Cincin Bermata Tiga Bagian 30

Table of Contents

Hari kian beranjak malam, kini telah pukul sepuluh. Kesemuanya sudah berkumpul di ruang keluarga. Lia dan Mala duduk bersisian, sedang menikmati segelas susu hangat yang disajikan Bi Sri, asisten rumah tangga Arya.

 

Abi Tarno, Pak Haji Hanif, serta Ustad Abas tak ketinggalan. Pak Anto juga berada di sana, sedang menikmati secangkir kopi. Arya dan Sifa pun duduk di antara mereka yang juga sedang meminum segelas susu hangat. Sementara Pak Setiawan sudah pergi ke rumah sakit untuk melihat keadaan Alif bersama Umi Yani.

 

"Li, Dimana dukun itu yaaa?" tanya Mala.

 

Lia melakukan hal yang sama, dia menoleh ke kanan kiri menyapu seluruh ruangan mencari Pak Otong dengan tatapan matanya. "Iya enggak ada, kemana tuh orang?" ucap Lia.

 

"Aneh," gerutunya pelan, tetapi Mala masih mendengarnya, dia menoleh tersenyum.

 

"Lah emang dia aneh, baru nyadar loe," Mala tertawa kecil.

 

Ustad Abas yang mendengar obrolan Mala dan Lia menimpali, "Kayanya ada yang bapak itu sembunyikan deh."

 

Serempak Mala dan Lia menoleh ke Ustad Abas, tatapan kedua gadis ini seakan ingin berkomentar dengan pernyataan yang baru saja dia ucapkan. Ustad Abas tertawa, "Kenapa kalian kompak amat sih memelototi saya?"

 

Mala manyun, "Abis Pak Ustad bikin bingung aja, emang ada apa sih Pak Ustad?" tanya Lia.

 

Lia mencubit pinggang Mala yang membuat Mala meringgis, "Sakit Li," protesnya.

 

"Abis loe enggak sopan sih, pakai manyuni Pak Ustad," jawab Lia tertawa kecil. Mala tersipu. "Kemarin waktu di hutan jati dia sempat menyebut sebuah nama," Ustad Abas mulai mengungkapkan keraguannya yang dia pendam. "Namanya…, siapa ya???..." Ustad Abas mencoba mengingat nama yang kemarin dia dengar.

 

"Oh ya, Sastro," tersenyum senang dia ketika nama itu berhasil dia ucap. "Kaya dia menyimpan dendam sesuatu dengan orang itu, makanya dia mau bantu kita," lanjutnya.

 

"Trus apa lagi Bas, kelakuan anehnya?" tanya Abi Tarno.

 

"Apa lagi ya…?" Ustad Abas kembali mencoba mengingatnya. "Oh iya, dia juga sepertinya mengetahui tentang hutan jati itu deh," sambung Ustad Abas. "Memang siapa yang pertama kali mengenal dia?" tanya Pak Haji Hanif.

 

"Saya Pak Haji," Arya menimpali dan menceritakan bagaimana dia mengenal Pak Otong.

 

"Sewaktu Mba Ratmi mengalami kejadian aneh dari cincin itu, saya bercerita sama teman di rumah sakit yang sama-sama bekerja sebagai suster, eh dia menanggapi cerita saya dengan mengenalkan saya sama Pak Otong," Arya bertutur. "Dan temannya memaksa Arya untuk pergi ke rumah Pak Otong yang katanya bisa mengusir pengaruh teluh, ilmu santet, ataupun jenis lainnya. Tetapi ketika itu Pak Otong meminta bayaran, entah pengaruh apa hingga Arya terpedaya mengikuti tawaran Pak Otong untuk menyelesaikan masalah cincin."

 

Arya terhenti bercerita takala Pak Otong datang.

 

"Kenapa kalian malah malas-malasan gini, buruan kita ke hutan jati itu, serang Sis Astro itu lebih dulu sebelum dia balik menyerang kita," sentaknya.

 

Mala balik menatapnya dengan cemberut, Lia tersentak dengan ucapan Pak Otong, refleks dia menoleh ke Mala yang sedang memelototi Pak Otong. Lia menepuk paha Mala, "Eh La, kenapa lo?" tanyanya.

 

Lia tersenyum ketika menyadari bola mata Mala tertuju pada Pak Otong. "Bocah ingusan, cepat bersiap dampingi gadis itu, karena dialah yang akan membasmi Sis Astro keparat itu," lanjut Pak Otong. "Enak aja, saya udah besar bukan bocah apalagi ingusan," umpat Mala.

 

"Ngapa lo Li pake senyum-senyum gitu lagi?" semprot Mala melihat Lia tersenyum.

 

Lia justru terbahak. "Abis loe lucu sih La," dia menutup mulutnya menahan tawa. "Maaf Pak, saya mau bertanya lebih dulu," sela Ustad Abas.

 

Pak Otong melirik, "Enggak usah banyak tanya, sekarang kita harus ke hutan jati itu secepatnya," ucap Pak Otong. Lia berdiri sambil menarik Mala yang juga ikutan berdiri, "Papa dan Om Anto sama Om Taufik harus ikut," ucap Lia. "Tante Arya tetap di rumah sama Sifa dan Pak Haji, kalau Bi terserah mau ikut apa tidak," lanjut Lia. "Tante Lia minta tolong telpon Papa dan bilang kita akan jemput dia di loby rumah sakit," lanjut Lia. "Pak Haji Lia pinjam tasbih sama sorbanya ya," pinta Lia.

 

"Saya ikut aja Mb Alia, biar Bu Arya di rumah sama Ardi dan Riski," jawab Pak Haji. "Saya juga bisa meminta istri saya untuk menemani Bu Arya, biar anak saya yang antar Uminya kemari," lanjutnya.

 

Lia mengangguk, "Ayo La, kita siapin alat perang kita," goda Lia.

 

"Dah jangan merengut gitu, muka lo jelek lagi," sekali lagi Lia mengoda.

 

Mobil BRV hitam penuh oleh rombongan keluarga ini, mereka sengaja membawa satu mobil karena perintah Pak Otong. Setelah menjemput Pak Setiawan di rumah sakit, rombongan ini bergegas menuju ke luar kota mengarah ke hutan jati dimana Ki Sastro berada. Pak Otong sebagai navigator duduk di samping supir, selama perjalanan mulutnya berkomat-kamit seperti sedang merapalkan sesuatu.

 

Sesekali juga terdengar dia mengumpat pada sebuah hal yang sangat dibencinya. Itu terlihat dari perubahan raut wajahnya. Ustad Abas sebagai supir sesekali melirik memperhatikan ekspresi Pak Otong yang menurutnya ada sebuah rahasia besar yang terselebung dari diri Pak Otong, tetapi dia enggan untuk bertanya. Di kursi tengah, Mala dan Lia terlelap tidur, sengaja mereka lakukan karena Lia memperkirakan akan butuh tenaga besar dalam menyelesaikan permasalahan ini.

 

"Bocah ingusan, pulas amat tidurnya," umpat pelan Pak Otong.

 

"Biar mereka tidur," Pak Haji yang menjawab. Pak Otong tersenyum sinis membalikan pandangannya ke arah depan. "Dua gadis ini sangat hebat, apalagi si gadis manik-manik itu," Pak Otong berkata. "Dia menyimpan kekuatan yang luar biasa, ditambah ada kekuatan putih yang membentenginya," lanjutnya. "Tapi darimana ya dia dapetin manik-manik itu," sambung Pak Otong.

 

"Ah, yang penting lima tulang sialan itu sudah aku kubur, biar mampus tuh Sis Astro," tangannya dikibaskan dan dia terpejam.

 

"Masih jauh mas?" tanya Anto.

 

Pak Setiawan menggeleng, "Alif keadaannya gimana mas?" Kembali Anto bertanya.

 

Pak Setiawan mendesah, "Alhamdulillah, tadi kelihatannya seperti tidur kaya biasa aja." "Malah susternya merasa aneh karena Alif kok cepat banget mengalami perubahan, seperti tidak terjadi apapun," lanjut Pak Setiawan.

 

"Aneh gimana mas?" tanya Anto.

 

"Yak an pas di UGD kondisi Alif nyaris kritis, bahkan dokter meminta ruang ICU untuk memantau kondisi Alif, eh entah kenapa kok secara cepat dan tiba-tiba kondisi Alif seperti tidak mengalami apapun," jelas Pak Setiawan. "Berarti Mba Ratmi nginapnya bertiga dong mas di rumah sakitnya," Anto sengaja mengajak ngobrol untuk mengusir penatnya.

 

"Iya, tadi saya udah bilang ke Umi Yani untuk di rumah saja tapi dia malah enggak mau, katanya kawatir sama Alif," Pak Setiawan memejamkan matanya mencoba untuk tidur.


Rina Indrawati
Rina Indrawati Rina Indrawati, seorang ibu rumah tangga yang menjadikan menulis sebagai terapi jiwa. Ada kebahagiaan tak terhingga yang dirasakannya setiap kali berhasil merangkai kata menjadi sebuah tulisan. Kebahagiaan itu pula yang mengantarkannya melahirkan dua buku solo: Rajutan Awan (2021) dan novel fiksi Rana Jelita (2024). Pengalamannya juga diperkaya dengan keikutsertaan dalam berbagai event antologi. Saat ini, Rina sedang fokus mengembangkan tulisannya di situs literasi rajutanaksara.com. Ingin mengenal Rina lebih dekat? Jangan ragu untuk menghubunginya: Ponsel: 08118411692 Instagram: rinaindrawati16 TikTok: rinaindrawati6

Posting Komentar