BAB 5. Sehari Bersamamu
“Bagaimana, Bu Ara dan
Pak Gilang, kalian bersedia kan menjadi guru tamu di SD Kusuma 2?” tanya Bu
Citra, sang kepala sekolah.
“Hanya satu hari saja, kok,” tambah Bu Citra.
“Saya bersedia, Bu. Kalau Bu Ara gimana?” jawab Gilang sambil
merilis ke arah Zahra. Sesaat Zahra diam, namun senyum terkembang dan berkata,
“Baik Bu, saya bersedia bila memang ini menjadi tugas saya.”
“Alhamdulillah, besok pagi kalian langsung ke SD Kusuma 2,”
kata Bu Citra lega, dan langsung berdiri menyalami kedua guru di hadapannya.
Inilah hasil pertemuan dengan Bu Kepala Sekolah yang menugaskan Zahra dan
Gilang untuk menjadi guru tamu di sekolah lain.
Keesokan harinya. “Assalamualaikum, Bu Ara,” sambut Galih
ketika melihat Zahra keluar dari dalam rumah.
“Wa alaikum salam,” jawab Zahra kaget melihat Galih telah ada
di depan rumahnya.
“Bapak kok ada di sini dan tahu dari mana rumah saya?” tanya
Zahra sedikit gugup, kesal, heran mengapa laki-laki yang satu ini telah nongol
di rumahnya.
Senyum manis yang menjadi ciri khas Galih terlukis di wajah
laki-laki berpenampilan rapi dengan aroma parfum yang mengoda.
“Dari alamat yang saya tanya di Tata Usaha. Ya sudahlah, ngga
perlu penjelasan kan, naik aja dah, siang nih, nanti kita terlambat lagi,”
jawabnya santai sambil memberi isyarat agar Zahra segera naik ke sepeda
motornya.
“Ngga usah, Pak, saya bawa motor sendiri aja,” jawab Zahra
menolak. “Kita beriringan aja,” tambahnya sambil membalikkan badan hendak
melangkah menuju Honda Vario-nya.
“Yah, kan saya dah sampai, masa kaya bocah aja,” jawab Galih
melirik ke arah Zahra yang sejenak membalikkan badannya.
“Dah, ambil helm aja, kita bareng kan, itung-itung hemat
bensin,” rayu Galih dengan senyum sebagai senjata pamungkasnya. Perjuangan
Galih meluruhkan hatinya tak sia-sia, keduanya pun meluncur dengan sepeda motor
Yamaha Max. “Alhamdulillah, sampai juga,” kata Galih setelah motornya sampai di
parkiran dan dia telah memarkirkan si roda dua ini dengan selayaknya. Zahra
berdiri mendekati kaca spion. “Numpang ngaca dulu ya, Pak,” katanya dengan
tangan cekatan merapikan hijabnya.
“Ah, ngga usah pake dirapikan, kamu memang cantik alami,”
timpal Galih menggoda. Zahra senyum kecut lantas melangkah meninggalkan Galih
yang tertawa geli melihat kelakuan Zahra, namun dia bergegas melangkah menyusul
hingga keduanya berjalan bersisian memasuki gedung sekolah.
Tugas mengajar selesai, di parkiran motor, Galih telah
menunggu. “Maaf, Pak, tadi saya ke toilet dulu,” kata Zahra ketika sampai di
dekat Galih. Galih menjawab, “Aku setia kok menanti bidadari cantik,” disertai
senyum ciri khasnya yang menggoda. Yamaha Max pun meluncur meninggalkan
parkiran SD Kusuma 2 dan menerabas jalan raya, Galih mengarahkan dan
memberhentikan sepeda motornya di sebuah rumah makan Padang.
“Kenapa berhenti di sini, Pak?” Zahra bertanya setelah motor
berhenti.
“Saya lapar, Bu, kita makan yuk,” ajak Galih merajuk. Zahra
tak menjawab, dia turun dan merapikan helmnya, kemudian melangkah masuk ke
rumah makan tersebut. Duduk berhadapan di sebuah meja dekat jendela, mereka di
sana, menu makanan dipesan, dan obrolan santai menemani mereka menunggu
hidangan.
“Jujur, sejak pertemuan pertama, aku terkesan dengan Bu Ara,”
Galih membuka obrolan.
“Terkesan apa?” jawab Zahra.
“Wajah cantik dan cara mengajar Ibu yang menarik, hingga
anak-anak sangat menyukai Ibu,” jelasnya dalam tatapan kekaguman.
“Biasa aja, kan sebagai guru memang harus seperti itu,”
timpal Zahra yang mulai menyadari bahwa Galih sedari tadi menatapnya tak
berkedip. Zahra membuang wajahnya serta pandangannya ke arah lain dan tak lama
kemudian pesanan mereka datang. Sambil menikmati menu makanan, Galih berhasil
membuat Zahra lepas tertawa dengan lelucon dan gurauan yang dia celotehkan,
meski pada awalnya Zahra hanya diam ataupun tersenyum.
Menikmati sepiring nasi rendang ditambah segelas es teh manis
ditambah obrolan yang lama kelamaan membuat kedekatan keduanya. Entah apa yang
menyatukan dua guru ini karena kebersamaan mereka seolah seperti dua orang yang
telah saling mengenal. Zahra terlihat bahagia menikmati sehari bersama Galih.
Bersambung…..
Posting Komentar