Ku kembalikan lagi hatimu bagian 3 (tamat)

Table of Contents

Tiara dan Rafiq telah duduk berhadapan di sebuah restoran dalam mal yang berada di kawasan Pejaten Pasar Minggu. Keduanya terlihat kikuk, tidak yakin bagaimana harus bersikap atau bahkan berbicara.

 

Tiara meminta Rafiq untuk bertemu tanpa sepengetahuan kedua orang tua mereka. Tujuan Tiara adalah untuk meminta pendapat Rafiq mengenai perjodohan ini. "Maaf," kompak mereka ingin berucap sesuatu. Rafiq tersenyum dan Tiara pun tertunduk. "Kamu aja duluan, Ra," Rafiq mempersilahkan Tiara untuk lebih dulu mengutarakan isi hatinya. Tiara mengangkat wajahnya namun menatap ke arah lain dengan tatapan yang terdistraksi. "Mas saja yang lebih dulu," jawabnya. Rafiq menarik nafas sambil tersenyum, "Ehm, baiklah," kata Rafiq sambil mengubah posisi duduknya. "Saya hanya ingin bilang, kalau kamu tidak menghendaki perjodohan ini, saya juga tidak ingin memaksakan," ucap Rafiq sambil menatap Tiara yang sedang memainkan sedotan. "Itu kan semua rencana kedua orang tua kita, namun kita yang akan menjalaninya. Makanya, kalau memang kamu tidak menghendakinya, maka kita selesaikan masalah ini baik-baik," lanjut Rafiq. Tiara menggigit bibir bawahnya, menundukkan kembali kepalanya, hatinya sedikit tersentuh dengan ucapan Rafiq yang sepertinya mengerti isi hatinya. Obrolan mereka terhenti ketika pelayan membawakan pesanan makanan untuk mereka. "Kita makan dulu, Ra," ajak Rafiq sambil mulai menikmati sepiring nasi gorengnya. Tiara, yang memang lapar setelah seharian mengajar di sekolah dan tempat bimbingan belajar, pun mulai menikmati sepiring kuetiau gorengnya.

 

"Maaf, Mas. Bukannya saya ingin menolak perjodohan ini, namun saya sudah menjalin hubungan dengan Mas Danang sejak kami masih SMA," ucap Tiara memulai percakapan. Rafiq mendengarkan sambil sesekali mencuri pandangan ke wajah oriental Tiara yang berbalut hijab pink. "Meski kami tak pernah jalan keluar, namun komunikasi kami tetap terjalin. Eh, maksudnya kami sengaja menghindari yang namanya berduaan," lanjut Tiara sambil mengaduk jus sirsaknya. "Dan memang rencananya tahun ini Mas Danang ingin melamar saya, tapi eh, ayah ibu lebih dulu mengutarakan perjodohan ini," sambung Tiara sambil menyedot minumannya. "Maaf, Tiara, saya tidak bermaksud merusak hubungan kalian," timpali Rafiq. Tiara tersenyum, "Enggak, Mas. Kamu enggak salah, dan memang tak ada yang salah. Ini memang jalan yang Allah berikan," ucap Tiara berusaha menahan rasa kecewa, namun Rafiq melihat butiran bening di bola mata Tiara. "Kata Mas Danang, saya harus ikhlas menjalaninya dan yakin bahwa Allah pasti akan memberi hadiah yang indah buat saya. Karena itu, ini adalah ujian yang harus saya jalani," ucap Tiara sambil menahan airmatanya. Gadis berusia 24 tahun ini menyeka setetes air mata di pipinya. "Saya mengajak ketemuan untuk lebih memperkuat keyakinan hati saya pada pilihan yang akan saya ambil," Tiara menatap Rafiq dengan sorot mata penuh harapan. Rafiq membalas tatapan itu hingga keduanya saling mengalirkan perasaan dari sorot mata yang terpancar. "Tiara, aku akan menebus pengorbananmu ini," ucap Rafiq, lalu memanggil dirinya sendiri sebagai "aku" karena ingin merasakan kedekatan dengan Tiara, sambil terus menatap wajah Tiara. "Kalau begitu, apakah kamu mau meneruskan niat orang tua kita?" tanya Rafiq. "Aku enggak tahu, Mas," Tiara menggelengkan kepala, ikut memanggil dirinya sendiri sebagai "aku." "Aku hanya bisa pasrahkan masalah ini dengan istiqoroh, namun aku belum juga tahu harus apa," lanjut Tiara sambil membuang pandangannya. "Kalau Danang, gimana?" kembali Rafiq bertanya. "Eh, maksudnya, gimana menurut Danang tentang perjodohan kita?" Rafiq memperjelas pertanyaannya. Tiara menggeleng, "Sejak ditegur ibu, Mas Danang seakan ditelan bumi. Enggak pernah membalas pesan aku, apalagi menelpon aku. Jujur, aku juga bingung, Mas. Itu sebabnya aku ingin bertemu Mas Rafiq," ucap Tiara yang kembali tertunduk. Dalam hatinya, dia sangat kecewa dengan sikap Danang yang menyerah lantas menghilang entah kemana. "Apa ini jawaban dari Allah ya, Mas?" Tiara mengangkat wajahnya, Rafiq tertegun. "Maksudnya?" tanyanya tak mengerti. "Yah, menghilangnya Mas Danang itu adalah reaksi sikapnya yang menghendaki perjodohan ini terus dilanjutkan," jelas Tiara. "Apa boleh aku minta nomor Danang?" tanya Rafiq, membuat Tiara mengarahkan pandangannya ke wajah Rafiq. "Buat apa?" tanya Tiara tak mengerti apa maksud Rafiq meminta nomor Danang. Rafiq tersenyum, Tiara terus menatapnya karena penasaran, namun dalam hati dia berpikir, "Subhanallah, manis banget senyum Mas Rafiq." "Tenang aja, Ra. Aku hanya ingin meluruskan masalah ini, lebih dari itu tidak," jawab Rafiq. "Aku janji akan menyelesaikan masalah kita dengan jalan terbaik," lanjut Rafiq meyakinkan Tiara. Tiara tertunduk, mengambil ponselnya, lalu memberikan nomor Danang dengan mengirim pesan ke Rafiq. "Sudah, Mas," ucapnya sambil menyimpan kembali ponselnya. Rafiq mengangguk. "Ini sudah mau maghrib, kita sholat dulu yuk," ajak Rafiq yang merapikan diri untuk meninggalkan restoran. Tiara mengikuti hingga mereka melangkah menuju musolah yang terletak di lantai bawah.

 

Ada ketenangan di hati Tiara setelah bertemu dengan Rafiq. Setelah sholat, mereka langsung pulang. Rafiq hanya mengantar Tiara sampai jalan terdekat dari rumahnya, dan Tiara melanjutkan dengan naik ojek. Hal ini dilakukan karena Tiara tak ingin orang rumahnya mengetahui bahwa dia bertemu dengan Rafiq.

 

Seminggu berlalu, dan hari ini adalah waktu yang telah disepakati untuk melangsungkan acara lamaran. Keluarga Tiara telah mempersiapkan semua keperluan untuk acara pinangan putri sulungnya, sedangkan keluarga Pak Haji Syarif juga telah tiba di rumah Tiara. Tiara mengundang Niken beserta ayah dan ibunya karena mereka berdua telah bersahabat sejak sekolah dasar. Dulu, mereka adalah tetangga karena rumah mereka tak terlalu jauh, dan ketika kakek Tiara dari pihak ayah meninggal dan rumahnya tidak ada yang menempati, makanya keluarga Tiara pindah ke rumah kakeknya yang jaraknya sekitar 10 kilometer. Seluruh keluarga telah duduk memulai acara. Sambutan demi sambutan dari kedua belah pihak telah diutarakan. Kini, giliran penyematan cincin tunangan, namun sebelum masuk ke acara inti, Rafiq berdiri meminta izin untuk keluar. Pria berbaju koko biru langit ini melangkah ke pagar rumah, semua orang menatap memperhatikan gerak-gerik Rafiq penuh pertanyaan. Tak lama kemudian, sebuah mobil Avanza putih berhenti, dan turunlah tiga orang: Danang dan kedua orang tuanya. Rafiq mendekati Danang, saling berjabat tangan. "Thanks, Nas, sudah mau datang," ucap Rafiq sambil menatap Danang penuh penghormatan. Danang tersenyum sambil menepuk bahu Rafiq, "Saya yang seharusnya berterima kasih sama Mas Rafiq." Lalu, Rafiq menyalami satu persatu orang tua Danang, dan mereka berempat langsung melangkah menuju ke dalam rumah. Semua mata menatap tak mengerti dengan kehadiran Danang serta orang tuanya, terlebih lagi Tiara yang sangat terkejut melihat Danang. Sebelum pertanyaan terlontar dari semua orang, Rafiq yang masih berdiri bersama Danang dan orang tuanya segera mengutarakan maksudnya. "Abi, Umi, Ayah, dan Ibu. Maafkan Rafiq yang membuat kalian bingung karena Rafiq tak mau meminang seorang wanita yang telah menambatkan hatinya pada orang lain. Makanya, kali ini lamaran untuk Tiara akan dilakukan oleh Danang," ucap Rafiq, lalu menoleh ke Danang. "Abi, Umi, Ayah, dan Ibu, Rafiq minta kalian memaafkan keputusan Rafiq karena Rafiq telah menambatkan hati Rafiq pada seorang wanita juga," ucap Rafiq sambil tersenyum, ketidakpercayaan terpancar dari semua wajah dalam ruangan tamu yang berukuran 5x4 meter. "Dan hari ini Rafiq juga akan meminang gadis itu," lanjutnya sambil menatap Niken yang juga sedang menatapnya. "Tiara dan Niken, kemarilah," pinta Rafiq. Kedua gadis ini saling bertatapan, dan menoleh ke Rafiq kembali, menatapnya bersamaan penuh pertanyaan. Rafiq tersenyum mengangguk. Kini Tiara berdiri di sisi kanan Rafiq, dan di sebelahnya ada Niken. Rafiq meraih lengan Danang dan lengan Tiara, kemudian menyatukannya hingga keduanya saling berjabat tangan. "Mas Danang, saya kembalikan lagi hatimu, dan di hadapan kedua orang tua kita, lamarlah Tiara," ucap Rafiq, lalu mendekati Niken dan meraih lengan Niken yang masih tak mengerti apa maksud dari ini semua. "Niken, di hadapan Abi, Umi, dan orang tua kamu, aku meminta kamu menjadi istriku. Apakah kamu bersedia?" ucap Rafiq sambil menatap Niken penuh makna. Niken yang tak menyangka akan dilamar Rafiq dengan cara seperti ini sangat gugup, telapak tangannya dingin namun genggaman tangan Rafiq seperti keajaiban yang selama ini dia harapkan. "Kamu mau kan, Niken, jadi pendamping hidupku?" sekali lagi Rafiq bertanya, kali ini Niken mengangguk. "Nah, Ayah, Ibu, semuanya, hari ini bukan satu lamaran saja yang kita lakukan, karena saya dan Tiara juga telah memilih pasangan hidup kami masing-masing. Restu dan ridho dari kalian adalah kunci kebahagian kami," ucap Rafiq berusaha tegar karena air mata kebahagian tampak bergenang di pelupuk matanya.

 

Ketiga keluarga akhirnya merasakan kebahagiaan, pelukan, dan kasih sayang bertebar sebagai bukti restu mereka untuk anak-anak mereka yang telah memilih pasangan mereka sendiri tanpa perjodohan.

Rina Indrawati
Rina Indrawati Rina Indrawati, seorang ibu rumah tangga yang menjadikan menulis sebagai terapi jiwa. Ada kebahagiaan tak terhingga yang dirasakannya setiap kali berhasil merangkai kata menjadi sebuah tulisan. Kebahagiaan itu pula yang mengantarkannya melahirkan dua buku solo: Rajutan Awan (2021) dan novel fiksi Rana Jelita (2024). Pengalamannya juga diperkaya dengan keikutsertaan dalam berbagai event antologi. Saat ini, Rina sedang fokus mengembangkan tulisannya di situs literasi rajutanaksara.com. Ingin mengenal Rina lebih dekat? Jangan ragu untuk menghubunginya: Ponsel: 08118411692 Instagram: rinaindrawati16 TikTok: rinaindrawati6

Posting Komentar