BAB 8. Satu Rahasia

Table of Contents

Ludes habis hidangan di hadapan keduanya, namun sunyi menyelimuti kebersamaan pasangan ini. Zahra tak memiliki pembicaraan, hingga dia hanya asyik menikmati semangkuk bakmi GM spesial bakso serta segelas lemon tea-nya. Dafa, selain asyik menikmati makanannya, juga selalu mencuri pandang menatap wajah Zahra.

 

"Ra, maaf ada yang mau aku ceritakan," Dafa membuka obrolan setelah keduanya selesai makan.

 

"Apa?" jawab Zahra yang mulai merasa ada sesuatu yang Dafa ingin sampaikan.

 

"Sebenarnya aku nggak mau dijodohkan," kata Dafa, mulai menjelaskan permasalahannya. "Aku menyimpan sebuah rahasia dari kedua orang tuaku," tambahnya. Bola mata Dafa mengelilingi seisi ruangan, seolah dia ingin membuang segala rasanya. Zahra kaget dengan omongan Dafa hingga dia menatap Dafa dengan keingintahuan. "Rahasia apa?" timpalnya pelan.

 

"Dokter memvonis aku dengan kelainan darah dan memprediksi usiaku hanya bisa bertahan paling lama dua tahun lagi, itupun bila kondisi aku kuat," jelasnya, tertahan sejenak mengigit bibir. Dafa melanjutkan kembali ucapannya. "Itu juga yang membuat aku tak ingin mengenal wanita, apalagi menikahinya." Dafa menarik nafas panjang. "Mama mendesak terus karena menurutnya aku sudah pantas dan harus segera menikah." Tangan Dafa mengusap mukanya. "Awalnya aku menolak, namun desakan mama dengan gencar menceritakan tentang kamu dan Pak Wahyu. Ya, aku menyerah dan mengikuti kemauan mama." Diam sejenak, namun tak lama Dafa melanjutkan kembali ucapannya. "Sekarang aku serahkan keputusan ini sama kamu, Ra, dan aku berharap tak ada penyesalan yang kelak nantinya bila keputusan itu telah kamu ambil." Dafa menatap lekat-lekat wajah Zahra yang sedari tadi menatapnya juga. Kedua tatapan itu beradu, dan Zahra merasakan ada satu rasa dari tatapan Dafa, selain sebutir air menggenang di pelupuk matanya. "Satu hal lagi, Ra, aku minta tolong tetap rahasiakan penyakitku ini dari kedua orang tuaku, karena aku tak ingin mereka sedih dan kepikiran terus pada ku." Dafa mulai memberanikan diri meraih tangan Zahra dan membawanya dalam genggaman. Zahra diam, tertunduk, membiarkan Dafa terus menggenggam tangannya.

 

Zahra diam terkunci, mendengar kenyataan dari cerita Dafa. "Aku mohon, jaga rahasia ini dari mama papa ku. Kalau pun kamu tak suka, kamu bisa menolak perjodohan ini," Dafa berkata tanpa melepas genggaman tangannya, ditambah tatapan penuh harap yang dilancarkan pada wanita di hadapannya.

 

Tak ada satu kata pun yang mampu Zahra ucap, dia hanya mencoba berani menatap balik ke Dafa hingga keduanya saling beradu tatapan.

 

"Fa, kamu harus optimis dan yakin ada Allah yang selalu ada," akhirnya Zahra mampu membuka katanya. Dafa mengangguk dan mengusap tangan Zahra.

 

"Aku yakin kamu kuat, Fa," sambung Zahra yang kini mulai berani membalas genggaman tangan Dafa.

 

"Yah, sudahlah, maafin aku ya, Ra," kata Dafa, melepaskan genggaman itu, dan menarik nafas panjang, menjatuhkan punggungnya ke sandaran kursi. Senyum Zahra terkembang manis, dibalas senyum yang sama dari Dafa, dan secara bersamaan keduanya tertawa ringan.

 

"Kita pulang yuk," ajak Dafa, lantas berdiri, diikuti Zahra. Keduanya melangkah meninggalkan restoran ini.

 

Bersambung……..


Rina Indrawati
Rina Indrawati Rina Indrawati, seorang ibu rumah tangga yang menjadikan menulis sebagai terapi jiwa. Ada kebahagiaan tak terhingga yang dirasakannya setiap kali berhasil merangkai kata menjadi sebuah tulisan. Kebahagiaan itu pula yang mengantarkannya melahirkan dua buku solo: Rajutan Awan (2021) dan novel fiksi Rana Jelita (2024). Pengalamannya juga diperkaya dengan keikutsertaan dalam berbagai event antologi. Saat ini, Rina sedang fokus mengembangkan tulisannya di situs literasi rajutanaksara.com. Ingin mengenal Rina lebih dekat? Jangan ragu untuk menghubunginya: Ponsel: 08118411692 Instagram: rinaindrawati16 TikTok: rinaindrawati6

Posting Komentar