Ku Kembalikan lagi hatimu bagian 2
Niken
berbaring di ranjangnya, matanya menatap langit-langit kamarnya yang sengaja
dia hias dengan wallpaper bermotif awan. Dia masih merasakan sakit di kaki dan
lengan kirinya. Selain meminum obat dari dokter tadi, ibu Niken telah membaluri
lengan dan kakinya dengan parem. Siluet Rafiq tersenyum di pelupuk matanya,
senyum lembut yang menyorotkan kasih sayang. "Beruntung wanita yang
menjadi istrinya," gumamnya sambil memejamkan mata. "Tiara, betapa
beruntungnya kamu memiliki calon suami yang tampan dan sangat lembut, aku yakin
pasti dia sholeh juga," lanjutnya dengan diri sendiri. Niken ingat
bagaimana Rafiq tak mau ketinggalan sholat jama'ah ketika azan berkumandang,
dia meminta izin untuk ke masjid. "Dzuhur, ashar, magrib dan isya enggak
dia lewatkan, subhanallah," puji Niken untuk Rafiq. Lintasan kebersamaan
dengan Rafiq, meski berawal dari sebuah tragedi, namun entah mengapa bayangan
Rafiq menemani Niken menuju alam mimpinya.
Keesokan
harinya, Tiara menelepon Niken setelah mendapat kabar bahwa kemarin Niken kena
musibah. "Ken, katanya loe ditabrak ya," ucap Tiara. "Iya, tapi
sang penabrak tanggung jawab kok, dan gue tidak kenapa-napa," jawab Niken
meyakinkan. "Yakin loe enggak kenapa-napa," tanya Tiara yang
menyelidik. "Iya, abis kejadian dia bawa gue ke rumah sakit bahkan gue
pake dironseng segala, dan hasilnya baik-baik saja," jelas Niken.
"Alhamdulillah," timpal Tiara senang. "Tapi hari ini loe enggak
ngajar kan," kembali Tiara bertanya. "Iya, gue ambil cuti tiga hari,
semalam aja lumayan baru kerasa sakitnya. Sempat enggak tidur gue, untung
dokter kasih obat nyeri jadi tidak terlalu ngebet," jawab Niken. "Ya
udah, pulang ngajar gue ke rumah loe deh," ucap Tiara. Obrolan ringan pun
terjadi hingga percakapan via ponsel itu berhenti ketika ibu Niken memanggil.
Niken
beranjak dari ranjangnya, meletakan ponsel di atas nakas di samping ranjang,
lalu berjalan ke luar. "Ada apa bu?" tanya Niken pada ibunya ketika
dia sudah berada di dapur. "Ada Rafiq di depan," jawab ibu yang asyik
mengulek sambel. Niken terkejut, "Rafiq?" ucapnya seakan tak percaya.
Ibu menoleh, menatap anak bungsunya dengan tatapan pertanyaan. "Lah, kok
kaget gitu," ucap ibu lalu kembali sibuk dengan ulekannya. "Kan wajar
dia mau tengok kamu," lanjut ibu. Niken tak menjawab, dia berlalu
meninggalkan ibu, melangkah ke teras rumah.
Sambil
berjalan, Niken bergumam sendiri, "Tuh kan bener, dia itu perhatian
banget, Tiara, kamu beruntung banget kalau nerima perjodohan itu."
"Assalamu'alaikum," salam Niken ketika telah berada di samping Rafiq
yang sedang bermain ponsel. Rafiq menoleh, berdiri. "Wa'alaikum
salam," jawabnya ditambah senyum. Hati Niken berdesir melihat senyum Rafiq
yang baginya penuh kedamaian. "Maaf ganggu, Ken, saya hanya mampir, mau
tengok kamu dan bawain ini," ucap Rafiq sambil memberi parsel buah yang
sudah dia taruh di meja. Niken terkesima, "Buat aku," singkat dia
menjawabnya pelan. Rafiq menangguk tersenyum. "Saya cuma sebentar, mampir
aja trus mau jalan kerja," pamit Rafiq.
"Duduk
aja dulu," ajak Niken. "Maunya sih gitu, tapi udah waktunya ngantor
nih," jawab Rafiq lantas dia benar-benar pamit. "Saya pamit ya, dan
salam untuk ibu," ucap Rafiq, menatap Niken. Niken tertunduk tak kuasa
membalas tatapan Rafiq yang sangat meneduhkan itu. "Saya bersyukur kamu
baik-baik saja. Sekali lagi maaf ya kejadian kemarin," lanjut Rafiq.
"Ya sudah, saya jalan dulu, Ken," tambahnya, lalu melangkah menuju ke
mobilnya, diikuti oleh Niken yang mengantarnya. "Oh ya, saya boleh minta
nomer kamu," pinta Rafiq nomer ponsel Niken. Setelah pertukaran nomer,
Rafiq pamit, "Saya jalan ya, Ken. Assalamu'alaikum," kata Rafiq yang
dibalas anggukan oleh Niken. "Wa'alaikum salam."
"Udah
pulang Rafiq nya Ken," tanya ibu yang melihat Niken telah masuk. "Iya
sudah, dia mau kerja Cuma mampir bawain Niken buah, tapi tangan Niken enggak
kuat ngangkatnya bu, masih ada di meja depan," jawab Niken. "Oh, ya
udah biar ibu ambil," jawab ibu yang melangkah ke teras rumah.
"Masya
Allah, ini banyak amat Ken buahnya," ibu berkata sambil menaruh parsel
buah. "Ibu buka ya Ken," pinta ibu menatap Niken yang ada di
sampingnya. "Buka aja bu, trus kita makan bareng-bareng," jawab Niken
yang mencoba membantu membuka dengan tangan kanannya. "Baik banget dia Ken,
udah tanggung jawab, perhatian lagi," ucap ibu yang sibuk membuka dan
merapikan parsel buah. Niken mengiyakan ucapan ibunya dengan tersenyum.
"Loe
beneran enggak kenapa-napa Ken," tanya Tiara yang meneliti sekujur tubuh
Niken dengan tatapan matanya. Niken mengangguk tersenyum. "Yakin loe
baik-baik aja," sekali lagi Tiara mencoba meyakinkan dengan terus meneliti
setiap jengkal tubuh Niken dengan bola matanya. Kali ini Niken tertawa.
"Yeh, mala ketawa dia," ucap Tiara sewet yang membuat Niken tertawa
lebih kencang. "Hahhahhahahah... abis loe lucu sih Ra," jawab Niken
meredakan tawanya. Tiara merenggut. "Nyokap gue aja enggak segitunya kaya
loe," lanjut Niken yang masih tertawa kecil. "Jelek loe Ken, gue
kawatir tahu," semprot Tiara manyun. Niken semakin tertawa sambil meraih
bahu Tiara dan memeluknya. "Thanks Ra, loe emang sahabat gue," Niken
menepuk punggung Tiara yang juga balik memeluk erat tubuh Niken.
Sepulang
mengajar, Tiara memang langsung ke rumah Niken dan kedua sahabat ini sedang
ngobrol di kamar Niken. "Eh iya, gimana perjodohan itu Ra," tanya
Niken setelah mereka kembali duduk bersisian di atas ranjang. Tiara menarik
nafas panjang lalu menghembusnya, matanya terpejam menggeleng. Niken
memperhatikan reaksi Tiara, hening sejenak. "Dua hari yang lalu Mas Danang
datang ke rumah, eh sama Mama langsung di suruh tinggalin gue," Tiara
menatap lurus ke depan, ada sebening air mata di pelupuknya. "Mama sudah
bilang soal perjodohan itu dan minta Mas Danang untuk membiarkan gue menerima
keputusan keluarga, Mama juga meminta Mas Danang untuk tidak menghalangi niat
kedua keluarga yang telah sepakat menentukan ta'aruf minggu depan," Tiara
menjelaskan terpatah menahan isak. Niken menepuk tangan Tiara tersenyum.
"Minggu
depan Ra, apa loe sudah ketemu sama calon loe itu, eh maksudnya Mas
Rafiq," tanya Niken. Tiara menggeleng. "Jadi loe belum pernah sama
sekali ketemu Rafiq," Niken mencoba meyakinkan. "Iya gue belum pernah
sama sekali ketemu dia, kan dia tinggal di Solo sama neneknya dan baru kembali
ke Jakarta tiga bulan ini, itupun karena dia dipindahkan tugas," jawab
Tiara. Niken menangguk-angguk. "Apa enggak sebaiknya kalian ketemuan
dulu," saran Niken. "Nah itu dia yang mau gue ceritakan sama
loe," Tiara menyeka air matanya menatap Niken yang sejak tadi juga terus
memperhatikannya. "Gue pengen ketemu dia nanti sore tapi tanpa
sepengetahuan keluarga kami, makanya gue minta loe temenin gue," Tiara
menatap memohon pada Niken. Niken terkejut, gelagapan dia menjawab, "Sama
gue Ra?"
"Iya,
emang kenapa," jawab Tiara yang menyadari ada perubahan dari raut wajah
Niken. "Enggak kenapa-napa sih, tapi kan loe tahu gue abis kecelakaan gini
jadi mana nyokap ngijinin gue keluar, orang buat jalan aja masih ngilu
banget," Niken berusaha menolak dengan alasan rasa sakitnya. "Iya sih,
tapi masa gue berdua sih," timpal Tiara. "Ya udah emang kenapa, kan
kalian mau saling mengenal," ucap Niken memberi semangat. Tiara tersenyum
getir menggigit bibirnya dan Niken menepuk-nepuk punggung tangan Tiara.