Cincin Bermata Tiga Bagian 21

Table of Contents

Pembagian tugas telah ditetapkan. Pak Oton, Pak Setiawan, dan Ustad Abas pergi ke rumah Ki Sastro, sedangkan Bu Ratmi, Umi Yani, dua rekan Pak Haji Hanif, Lia, dan Mala pergi ke rumah Lia. Pak Haji Hanif, Abi Tarno, Arya, dan Anto tetap menjaga dan memantau kondisi Sifa. Alif dan Amanda juga diajak pulang oleh Bu Ratmi yang terlebih dahulu menelpon Bi Wulan agar tidak usah menyusul ke rumah Arya.

 

Pak Oton telah memberikan perintah apa yang mesti mereka lakukan di rumah Lia. Dari penjelasanya, dia telah memberi tahu dimana buhul itu ditanam serta memerintahkan untuk melakukan hal yang sama persis seperti tadi di rumah Arya. Dengan penjelasan Pak Oton, rombongan ini lebih mudah menemukan buhul yang menjadi media si dukun untuk menjahatin keluarga Lia.

 

Sementara itu, kondisi Sifa masih tetap diam mematung tanpa ekspresi. Cincin yang melingkar di jemarinya juga meredup sinarnya. Namun, setiap kali Pak Haji mendekati tubuh Sifa dan menyentuh pundaknya, Sifa hanya mengangkat sedikit bahunya, tetapi Pak Haji terpelanting mundur beberapa langkah. Sulit sekali memegang tubuh Sifa yang melawan hanya dalam gerakan santai. Pak Haji akhirnya memutuskan membiarkan Sifa dalam keadaan demikian, meski tak boleh ditinggalkan sendiri. Mereka tetap berjaga di kamar Sifa memantau kondisinya.

 

Sampai di rumah Lia, rombongan segera melaksanakan apa yang diperintahkan Pak Oton. Mereka menuju pohon mangga yang ada di luar halaman rumah Lia. Sebenarnya, pohon itu adalah pohon liar yang tumbuh sendiri, tetapi karena keberadaannya tepat di depan kanan rumah, jadi kerap kali keluarga Lia lah yang membersihkan sampah dedaunan di sekitarnya. Anehnya, pohon itu belum sama sekali pernah berbuah padahal keberadaannya sudah seumuran Amanda yang kini sudah kelas 9 atau kelas 3 SLTP.

 

Turun dari mobil, mereka semua berjalan ke arah pohon mangga itu dan mencari batu bata yang menjadi penanda tempat buhul itu ditanam. Namun, sekitar pohon telah diamati oleh pasangan mata yang berada di sana, tak ditemukan batu bata yang dimaksudkan Pak Oton. "Gimana Ki, batu bata itu enggak ada," ucap salah seorang rekan Pak Haji. Teman yang bernama Riski diam terus mengamati sekitarnya. "Apa kita gali aja sekeliling pohon ini?" tanya Ardi, orang yang tadi bertanya. "Ya enggak mungkin lah," Riski menjawab sekenanya. Mereka terus mengamati sekeliling pohon mangga itu.

 

"Li, gue mau ke toilet dulu ya," ucap Mala menepuk bahu Lia dan melangkah masuk ke rumah. Alif dan Amanda telah lebih dulu masuk langsung menonton televisi. Keluar dari kamar mandi, Mala merasa melihat sesuatu di balik bingkai foto keluarga Lia. Dia mendekatinya, sampai di depan foto keluarga itu Mala mengamati sisi kirinya terlebih dahulu. Bola matanya difokuskan ke balik bingkai foto, tetapi tidak terlihat apapun. Lantas, dia kembali meneliti sisi kanan, tetap saja Mala tak menemukan apapun. "Aku yakin tadi aku ngelihat ada bungkusan hitam di balik bingkai itu," gumamnya sendiri sambil sekali lagi mengamati bingkai foto itu dari sisi kanan kirinya.

 

Tidak menemukan apapun, Mala segera keluar melangkah mendekati salah satu rekan Pak Haji Hanif dan menceritakan apa yang tadi sempat sekilas dia lihat, tetapi setelah dia amati tak ditemukan apapun. "Mba yakin?" Riski yang memastikan penjelasan Mala. Mala mengangguk pasti. "Kalau gitu kita lihat ke sana Ki," saran Ardi yang dijawab temannya dengan melangkah masuk. "Kita ijin masuk ya Bu," sambil berjalan Ardi meminta ijin pada Bu Ratmi yang juga melangkah masuk.

 

Sampai di depan foto keluarga, Ardi dan Riski mengamati sekitar bingkai foto. "Ijin kita angkat bingkainya ya Bu," pinta Ardi menoleh ke Bu Ratmi yang berdiri tak jauh. Bu Ratmi mengangguk. "Silahkan." Kedua rekan Pak Haji Hanif segera melepaskan bingkai foto keluarga itu, dan ketika bingkai itu terlepas dari tembok, jatuhlah sebuah kain hitam yang sama persis dengan di rumah Arya. Tetapi kali ini, kain itu tidak beraroma anyir.

 

Riski segera memungut kain hitam itu dan mengamatinya. "Jangan dibuka Ki," cegah Ardi yang kawatir rekanya akan membuka kain hitam yang terlipat menjadi segi empat. Riski mengangguk. "Kok bisa ada di situ ya, kapan orang jahat itu menaruhnya?" gumam Mala pelan. "Manda tahu Kak Mala," timpal Amanda yang mendengar gumaman Mala yang berdiri di sampingnya. Refleks semua orang menatap Amanda. "Waktu itu Bulik Ririn datang kemari trus dia berdiri dekat bingkai foto itu dan memasukan sesuatu ke sampingnya," jelas Amanda. "Dan kayaknya ada lagi deh Kak," lanjut Amanda. "Ada lagi?" timpal Lia terkejut. "Maksud Manda, Bulik Ririn juga menaruh di tempat lain," Mala yang bertanya. Amanda mengangguk. "Manda inget enggak dimana lagi?" kembali Mala bertanya. Amanda mengangkat dagunya, bola matanya berputar, dia mencoba menginggat kembali. Tak berapa lama kemudian, dia tersenyum. "Kayaknya di dekat dispenser deh, soalnya Bulik Ririn kemarin waktu kesini minta minum dan ngambil sendiri," jawab Amanda. Mala dan Lia tanpa berkomentar langsung melangkah menuju ke dispenser diikuti Ardi, Riski, dan Bu Ratmi serta Bi Wulan.

 

"Cabut dulu stop kontaknya," Mala memberikan saran dan Lia langsung mengerjakannya. Bi Wulan membantu mengeser dispenser yang untung saja air di dalam galon nyaris habis jadi tak begitu berat mengeser lemari dispenser ini. "Enggak ada apa-apa," ujar Mala sedikit kecewa, yang lainnya pun mendesah. "Kayaknya enggak ditaruh di sini deh," lanjut Mala melirik sekitar. "Ya udah Bi, balikin aja dispensernya," perintah Bu Ratmi yang melangkah menjauh.

 

Baru saja Bi Wulan hendak mengembalikan lemari dispenser, tiba-tiba Lia melihat sesuatu di balik lemari. "Tunggu Bi," cegah Lia yang langsung mendekati belakang lemari. "Ini apa?" seru Lia pelan sambil mencabut sebuah kain hitam yang terlipat segi empat yang menempel di dinding belakang lemari. Semua orang tertegun melihat Lia memamerkan kain hitam yang terlipat. "Boleh saya lihat Mba?" pinta Riski mengulurkan tangan. Lia langsung memberikannya. Sejenak Riski meneliti kain itu seksama, terlihat air mukanya serius mengamati setiap bagian dari kain hitam itu. Dia membolak-balik kain itu berulang kali. "Ada apa Ki?" tanya Ardi temannya tak sabaran penasaran. "Kayaknya orang itu menaruh tiga kain seperti ini deh di," Riski mencoba berkomentar dari hasil pengamatanya. "Darimana loe tahu?" kembali Ardi bertanya. "Ini ada titik putih di bagian kiri kain, yang satunya dua titik dan yang satunya tiga titik," jelas Riski memperlihatkan bukti yang diamatinya. "Berarti kita harus temuin kain yang ada satu titiknya," Ardi mencoba memberikan pendapatnya dari penjelasan Riski. Riski mengangguk. "Tapi dimana ya kain yang satu lagi?" gumam Mala menepuk kepalanya sendiri.

 

Terdengar azan magrib, Bu Ratmi meminta untuk mereka sholat terlebih dulu baru melanjutkan perburuan mereka mencari kain hitam itu. Sebelum sholat, Bu Ratmi menyuruh Bi Wulan untuk membeli makan di warung padang dekat gerbang kompleks. "Beli tujuh bungkus saja Bi, kesemuanya pakai rendang saja," jelas Bu Ratmi menerangkan perintahnya. Bi Wulan pun segera membeli nasi bungkus.

 

Selesai sholat berjamaah dengan Riski yang menjadi imamnya, Bu Ratmi mengajak mereka semua untuk makan karena seharian ini memang Lia dan Mala juga belum makan, mereka hanya menyantap camilan kue dan gorengan. "La, besok kan loe ngajar?" tanya Lia ketika mereka sedang makan bersama di meja makan. "Gue udah ijin sama Bu Sandra tiga hari," jawab Mala sambil mengunyah. Lia menoleh. "Kok bisa, apa dijinin?" "Mala gitu loh, ya pasti dijinin lah," senyuman Mala membanggakan diri. Lia merengut mendengar jawaban sahabatnya.

 

Mala tersenyum menoleh ke Lia. "Tenang Li, gue akan selalu ada sampai masalah ini selesai, kecuali sampai hari Rabu belum tuntas ya terpaksa gue kerja dulu ya Bu," lirikan jahil Mala membuat Lia tersenyum. "Kalau loe sendiri gimana Li?" balik Mala yang bertanya. Lia mengangkat kedua bahunya. "Besok gue minta Papa ke sekolah saja nemuin Pak Ridwan buat ngejelasin," ucap Lia yang membuat Bu Ratmi menoleh. "Kok Papa Kak?" tanya Bu Ratmi refleks. Lia menoleh menatap Mamanya tersenyum. "Kan biar ngeyakinin si Kepsek itu Ma," jawab Lia. "Tapi kalau besok Papa belum pulang gimana?" kembali Bu Ratmi menyampaikan kekhawatirannya. Lia nyaris tersedak ketika menyadari ucapan Mamanya. "Santai Bu," Mala menepuk-nepuk punggung Lia. "Ya udah, biar Mama saja yang ke sekolah setelah antar Alif," Bu Ratmi memberikan saran agar Lia merasa sedikit tenang. "Tapi Ma, kalau Mama anter Alif dulu ya kesiangan lah," komentar Lia. "Nanti Mas Alif biar saya saja yang antar Bu," Bi Wulan menimpali dengan menawarkan diri mengantar Alif. "Nah itu lebih bagus tuh Bi, itung-itung bagi tugas gitu," Mala yang berkomentar dengan tersenyum. "Makasih ya Bi," ucap Lia yang ikut tersenyum. "Berarti Mama pagian, usahakan datangnya sebelum bel berarti jam setengah tujuh Mama udah di sekolah ya," Lia menjelaskan. "Siap Bu Bos," jawab Bu Ratmi dengan tersenyum dan dibalas Lia dengan senyuman pula.

 

Pencarian buhul pun dilanjutkan setelah makan malam. "Lima menit lagi azan Isya nih," ucap Riski yang sedang mengamati sekelilingnya, matanya masih meneliti sebatang pohon mangga di depan rumah. "Kita kaya nyari jarum dalam jerami ya," timpal Ardi yang berdiri di sampingnya. Riski menoleh. "Lah ini kan udah biasa jadi kerjaan kita," jawab Riski datar. "Loe percaya sama si Bapak tadi, kalau buhulnya ditanam di bawah pohon mangga itu?" Ardi menunjuk pohon mangga itu dengan sorot matanya. Riski menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal. "Entar habis sholat Isya kita gali tuh di sekitar pohon," ucap Riski dan dijawab Ardi dengan anggukan.

 

 

 

Bersambung....


Rina Indrawati
Rina Indrawati Rina Indrawati, seorang ibu rumah tangga yang menjadikan menulis sebagai terapi jiwa. Ada kebahagiaan tak terhingga yang dirasakannya setiap kali berhasil merangkai kata menjadi sebuah tulisan. Kebahagiaan itu pula yang mengantarkannya melahirkan dua buku solo: Rajutan Awan (2021) dan novel fiksi Rana Jelita (2024). Pengalamannya juga diperkaya dengan keikutsertaan dalam berbagai event antologi. Saat ini, Rina sedang fokus mengembangkan tulisannya di situs literasi rajutanaksara.com. Ingin mengenal Rina lebih dekat? Jangan ragu untuk menghubunginya: Ponsel: 08118411692 Instagram: rinaindrawati16 TikTok: rinaindrawati6

Posting Komentar