BAB 3. Kantin Sekolah

Table of Contents

Kegiatan sekolah hari ini telah selesai, dan seluruh siswa telah pulang. Zahra pergi ke kantin untuk makan siang. Setiba di kantin, Zahra bertemu dengan Galih. Galih langsung menyapa Zahra, “Assalamualaikum, Bu Zahra.” Galih tersenyum sambil melangkah mendekati Zahra. Zahra menjawab, “Waalaikumsalam, Pak.”

 

Galih melanjutkan kedekatan dengan mengajak Zahra ngobrol, “Ibu mau makan siang? Boleh saya menemani ibu makan? Kalau ibu bersedia, kita makan bareng di meja depan mie ayam.” Ajak Galih yang meminta Zahra untuk duduk bareng. Zahra hanya membalas dengan tersenyum sambil memesan gado-gado. Selesai memesan, Zahra langsung duduk di meja yang ditawarkan Galih tadi. Suasana kantin sekolah sepi, hanya dua orang guru yang duduk sedikit jauh dari mereka.

 

“Maaf ya tadi pagi saya buru-buru, nggak enak kalau Bu Citra menunggu kelamaan,” kata Galih membuka obrolan. “Lain kali jangan begitu,” singkat Zahra menjawab ketus, “Bikin mood orang hilang aja,” tambahnya lagi. “Insya Allah, Bu, makanya maafin ya,” kata Galih dengan senyum permohonan. Zahra tak menjawab, dia membuang tatapannya ke arah penjual gado-gado. Tak lama kemudian, seorang ibu mengantarkan sepiring gado-gado, “Ini, Bu Ara,” kata sang ibu. Zahra menerimanya, “Terima kasih, Bu Asih.”

 

“Ibu sudah lama mengajar di sekolah ini?” kembali Galih mencoba pendekatan dengan Zahra. “Sudah tiga tahun,” jawab Zahra sambil mengaduk nasi dan gado-gadonya. “Bapak pindahan dari Padang,” sambungnya.

 

“Eh, makan, Pak,” tawar Zahra sambil menyuap makanannya. “Iya,” singkat Galih menjawab juga sambil menikmati semangkuk mie ayam. “Padangnya dimana, Pak?” tanya Zahra. “SD 11 Payakumbuah,” jawab Galih. “Oh, yang di Tanah Mati, napa ya,” lanjutnya.

 

“Kok ibu tahu,” heran Galih menatap Zahra. “Angku dan Andung tinggal di Lampasi,” jelas Zahra. “Wah, gadis Minang dong,” timpal Galih tersenyum. Zahra tak menjawab, dia fokus menghabiskan makannya. Obrolan santai lainnya terjadi di antara keduanya hingga mereka sama-sama menghabiskan hidangan di hadapan.

 

“Pak, saya duluan ya karena masih ada kerjaan,” kata Zahra sambil berdiri dan membalikkan badan meninggalkan Galih yang kaget tak menyangka Zahra akan pergi begitu saja. “Alhamdulillah, selesai juga tugas hari ini,” gumam Zahra sambil menghempaskan dirinya pada sandaran kursi disertai tarikan nafas panjang. Sejenak menghilangkan penat, Zahra tersenyum sendiri, “Lumayan juga, Pak Galih,” gumamnya. “Aaahhh, apaan sih nih pikiran, ngaco,” gerutu nya sendiri. Zahra bangkit, mengambil tasnya, dan melangkah keluar menuju halaman parkir.

 

 

Bersambung….


Rina Indrawati
Rina Indrawati Rina Indrawati, seorang ibu rumah tangga yang menjadikan menulis sebagai terapi jiwa. Ada kebahagiaan tak terhingga yang dirasakannya setiap kali berhasil merangkai kata menjadi sebuah tulisan. Kebahagiaan itu pula yang mengantarkannya melahirkan dua buku solo: Rajutan Awan (2021) dan novel fiksi Rana Jelita (2024). Pengalamannya juga diperkaya dengan keikutsertaan dalam berbagai event antologi. Saat ini, Rina sedang fokus mengembangkan tulisannya di situs literasi rajutanaksara.com. Ingin mengenal Rina lebih dekat? Jangan ragu untuk menghubunginya: Ponsel: 08118411692 Instagram: rinaindrawati16 TikTok: rinaindrawati6

Posting Komentar