lengan Sardi. Sardi menoleh ingin protes, tapi suara itu lebih mengambil perhatiannya.

Entah lagu apa yang dinyanyikan wanita itu, tak terdengar jelas ucapannya, hanya suara lembut yang membuat bulu kuduk semakin merinding.

"Assalamu'alaikum... permisi... kulonuwun... sampurasun... punten..." Fahri sekali lagi bersalam dengan lebih meninggikan suaranya. Sejenak suara senandung itu berhenti, tapi hanya berjeda beberapa detik saja lalu suara itu terdengar kembali.

"Siapa sih cewek itu?" ucap Fahri penasaran menyapu semua tempat dengan pandangannya.

"Kita masuk, Pak Ustad?" pinta Fahri melangkah ke daun pintu lalu mencoba membukanya. Ternyata pintu tak terkunci, Fahri membuka lebar pintu kayu berwarna cokelat tua itu dan seketika bau debu terkuak dari dalam rumah.

"Busyet, bau banget nih rumah," Fahri menutup hidungnya diikuti yang lain. Gelap tanpa cahaya apapun hanya sinar dari handlamp Fahri, Oki, Sardi dan kedua satpam yang menyinari ruangan itu. Ruangan kosong tanpa perabotan apapun terasa enggap tanpa udara. Satu persatu rombongan itu masuk meneliti seisi rumah bahkan Pak Sanip berusaha mencari stop kontak, tetapi ketika ditemukan dan ingin dinyalakan ternyata tak bisa.

"Wah, semua lampunya enggak bisa dinyalain," gerutu Pak Sanip.

"Aliran listriknya kan udah keputus, Pak," sahut Pak Bambang.

Rombongan itu berpencar, Fahri diikuti Lilo dan Sardi juga Oki melangkah ke arah sebuah kamar di sudut kanan. Kosong tanpa perabotan, hanya debu dan jaring laba-laba saja yang memenuhi ruangan itu.

"Kayanya suara cewek itu dari sini deh," ucap Fahri yang terus melangkah menelusuri setiap jengkal ruangan itu.

"Ih serem amat sih Di," ujar Lilo yang terus berdekatan dengan Sardi. Sardi yang merasa jengah sedikit mengomel.

"Eh, lo, kalau lo takut sana deh balik aja," Lilo nyengir menjawab.

Fahri melangkah keluar dari ruangan itu diikuti yang lainnya, dia memimpin rombongan itu menuju ke arah dapur belakang. Tetap sunyi tak ada satu hal pun yang mencurigakan semua sama hanya debu dan jaring laba-laba saja yang memenuhi seisi rumah.

Lebih dari setengah jam rombongan itu telah menelusuri seisi rumah tapi nihil tak ditemukan apapun dan akhirnya mereka semua kembali ke teras rumah.

"Ah, kok enggak ada apa-apa ya, padahal kan tadi ada suara cewek bersenandung," gerutu Oki sedikit kecewa.

"Iya, nyebelin amat tuh cewek, kalau berani tunjukin dong keberadaanya," sambung Fahri yang kesal karena tak menemukan apapun dalam misinya ini

Belum sempat ada yang berkomentar lagi tiba-tiba suara itu terdengar kembali disertai lolongan anjing juga kicauan burung hantu yang menyayat telingga

"Astagfirolloh " kompak beberapa orang berseru sementara Lilo refleks mencengkram lengan Sardi

"Aduh sakit ,lo" rintih Sardi sambil memelototi Lilo, terlihat pucat wajah Lilo dengan keringat dingin terasa di telapak tanganya. Mata semua orang menelusuri sekitar dan BRUK... daun pintu itu tertutup dengan kencang dan suara itu semakin jelas terdengar.

Fahri yang teramat penasaran segera melangkah ke pintu dan mencoba membuka tetapi pintu terkunci

"Aneh, kok kekunci ya, kan padahal tadi enggak ada anak kuncinya," gerutu Fahri terus mencoba mendorong pintu. Nihil tetap saja tak bergerak terbuka pintu itu.

Oki tak tinggal diam, pemuda bertubuh tinggi kekar ini melangkah mendekat mencoba membantu temannya

"Coba sini gue yang buka Ri," pinta Oki langsung memegang gagang pintu dan ternyata dengan mudah Oki membukanya

"Nih bisa," katanya mendorong pintu hingga terbuka lebar

"Aneh, tadi gue sampai ngeluarin tenaga aja pintu itu keras banget," ucap Fahri menatap ruangan yang kembali mengeluarkan bau debu

"Yuk, kita masuk cari suara siapa itu," ucap Oki melangkah diikuti yang lainya

Rombongan itu masuk tetapi memang ruangan itu senyap tak ada satu hal pun yang aneh

"Kosong," Oki berkata setelah mengitari seluruh ruangan, rombongan itu berpencar dan bertemu kembali di ruang tengah. Selagi semua orang sibuk meneliti kondisi rumah tiba-tiba BRUK. Pintu depan tertutup sendiri dengan suara yang sangat keras seolah ada yang membantingnya kencang. Sontak semua orang memalingkan kepala dan bergerak meneliti keadaan di sana. Lagi-lagi sepi tak ada siapapun dan memang pintu itu tertutup bahkan terkunci, Fahri yang lebih dulu mencobanya dengan mengeruarkan tenanganya menarik gagang pintu yang tlah berkarat tapi tetap tak bisa membuka pintu itu, Oki tak tinggal diam dia mencoba tetapi hasilnya justru Oki terpental ketika memaksakan menarik pintu itu, Pak Bambang membantu Oki berdiri

"Gawat Oki yang badanya segede itu aja mental, gimana dengan gue yang cungkring kaya gini" ucap Lilo menyapu tatapanya ke sekujur tubuhnya.

Ustad Zacky segera mengambil posisi di dekat pintu, mulutnya mulai merapalkan ayat-ayat suci al-qur’an

"bismillah hirohman hirohim" gagang pintu itu dan seketika itu juga tubuhnya mental kebelakang menabrak Oki yang masih terduduk

"Gawat, Pak Ustad aja mental, apa kita semua akan terkunci di rumah ini" ucap Lilo melebarkan kelopak matanya menatap Ustad Zacky yang tubuhnya menimpa duduk di pangkuan Oki

"Astagfirolloh, bagaimana nih Pak " Pak Sanip terkejut panik tak mengerti harus bagaimana

"Tenang Pak, kita semua jangan panik, berpikir positif dan serahkan sepenuhnya pada allah semata" Ustad Wahyu berusaha menenangkan rombonganya. Diam hening sejenak , semua orang memikirkan sesuatu, selagi suasana benar-benar hening suara senandung itu terdenar lagi bahkan kali ini disertai isak tangis yang mengiris hati. Refleks semua orang memalingkan tubuh ke arah sumber suara.

"Dari arah kamar belakang" Fahri yang berkomentar, tanpa berkata lagi Fahri segera melangkah menuju sumber suara diikuti yang lainya, Lilo yang masih ketakutan tetap mengandeng Sardi, meski jengah tetapi Sardi tetap membiarkannya.

Semakin mereka mendekati kamar belakan suara itu semakin jelas terdengar dan...
Betapa terkejutnya mereka ketika melihat sosok wanita berambut panjang berdiri membelakangi mereka, wanita itu berdiri menghadap jendela yang memampangkan pemandangan halaman belakang yang sudah tertutup ilallang setinggi satu meter.

Wanita itu tetap bersenandung sambil terisak seolah tak mempedulikan kehadiran rombongan itu.

Semua orang tercekat bahkan Lilo nyaris pingsan, beruntung Sardi segera merangkulnya

"Untung badan lo kerempeng lo," omel Sardi yang membuat wanita itu menoleh dan...
Semua orang semakin tercekat melihat wajah sang wanita dengan mata bulat menyala merah, kulit yang sangat pucat

"Siapa kalian, berani-beraninya masuk ke rumah saya" sentak wanita itu kasar memelototi satu persatu rombongan itu

Rasa takut membuat semua orang bungkam kecuali Ustad Wahyu yang menjawab

"Maaf kalau kami lancang, kami hanya ingin mengetahui misteri rumah ini," wanita itu terkekeh dan membuat bulu kuduk mereka semakin merinding

"Oha oh, kalian mau ikut bersama aku dan dia" bola mata wanita itu melirik ke arah samping kanannya yang tiba-tiba muncul sosok pocong , kali ini Lilo benar-benar pingsan dan Sardi membiarkan tubuh Lilo tergeletak di lantai, tapi Pak Sanip yang jongkok menemani Lilo.

"Aku dan dia adalah penghuni rumah ini, apakah kalian berniat jadi bagian dari kami" tanya wanita kuntilanak itu menatap kembali satu persatu rombongan itu

"Lihat itu, teman kalian aja enggak berani sama kami, kenapa dia diajak" sambung kuntilanak itu menatap Lilo yang masih tergeletak

"Maaf, kami tidak ingin mengganggu kalian, tapi kami juga minta kalian tidak menganggu kenyamanan warga sekitar" Ustad Wahyu memberikan jawaban. Kuntilanak itu tertawa kembali diikuti lolongan anjing dan cicitan burung malam

"Enak saja, ini wilayah kami, salah sendiri mengapa rumah ini dibiarkan kosong" sentaknya tak suka

"Iya, memang kami salah membiarkan rumah ini kosong, tapi kembalilah kalian ke alam kalian sendiri tanpa menganggu manusia" Ustad Wahyu yang menanggapi , kuntilanak itu menggeleng

"Tak bisa,"
"Kalau begitu kami akan mengusir paksa kalian" ancam Ustad Wahyu mengeluarkan tasbih dan mulai membacakan ayat-ayat al-qur’an, tak tinggal diam Ustad Zacky pun ikut merapalkan bacaan al-qur’an.. kuntilanak itu menutup kedua telingganya tapi kedua ustad itu terus membaca bahkan Pak Bambang dan Sardi pun ikut membaca ayat kursi berulang kali, tubuh kuntilanak itu bergetar ,pocong itupun juga gemetaran, hingga Ustad Wahyu menghentikan bacaaanya dan berkata

"Gimana, apakah kalian bersedia pergi baik-baik atau kami yang akan mengusir kalian" ancam Ustad Wahyu yang kembali membaca ayat-ayat al-quran, kuntilanak itu tetap berdiri menutup kedua telingganya tanpa mempedulikan apapun begitu juga sang pocong yang gemetaran.

Selagi suasana menegang tiba-tiba Lilo sadar, matanya berkerjap-kerjap, dia berusaha duduk lalu menelan ludahnya dan entah mau apa Lilo berdiri merogoh saku celananya dan melangkah mendekati dua mahluk gaib itu dan byur...
Lilo menyiram kuntilanak dan pocong itu bergantian dengan air dari dalam botol yang dikeluarkan dari saku celananya. Sontak kuntilanak itu menjerit kesakitan ,dan sekali lagi Lilo cekatan menyiram kedua mahluk itu hingga sang kunti berkata

"Baiklah kami pergi, tapi kalian harus merawat rumah ini dengan baik" dalam suara rintihan keduanya menghilang , tapi sigap tangan cekatan Lilo menyambar tali pocong itu hingga terbuka sebelum pocong menghilang

"Lo, buat apa loe tarik tali pocong itu" sentak Fahri tak mengerti, nyengir Lilo menjawab

"Kita kubur aja di halaman belakang rumah Ri, supaya dia kapok enggak balik lagi kemari" santai Lilo menjawab sambil melangkah menuju pintu belakang

"Lah, ngapa pada bengong, yuk temenin gue, kan gue takut" ucap Lilo berbalik badan karena menyadari rombonganya tak mengikutinya. Sardi, Oki dan Fahri mendesah menarik napas lalu semua orang melangkah mengikuti Lilo.

Di halaman belakang Lilo telah menguburkan tali pocong dibantu kedua satpam dan dua orang ustad

"Lo, tadi itu air apa sih" tanya Sardi penasaran , Lilo menoleh tersenyum

"Itu air rukiah gue campur sama air mawar dan air yang ma’ gue buat habis baca yasin tadi setelah sholat ashar" jelas Lilo membuat Sardi tercengang tak mengerti. Lilo garuk- garuk kepala

"Tadi pas pulang abis loe ngutarain rencana ini, gue sempat beli air rukiah ini di rumah rukiya, trus gue suruh ma’ deh ngaji lalu gue campur deh airnya sama gue tambahin air mawar, rencananya gue mau kasih ke loe ,Di, tapi gue lupa, eh enggak tahu ngapa kok gue berani ya nyiram tuh si mba kunti sama setan guling itu"

"Keren loeh, lo" puji Fahri diikuti acungan jempol Oki

"Terimakasih ya Lilo, saya sendiri enggak kepikiran melakukan hal itu" Ustad Wahyu ikut menimpali, Lilo meangguk dan Sardi menepuk bahu Lilo berulang kali

"Ya, udah berarti dipercepat aja kerja baktinya, saya besok pagi minta pasukan pembersih jalan aja sama kelurahan untuk membantu membersihkan rumah ini" Pak Bambang mengutarakan rencananya

"Betul Pak, lebih cepat lebih baik" jawab Ustad Zacky.
Setelah itu rombongan pulang kembali ke rumah Sardi dan keesokan harinya Pak Bambang benar-benar menepati janjinya membawa pasukan yang dimintanya dari kelurahan ditambah warga sekitar bergotong royong membersihkan rumah itu.

  

Rina Indrawati
Rina Indrawati Rina Indrawati, seorang ibu rumah tangga yang menjadikan menulis sebagai terapi jiwa. Ada kebahagiaan tak terhingga yang dirasakannya setiap kali berhasil merangkai kata menjadi sebuah tulisan. Kebahagiaan itu pula yang mengantarkannya melahirkan dua buku solo: Rajutan Awan (2021) dan novel fiksi Rana Jelita (2024). Pengalamannya juga diperkaya dengan keikutsertaan dalam berbagai event antologi. Saat ini, Rina sedang fokus mengembangkan tulisannya di situs literasi rajutanaksara.com. Ingin mengenal Rina lebih dekat? Jangan ragu untuk menghubunginya: Ponsel: 08118411692 Instagram: rinaindrawati16 TikTok: rinaindrawati6

Posting Komentar