Cincin Bermata Tiga Bagian 27

Table of Contents

Ruang UGD terlihat lengang, hanya terdapat tujuh pasien yang berbaring di ranjang, termasuk Alif yang menempati ranjang nomor 11. Alif hanya mampu bertahan tenang selama 30 menit, selagi Bu Ratmi nyaris terlelap di pinggir ranjang, tubuh Alif tiba-tiba bergetar dan mengalami kejang. Bocah lima tahun ini kembali mengalami kejang, membuat Bi Wulan yang berada di sisinya langsung memanggil perawat.

 

"Alif, Alif kenapa, sayang, ini mama," seru Bu Ratmi dengan isak tertahan, merangkul tubuh Alif yang terus menggeletar. Bahkan, sebelah tangannya hampir menarik selang infus yang terpasang. Beruntung, tangan Bu Ratmi cekatan mencegahnya dengan dibantu Bi Wulan.

 

Tiga perawat langsung menangani Alif, menyuntikan obat penenang ke selang infus Alif setelah melakukan tindakan medis lainnya. Lia dan Mala telah sampai di depan ranjang Alif. Mala mendekati Bu Ratmi yang terisak melihat kondisi putranya.

 

"Tenang, Tante," lembut Mala merangkul lengan Bu Ratmi. Bu Ratmi menoleh lalu memfokuskan kembali tatapannya ke Alif yang sedang ditangani perawat. Lia, yang telah memegang tasbihnya, langsung mengalungkan ke kaki Alif sambil terus membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an. Sesaat kemudian, Alif kembali tenang. Salah seorang perawat berkata, "Kita harus terus pantau keadaan adiknya. Kalau dia terlihat kejang lagi, langsung panggil perawat saja."

 

"Baik, Suster," jawab Bu Ratmi. Setelah perawat itu menghilang, Lia mendekati mamanya. "Ma, Mama di luar aja sama Manda, biar Lia dan Mala yang nungguin Alif," Lia meminta mamanya untuk menunggu diluar karena dia tak kuasa melihat raut wajah Bu Ratmi yang tampak keletihan.

 

"Tasbihnya sudah ketemu, insya Allah Alif baik-baik saja, Ma. Dan diluar ada orang tuanya Mala," lanjut Lia menjelaskan pada mamanya. Bu Ratmi menarik napas lega mendengar tasbih Lia sudah ditemukan.

 

"Ya udah, Mama keluar dulu ya, Kak," ucap Bu Ratmi, melangkah diikuti Bi Wulan. "Gue mau wudhu dulu ya, La," Lia berkata setelah mamanya pergi, Mala menangguk.

 

Tak berapa lama, Lia kembali dan langsung duduk di tepi ranjang. "Loe duduk di sini aja, Li," Mala berdiri dari duduknya dan memberikan kursi yang tadinya didudukinya.

 

"Dah, enggak usah, biar gue di sini aja," jawab Lia yang langsung mengaji membacakan surat Yasin. Selagi Lia membaca ayat ke-58, tiba-tiba Mala berseru dengan menutup mulutnya.

 

"Li, lihat kaki Alif," Lia menoleh, tetapi mulutnya terus mengucap ayat ke-58 itu berulang kali.

 

"Astagfirullah," pekik Mala tak sanggup melihat gerombolan semut itu yang cukup banyak keluar dari bekas hitam di kaki Alif.

 

"Banyak amat, Li," panik Mala merasa takut. Dia ingin memegang kaki Alif, tapi Lia melarangnya. "Jangan dipegang, La," Lia bangkit dari duduknya dan berdiri menghadap kaki Alif yang telah dikerumuni puluhan semut aneh.

 

"Ini beneran semut. Ukurannya kecil, tapi kenapa antenna sama bola matanya merah nyala gitu ya," ucap Mala yang merasakan tengkuknya merinding. "Kita harus gimana, Li," tanyanya, menatap Lia yang sedang mengosok-gosok kedua belah telapak tangannya.

 

"Loe kedinginan, Li," Mala merasa aneh melihat gerak gerik Lia yang seakan mencari kehangatan dengan mengosok-gosok telapak tangannya. Mulut Lia tetap terdengar membacakan ayat ke-58 surat Yasin, dan ketika merasakan kedua belah tangannya mengalir sebuah hawa dingin, segera Lia membuka telapak tangannya dan mengarahkan ke gerombolan semut itu.

 

Cahaya putih terpancar dari kedua belah telapak tangan Lia dan langsung menyinari gerombolan semut itu. Keanehan terjadi manakala sinar itu menerpa gerombolan semut berantena dan bermata merah. Sinar putih dari telapak tangan Lia justru berubah menjadi kobaran api kecil yang membakar gerombolan semut itu. Keanehan tampak justru warna api itu bukannya seperti warna api semestinya, tapi api itu berwarna hitam legam dan berkobar hanya dalam hitungan detik, seketika padam dengan sendirinya tanpa berbekas apapun.

 

Lia mengubah posisi telapak tangannya kembali, dia menggosok-gosokan setelahnya diusap ke arah dua pipinya. "Alhamdulillah," ucapnya ketika melihat gerombolan semut itu lenyap tanpa tersisa. Mala menghembuskan napas leganya. "Alhamdulillah, keren banget lo, Li," diacunginya dua ibu jarinya ke arah Lia dengan senyuman. Lia membalasnya dengan tersenyum juga.

 

Kini raut wajah Alif kian membaik, tidak terlihat lagi pucat pasi disertai matanya yang melotot. Alif tampak seperti seseorang yang sedang tidur nyenyak. Seorang perawat datang menghampiri Lia, segera menyingkir ke tepi dinding memberi ruang pada perawat untuk memeriksa kondisi Alif.

 

"Aneh," ucapnya pelan. Tapi Lia bisa mendengarnya. "Kenapa aneh, Suster?" tanya Lia tak mengerti apa maksud perawat itu. Tanpa menoleh, perawat itu menjawab, "Kondisinya sekarang stabil. Lihat saja, air mukanya seperti orang tidur saja." Tangan perawat itu memeriksa alat medis yang terpasang di tubuh Alif, ada selang infus, selang oksigen, serta alat raturasi oksigen terpasang.

 

"Syukurlah kalau kondisinya seperti ini, bisa kita pindahkan ke ruang rawat inap," jelasnya, membalikkan tubuh menghadap Lia. "Mba siapanya adik ini?" tanya perawat itu menatap Lia.

 

"Saya kakaknya, Suster," singkat Lia menjawab. "Kalau gitu, ikut saya untuk memesan kamar rawat inap," ajak sang perawat yang melangkah meninggalkan ranjang Alif.

 

Lia menatap Mala, "Gue ke sana dulu ya, La, titip Alif," dia berkata sambil melangkah mengikuti perawat itu. Ruang kelas satu di lantai 3, kamar 311 sedikit ramai. Ada Bu Ratmi, Lia, Mala, dan kedua orang tua Mala juga Amanda, sedangkan Alif masih terlihat nyenyak sekali tidurnya.

 

"Manda, ikut ke rumah Tante aja, Mala, Mini," Mamanya Mala menawarkan agar Amanda menginap di rumahnya. Manda menoleh ke Bu Ratmi.

 

"Kan di rumah ada Shinta, jadi kalian bisa tidur bersama," lanjutnya karena usia Shinta, adiknya Mala, sebaya dengan Amanda, tapi mereka berbeda sekolah.

 

"Mama, gimana baiknya, Manda aja, lagian kan di rumah tidak ada orang, trus enggak mungkin kan nginap di sini atau di rumah Tante Arya," jelas Bu Ratmi memberi pendapat.

 

"Iya, Ma, mending kamu nginap saja di rumah," bujuk Mala.

 

"Ya udah, bolehkan, Ma?" Manda meminta persetujuan mamanya. Bu Ratmi mengangguk. "Kalau gitu kita pulang dulu ya, Bu," pamit mamanya Mala.

 

"Nanti papanya Mala hanya antar saja, lalu balik lagi ke sini," lanjutnya. Bu Ratmi tertegun, tak mengerti.

 

"Saya nanti berjaga, temani ibu di rumah sakit, nungguin Alif," pak... yang menjawabnya.

 

"Oh, gitu, jadi ngerepotin deh," jawab Bu Ratmi.

 

"Santai kaya sama siapa aja, Bu," mamanya Mala tersenyum, melangkah mendekati Bu Ratmi dan memeluknya. "Saya pamit, Bu, banyakin istigfar aja," ucapnya lembut sambil menepuk punggung Bu Ratmi. Setelahnya, Amanda menyalami mamanya dan pergi bersama orang tua Mala.

 

Setelah orang tua Mala pergi, Lia berucap, "Mama sama Bi Wulan pulang aja, biar Lia dan Mala yang tungguin Alif." Bu Ratmi menoleh, menatap Lia tak suka.

 

"Ya enggak bisa lah, Kak," katanya. "Kamu sama Mala justru balik saja ke rumah Tante Arya dan bantuin agar cincin itu bisa lepas," sambung Bu Ratmi.

 

"Oh iya ya, bener tuh, Li, kan cuman loe yang bisa ngatasin masalah ini," timpal Mala. Lia mendesah.

 

"Eh iya, Ma, tadi di UGD juga terjadi sesuatu," Lia akhirnya menceritakan masalah kehadiran gerombolan semut dari bekas luka di kaki Alif. Bu Ratmi mengigit bibirnya, menarik napas dalam, menghempasnya dalam sentakan.

 

"Tuh kan, Mb Alia sama Mba Mala ke rumah Bua Rya aja, biar saya sama ibu yang jaga Alif," Bi Wulan memberikan pendapat setelah mendengar cerita Lia.

 

"Ya udah kalau gitu Lia sama Mala ke rumah Tante Arya aja sekarang ya, Ma," Lia akhirnya berpamitan dan langsung melangkah menemui Ardi dan Riski yang masih menunggu di bawah.


Rina Indrawati
Rina Indrawati Rina Indrawati, seorang ibu rumah tangga yang menjadikan menulis sebagai terapi jiwa. Ada kebahagiaan tak terhingga yang dirasakannya setiap kali berhasil merangkai kata menjadi sebuah tulisan. Kebahagiaan itu pula yang mengantarkannya melahirkan dua buku solo: Rajutan Awan (2021) dan novel fiksi Rana Jelita (2024). Pengalamannya juga diperkaya dengan keikutsertaan dalam berbagai event antologi. Saat ini, Rina sedang fokus mengembangkan tulisannya di situs literasi rajutanaksara.com. Ingin mengenal Rina lebih dekat? Jangan ragu untuk menghubunginya: Ponsel: 08118411692 Instagram: rinaindrawati16 TikTok: rinaindrawati6

Posting Komentar