BAB 9. Dafa Sakit

Table of Contents

Keluar dari restoran Bakmi Gajah Mada, keduanya berjalan menelusuri pusat perbelanjaan ini. "Kita beli donat dulu yuk, tuk oleh-oleh Pak Wahyu," ajak Dafa ketika mereka melintas di sebuah kedai donat. "Ngga usah, Fa, ayah ngga terlalu suka donat, eh maksudnya makanan yang terlalu manis," tolak Zahra hingga keduanya kembali berjalan. "Trus kita beliin apa ayah kamu?" tambah Dafa. "Ngga usah dibeliin apapun, soalnya selepas magrib ayah ada acara di masjid," jelasnya. "Dah ngga usah pikirin ayah, santai aja," tambah Zahra yang tiba-tiba menghentikan langkahnya karena melihat Galih. Galih pun tak sengaja melihat Zahra, hingga keduanya beradu tatapan.

 

"Galih," panggil Zahra, Galih pun mendekat. "Hai, Bu Ara," sapa Galih yang telah berada berhadapan dengan Zahra dan Dafa.

 

"Hai, Pak, kenalin ini Dafa," jawab Zahra, melirik ke arah Dafa. "Fa, ini Galih, teman mengajarku di sekolah, dia guru olahraga," jelas Zahra. Dafa dan Galih saling berjabat tangan. "Oke, Bu Ara, saya duluan ya," pamit Galih, dan langsung melangkah meninggalkan keduanya. Kembali Zahra dan Dafa melangkah berjalan, menikmati keramaian di pusat perbelanjaan ini.

 

"Ra, aku mau ke toilet dulu ya," Dafa berkata selagi mereka asyik melihat pameran buku. "Iya, sana, aku tunggu di sini aja," jawab Zahra sambil asyik melihat barisan buku yang terpajang.

 

Tak berapa lama kemudian, Dafa datang dengan membawa sebuah bungkusan. "Dah, Ra, kamu dapat apa?" tanya nya saat telah berada di sisi Zahra yang masih asyik dengan membaca sampul sebuah novel. "Ngga ah, kan tadi aku dah beli dua novel," jawab Zahra sambil menaruh buku di tempatnya.

 

"Kamu bawa apa?" tanya Zahra yang melihat tentengan di tangan Dafa.

 

"Oh, ini kue keju untuk kamu," jawab Dafa, dengan memperlihatkan apa yang dibawanya. Zahra tersenyum, "Buat aku? Terimakasih ya," dia menjawab, dan mengambil kantung yang dipegang Dafa. Keduanya melangkah meninggalkan pameran buku. Tiba-tiba Dafa terlihat lesu, "Kamu kenapa, Fa?" tanya Zahra yang melihat perubahan raut muka dan gerakan Dafa yang seperti keletihan.

 

"Tahu nih badan, ngga bersahabat," jawabnya lesu.

 

"Ya udah, kita pulang aja," ajak Zahra, dan Dafa menyetujuinya. Mereka melangkah menuju parkiran. Setelah di dalam mobil, tiba-tiba Dafa terlihat lemas lunglai di atas kursi pengemudi.

 

Zahra sedikit panik, "Fa, kamu kenapa?" Zahra langsung memberanikan diri memegang tangan Dafa yang memejamkan mata.

 

"Kamu baik-baik aja kan?" tanya nya lagi. Dafa menggeleng kecil.

 

"Kayanya aku ngga sanggup nyetir deh," ucapnya lirih.

 

"Ya, dah, sini aku aja yang bawa mobilnya," Zahra langsung keluar untuk pindah ke tempat supir. Wanita cantik ini membuka pintu sebelah kanan dan membantu Dafa keluar hingga pindah duduk di sebelah kiri.

 

Siap untuk mengemudikan mobil, Zahra bertanya, "Apa sebaiknya kita ke rumah sakit?"

 

"Ngga usah, aku hanya butuh istirahat," ujar Dafa yang masih lemas. "Tapi aku jangan dibawa ke rumah, dan tolong jangan ceritakan masalah ini ke orang tuaku ataupun ayahmu," pelan-pelan Dafa meminta agar Zahra mengantarnya ke sebuah apartemen di kawasan Otista miliknya.

 

Sepanjang jalan, keduanya terdiam sampai di parkiran gedung apartemen. Zahra membantu Dafa keluar dari dalam mobil, berjalan ke arah lift, sampai di dalam kamar apartemen Dafa. Zahra berkata, "Fa, kamu baik-baik aja kan?"

 

Anggukan kecil sebagai jawaban. "Aku ngga kenapa kok, Ra, santai aja, nanti bentar lagi juga dah enak," jawab Dafa. Dia berusaha mengambil segelas air dan sebotol obat. "Fa, aku numpang sholat ya," pinta Zahra.

 

"Silahkan, tapi maaf, aku ngga ada mukena," lirih dia menjawab.

 

"Aku bawa kok, Fa," ucap Zahra, langsung berdiri menuju ke kamar mandi. Setelah sholat, Zahra kembali duduk di samping Dafa.

 

"Gimana, Fa, dah enakan?" tanyanya.

 

"Alhamdulillah," senyum Dafa.

 

"Alhamdulillah, syukur lah," jawab Zahra.

 

"Fa, aku pulang dulu ya," tambah Zahra.

 

"Kamu naik apa, Ra, dan maaf ya, aku ngga bisa antar kamu pulang," Dafa menjawab. "Santai aja, Fa, ngga usah jadi beban, aku bisa naik kendaraan umum," timpal Zahra, sambil berdiri dan pamit. Keduanya kemudian melangkah ke arah lift, pintu lift tertutup, Zahra meninggalkan Dafa yang mengantarnya.

 

"Hati-hati ya, Ra, sekali lagi maaf, dan sampaikan salam untuk Pak Wahyu," Dafa berkata sebelum mereka berpisah. Zahra memberi jawaban dengan melempar senyum termanisnya dan sebuah anggukan.

 

Zahra melangkah meninggalkan gedung berlantai 15 di kawasan Jakarta Timur ini. Sepanjang langkahnya, dia tak berhenti memikirkan kejadian bersama Dafa dengan semua permasalahannya. Sebuah taksi melintas, segera Zahra melambai, dan setelah naik, dia meminta supir mengantarkan ke rumahnya.

 

 

Bersambung……


Rina Indrawati
Rina Indrawati Rina Indrawati, seorang ibu rumah tangga yang menjadikan menulis sebagai terapi jiwa. Ada kebahagiaan tak terhingga yang dirasakannya setiap kali berhasil merangkai kata menjadi sebuah tulisan. Kebahagiaan itu pula yang mengantarkannya melahirkan dua buku solo: Rajutan Awan (2021) dan novel fiksi Rana Jelita (2024). Pengalamannya juga diperkaya dengan keikutsertaan dalam berbagai event antologi. Saat ini, Rina sedang fokus mengembangkan tulisannya di situs literasi rajutanaksara.com. Ingin mengenal Rina lebih dekat? Jangan ragu untuk menghubunginya: Ponsel: 08118411692 Instagram: rinaindrawati16 TikTok: rinaindrawati6

Posting Komentar