BAB 6. Kejutan yang tak diinginkan
Saat hampir sore di dekat rumah, dari kejauhan Zahra melihat
sebuah mobil Honda Jazz berwarna putih parkir di depan rumahnya. Gerbang rumah
terbuka, segera Zahra memarkirkan sepeda motornya di tempat biasa. “Ada tamu
ayah nih, tapi siapa ya,” gumamnya dalam hati sambil terus bebenah merapikan
perlengkapannya. Urusan merapikan motor dengan segala perlengkapannya selesai,
masuklah wanita penyuka novel fiksi.
“Assalamualaikum,” salam Zahra saat masuk ke dalam rumah. Ada
tiga orang laki-laki dan seorang wanita yang serempak menjawab,
“Waalaikumsalam.”
“Nah, ini putri saya, Zahra,” kata salah satu laki-laki,
yaitu ayahnya Zahra.
“Ra, kenalkan Iko Pak Arif Jo, urang rumah nyo,” Pak Wahyu
menyuruh anaknya berkenalan dengan tamu yang sudah menantinya. Dan itu Dafa,
putra mereka,” kembali ayah menyuruh Zahra berkenalan pada salah satu tamunya.
Zahra menyalami mereka satu persatu.
“Duduk di sini, di sebelah ayah dulu,” kata Pak Wahyu saat
melihat gelagat Zahra yang ingin meninggalkan ruang tamu. Terpaksa Zahra duduk
di samping Pak Wahyu. “Bu Shinta adalah kawan semasa kuliah ayah. Kami
sama-sama kuliah di kampus Andaleh,” sambung Pak Wahyu menerangkan. Zahra diam
tersenyum ke arah Bu Shinta.
“Pak Arif adalah kakak kelas ayah semasa di SMA 1 Padang,”
Pak Wahyu tertawa kecil. “Indak menyangko inyo jadi laki bini dan ana laki-laki
mereka kini lah gadang tampan dan lah jadi urang,” sambung Pak Wahyu. Pak Arif
dan Bu Shinta tersenyum menimpali cerita Pak Wahyu.
“Kamu mengajar di mana, cantik?” tanya Bu Shinta dalam tatapan
kasih sayang.
“Di SD Kusuma 1, Bu,” jawab Zahra singkat.
“Daerah mana tuh?” timpal Pak Arif.
“Di Pancoran, Pak,” jawab Zahra lagi. Obrolan basa-basi
membuat Zahra menerka apa sih maksud tamu-tamu ayah, batin dan pikiran Zahra
berperang menebak arah pembicaraan mereka.
Pak Wahyu dengan kearifannya tenang menjelaskan, “Ra,
makasuik kami mnunggu kau adalah ingin manganalkan kau jo Dafa, sarato kami
berharap kalian mau bajodohan.” Sontak Zahra menatap lurus ke ayahnya dengan
tatapan tak percaya. Ayah dan keluarga Pak Arif ingin menjodohkan dirinya
dengan Dafa, putra mereka. Air muka Zahra kaget memandang ayahnya dengan raut
protes, diam menarik nafas pelan sambil memejamkan mata berharap ini hanya
mimpi.
“Maaf yah, Bapak
Ibu, saya ijin masuk karena ada tugas yang harus saya selesaikan,” Zahra
berkata sambil berdiri melangkah meninggalkan ayah dan tamunya yang tak
menyangka dengan sikap Zahra. Di dalam kamar, Zahra duduk menutup mukanya
dengan kedua tangan sambil berteriak dalam hati, “Onde mande... apa sih ini,
melamar perjodohan, kenal aja belum.” Tarikan nafas panjang dihempaskan untuk
membuang rasanya.
Bersambung……
Posting Komentar