BAB 17. Duka Dua Keluarga
Kamar 302 ruang VIP Rumah Sakit Premier Jati Negara penuh
isak tangis dari dua keluarga. Bu Shinta memeluk sambil mengguncang-guncangkan
badan putranya yang telah tergeletak diam, "Abang... bangun bang..."
Zahra pun tak melepaskan genggamannya, terisak meratapi Dafa dengan kesedihan
tak percaya, "Fa, kenapa secepat ini kamu pergi?" Pelan kata itu
terucap tanpa bisa dia tahan derasnya air mata. Sedangkan Pak Arif berusaha
menenangkan istrinya, meski air mata membasahi kedua pipinya, "Sudah, Ma,
iklaskan abang pergi, jangan diberatkan." Sementara Pak Wahyu hanya
terdiam di sisi Zahra, tanpa dirasa sebutir air mengalir di pipinya.
Prosesi pemakaman Dafa telah selesai, dan para pelayat pun
satu persatu berpamitan meninggalkan taman perkuburan. Bu Shinta shock berat,
bahkan wanita ini sempat dua kali pingsan. Zahra menemani Bu Shinta dengan
penuh kasih sayang, meski hatinya teriris duka yang mengejutkan.
"Bu, ayo kita pulang," lembut Zahra menegur Bu
Shinta yang masih duduk memegang nisan putra semata wayangnya. Bu Shinta
melirik sesaat, lantas menggeleng. Zahra pun tidak memaksa dan ikut tetap duduk
di sisi Bu Shinta.
"Ra, kita balik pulang," kata Pak Wahyu menepuk
bahu Zahra. Zahra berdiri, namun sebelumnya sekali lagi dia mencoba mengajak Bu
Shinta, namun usahanya gagal. Bu Shinta tetap tak mau beranjak dari pusara
anaknya.
Pak Arif mendekat ke Bu Shinta dan membuju istrinya dengan
segala pengertian, "Ma, kita pulang yuk," kata Pak Arif,
"Lepaskan abang dengan iklas supaya dia lebih tenang. Mama kan bisa mendoakan
dari rumah, atau besok kita bisa kesini lagi." Lembut Pak Arif berkata
membujuk istrinya. Zahra dan Pak Wahyu masih menanti Bu Shinta dan Pak Arif
hingga akhirnya kedua keluarga ini melangkah meninggalkan pemakaman.
"Ara, meski kalian tak jadi menikah, namun kami adalah
orang tua kamu juga, dan mulai sekarang panggil saya Mama," ujar Bu Shinta
saat Zahra berpamitan dan memeluknya. Bu Shinta mencium lembut Zahra hingga
Zahra tak kuat menahan gejolak hati mengingat bunda yang telah tiada. Dibalasnya
pelukan Bu Shinta, dan terucaplah, "Iya, Mama, terima kasih sudah anggap
Ara jadi anak Mama. Insya Allah, Ara selalu sayang Mama." Benar-benar
terisak Zahra di pelukan Bu Shinta.
Kesedihan dua
keluarga sangat terlihat jelas karena kehilangan Dafa.
Bersambung……….
Posting Komentar