Cincin Bermata Tiga Bagian 42
Semburan
fajar perlahan hadir, sementara aroma peperangan mencekam rasa takut semua
rombongan. Namun, adrenalin mereka terpacu karena mereka berniat membebaskan
Ririn, ditambah semangat Pak Otong untuk memberantas kejahatan Ki Sastro. Lia
dan Mala, yang didampingi Pak Setiawan, telah memasang kuda-kuda siap membalas
serangan serangga yang menyerupai semut raksasa dan tujuh kelelawar hitam. Pak
Otong juga telah siap menghadapi kakak kandungnya, sementara yang lain tampak
bersiap-siap mencari celah untuk menyelinap masuk ke dalam hutan.
"Dia
datang, Pak. Awas...!!!" teriak Mala memberitahu Pak Otong bahwa dia
melihat Ki Sastro terbang bersama ribuan serangga anehnya.
Pak
Otong meningkatkan kewaspadaannya. "Terima kasih, Mala," ucapnya
santun. Lalu Pak Otong melangkah mendekati Mala. Setelah berdiri di sebelah
kanan Mala, dia segera memukul bahu Mala sebanyak tiga kali. Mala melotot ingin
protes, tapi sebuah hawa dingin meresap masuk, mengalir ke seluruh tubuhnya.
Setelahnya, Pak Otong menatap mata Mala yang masih tertegun menatapnya. Kedua
bola mata itu beradu tatap, dan lagi-lagi cepat Pak Otong mengalirkan sebuah
hawa dingin yang masuk melalui pori-pori kedua mata Mala. Lalu lelaki itu
kembali melangkah ke tempat semula. Mala tidak mampu berkata apa pun. Kini
sebuah kekuatan aneh dia rasakan, seolah sekujur tubuhnya terasa sangat ringan,
dan dia juga dapat merasakan aliran darah yang berdesir di sekujur tubuhnya.
Bahkan semua rasa gusar, rasa takut sirna, keberanian itu memacu adrenalinya
untuk berperang.
Dan
wuuussshhh...
Kelebatan
hitam menutup cakrawala yang mulai menyemburkan sinar surya, hingga sekeliling
kembali gelap gulita.
"Tutup
mata kalian semua," seru Pak Otong mengangkat tangan kanannya.
"Fokuskan hati kalian pada Tuhan pencipta alam," lanjutnya.
"Gusti
Tuhan, tolong bantu kami," teriak Pak Otong, lalu dia memegang kedua
bahunya dan lenyap seketika, berubah menjadi sebuah sinar perak yang menyala
dengan kilauan yang sangat indah.
"Subhanallah,"
ucap Pak Haji Hanif yang masih membuka matanya karena penasaran dengan kejadian
apa.
Sinar
itu kini berkelebat cepat mengarah pada sebuah titik hitam yang masih berjarak
100 meter. Sambil bergerak, sinar itu suara Pak Otong terdengar, "Buka
mata kalian dan bersiaplah dengan kekuatan masing-masing."
Mala
mengerjap-ngerjapkan matanya, menolehkan kepala ke kanan kiri, mengamati apa
yang terjadi. Begitu juga Lia dan yang lainnya.
"Ke
mana Pak Otong?" ucap Mala masih celingukan mencari keberadaan Pak Otong.
"Iya,
dia ke mana ya?" sahut Lia yang juga berusaha mencari.
"Coba
loe gunain sapu tangan itu, La," saran Lia. Mala mengangguk.
"Mending
tuh sapu tangan loe pake lagi di hijab loe," lanjut Lia, dan langsung
diikuti Mala yang memasang sapu tangan itu dengan menyatukannya di hijab dengan
peniti di sebelah kanan telingganya.
"Astagfirulloh
alazim," Mala menutup mulut dengan sebelah tangannya.
"Ada
apa, La?" tanya Lia penasaran.
"Pak
Otong udah mengubah dirinya menjadi sinar," mata Mala menunjuk ke arah
sebuah sinar perak.
"Oh,
itu Pak Otong," jawab Lia. Mala mengangguk.
"Subhanalloh,"
ucap Lia mengusap wajahnya.
"Mala,
kamu bersiap bantu Mb Alia," suara Pak Otong terdengar.
"Siap,
Pak," jawab Mala sedikit berseru.
Wuuush...
Bayangan hitam yang menutupi luasnya langit lenyap, tapi ribuan serangga yang
berupa semut aneh itu menyerang semua rombongan.
Sigap
Lia memutar-mutarkan tasbihnya, diikuti Riski, Ardi, dan Pak Anton. Serangga
itu memutari sekeliling mereka, dan sebuah sengatan listrik seperti sinar putih
yang menyerupai petir muncul dan menghantam semua serangga yang mengelilingi
mereka.
"Serangan
siapa itu?" tanya Lia menoleh ke kanan kiri.
"Pak
Udin, dia menggunakan ilmu tenaga dalamnya dan mengirimkan petir
putihnya," jawab Mala yang memang berdiri di samping Lia.
Serangan
petir itu justru menggandakan jumlah serangga, memagari mereka.
"Gawat,"
pekik Ardi tertahan.
"Iya,
Di. Jumlah mereka makin banyak nih," sahut Riski yang mulai tampak gusar.
Lia
menarik napas dalam, lalu menghempaskannya. "Bismillah hirohman
hirohim," serunya lantang, lalu dia melemparkan tasbihnya ke arah seekor
semut yang ada di hadapannya, yang sedari tadi tampak memelototi dirinya.
"Allahu
Akbar walillah ilham," teriak Lia bersamaan tasbihnya meluncur, dan sebuah
dentuman keras terdengar disertai lenyapnya semua serangga yang memagari
mereka.
"Keren,
Li," sorak Mala, lalu dia berlari mengambil tasbih Lia yang tergeletak di
tanah.
"Alhamdulillah,"
ucap Pak Haji, Ustad Abas, Abi Tarno berbarengan.
"Awas,
La," seru Lia yang spontan berlari ke arah Mala, karena ada sebuah
kelelawar terbang mendekati Mala.
Refleks
Mala yang telah memegang tasbih Lia, lalu mengangkat sapu tangannya yang memang
telah berada di samping kanannya. Dia membentangkan sapu tangan itu,
mengibaskan tiga kali, dan wuuusshh... Sebuah sinar biru terbang ke arah
kelelawar dan menghantamnya. Tapi arahnya meleset, dan sinar itu menghantam
ruang kosong, membuat tanah di sekelilingnya berlubang gosong.
"Awas,
Mala, Lia," seru Ustad Abas. Terlambat, bayangan hitam yang menyerupai
kelelawar itu bersiap menancapkan kuku taringnya ke masing-masing punggung Lia
dan Mala dari belakang.
Sedetik
sebelum kuku tajam hitam beracun itu menempel di punggung kedua gadis ini,
wuuusshhh... Kilat petir putih menghajar kelelawar itu. Tapi sayang, meleset.
Namun, serangan petir itu berhasil menyelamatkan Lia dan Mala. Serangan petir
yang berasal dari Pak Udin setidaknya sudah menyelamatkan nyawa kedua gadis
pemberani ini.
"Alhamdulillah,"
ucap Lia menghempaskan napas.
Selagi
semua orang terkesima dengan kejadian itu, tiba-tiba sebuah dentuman keras
memekakkan terdengar, dan sejurus kemudian seekor kelelawar hitam mengelepar
tidak jauh dari tempat Lia dan Mala berdiri. Lia menoleh ke Mala yang sedang
mengibarkan sapu tangannya.
"Loe,
apain tuh si bayangan hitam itu?" tanya Lia penasaran. Mala tersenyum
dengan mengangkat kedua bahunya, tangannya masih mengibarkan sapu tangan biru,
dan wush... Mala melayang terbang setinggi setengah meter dan menyapu semua
serangga berwujud semut hitam yang masih bertebaran di sekeliling rombongan,
hingga bau anyir menjadi aroma di sekitarnya, sebab semua binatang yang
berhasil Mala musnahkan itu tergelepar mengeluarkan lender hitam berbau anyir.
"Keren,
La," seru Lia takjub melihat sahabatnya dapat melakukan sesuatu di luar
logika. Tak mau kalah, Lia menggosok-gosokan kedua telapak tangannya tujuh
kali, lalu dia memasangkan telapak tangannya di arahkan ke segala penjuru di
mana ribuan semut raksasa itu masih berseliweran. Dari tangan Lia memancar
sinar putih indah berkilau, dan setiap semut yang terkena sinar itu tanpa
perlawanan dia musnah hancur tanpa berbekas. Telapak tangan Lia juga mampu
menghilangkan aroma anyir yang tersebar serta melenyapkan semua bangkai semut
itu tanpa bersisa, termasuk salah satu kelelawar yang telah mereka kalahkan.
Mala
kembali menjejakan kakinya di samping Lia.
"Keren,
Li," sorak Mala riang sambil mengajak Lia untuk tos.
"Loe
juga keren, La," balas Lia, keduanya riang saling menyatukan telapak
tangannya. Namun, tos yang mereka lakukan justru membuat dua cahaya putih dan
biru menyatu, mengumpul menjadi kumparan asap yang sangat indah. Keduanya
tertegun sejenak, tapi mereka tersadar ketika mendengar suara Ardi, "Awas,
Lia, Mala." Lalu kedua gadis ini yang masih menyatukan telapak tangannya mengarahkan
ke sebuah bayangan hitam yang menyerupai kelelawar, dan wuuusshhh... Kumparan
asap putih biru itu menghantam telak ke tubuh kelelawar itu hingga jatuh tanpa
berbekas apa pun, hanya dentuman keras yang terdengar.
"Bagus,
Li," sekali lagi Mala puas riang telah mengalahkan musuhnya.
Belum
sempat Lia menjawab, tiba-tiba tanah di sekitar tempat berdiri Mala dan Lia
bergetar seperti gempa kecil. Refleks tangan kiri Mala mencengkram lengan Lia,
dan sebelah tangannya mengibarkan sapu tangannya. Lia yang juga refleks
mengusap-usap telapak tangan kirinya ke paha kakinya, dan sejurus kemudian
kedua gadis ini terbang melayang. Gerakan mereka sempurna menawan, seperti dua
orang yang sedang menari di ketinggian setengah meter. Dan gerakan mereka ini
pula menyelamatkan serangan sebuah semut yang ukurannya jauh lebih besar dari
kelelawar, dan keluar dari dalam tanah. Semut itu juga berwarna hitam pekat
dengan antena dan matanya juga berwarna merah darah, bedanya sekujur tubuh
semut ini penuh lender hitam yang sangat menjijikan, disertai aroma anyir yang
luar biasa menusuk penciuman.
Sebelum
menyerang, Lia memberikan perintah pada semua orang, "Yang lain segera
lakukan perintah Pak Otong, selamatkan Tante Ririn. Papa ikut bersama mereka
saja, biar Lia sama Mala yang menyelesaikan ini semua." Perintah Lia
tegas, dan membuat semua orang bersiap melangkah memasuki hutan.
Posting Komentar