BAB 13. Bertukar Kejutan

Table of Contents

Zahra telah mengambil keputusan menerima perjodohan dan siap menjadi istri Dafa, pertemuan keluarga telah berlangsung. Kini kedua belah pihak mulai mempersiapkan semua keperluan untuk acara pernikahan Zahra dan Dafa. Zahra memang sudah pernah menceritakan permasalahan ini pada Galih. Kali ini Zahra ingin menyampaikan kabar pernikahannya serta mengundang Galih untuk datang. Sepulang mengajar, Zahra telah membuat janji dengan Galih untuk bertemu di warung mie ayam dekat rumah Zahra.

 

“Galih, ada yang mau aku omongin,” Zahra membuka obrolan saat mereka telah duduk berhadapan, menunggu pesanan yang telah mereka minta pada penjual mie ayam. Senyum Galih terkembang, asyik menikmati wajah wanita di hadapannya. “Aku juga ada berita untukmu,” jawaban singkat sambil tak berkedip memandang Zahra. Zahra jengah dilihat hangat oleh laki-laki yang sesungguhnya dia inginkan.

 

“Ya udah, kamu aja duluan ngomong,” jawab Zahra, membuang wajahnya, menghindari tatapan Galih. Galih tertawa lepas riang, namun dengan suara rendah. “Lah, yang duluan kan wanita,” timpalnya dengan gurauan seperti biasanya. Mie ayam sesuai pesanan datang, diam hanya itu yang menemani keduanya menyantap makanan. Sesekali Galih mencairkan suasana dengan lelucon kecil, gayung bersambut, Zahra sudah tak canggung, bahkan telah terbiasa, dan justru inilah benih rindu bila tak bertemu Galih. Zahra menanggapi dengan senyum manisnya, sambil asyik menyantap makanannya.

 

“Aku akan menikah dengan Dafa empat bulan lagi,” kata Zahra setelah menyelesaikan makannya. “Kok cepat amat sih, Ra,” timpal Galih pelan, seolah dia tak berkenan. Zahra tersenyum sambil berkata, “Ini keputusan kedua keluarga, trus kamu mau ngomong apa?”

 

“Aku mau pindah mengajar di SD Kusuma 2,” jawab Galih serius. “Lah kok kamu, bukannya Pak Retno ya,” Zahra kaget mendengar perkataan Galih, karena setahu dia Pak Retno yang diminta Bu Citra untuk pindah mengajar. Galih tersenyum, namun raut keseriusan dia menjelaskan, “Pak Retno baru pindah ke Cipulir, dia menolak karena jarak tempuhnya lumayan jauh. Trus Bu Citra meminta aku mengantikannya.”

 

“Jangan bilang kalau kamu sengaja menjauh dari aku,” Zahra mengatakan kerisauannya. Galih tertawa lebar, dan meraih tangan Zahra, digenggamnya tangan wanita pujaannya ini dengan sangat lembut. Cinta terpancar dari hangatnya genggaman tangan keduanya yang saling menyalurkan kerinduan dalam perasaan masing-masing.

 

“Ya, itu salah satu alasan juga, mana aku sanggup terus menerus memandang wajah cantik istri orang,” timpalnya. “Maafin aku, Lih,” Zahra menjawab pelan. “Ngga ada yang perlu dimaafin, Ra, cinta itu ngga selamanya harus memiliki,” tatapan Galih menusuk hati Zahra, hingga air mata menggenang di pelupuk mata Zahra.

 

“Aku sangat mencintaimu, Ra. Aku berharap kamu bahagia dengan Dafa,” Galih mengusap tangan Zahra yang tak dilepas dari genggamannya. “Jangan menangis, Ra. Aku percaya ada cinta di hatimu untukku, namun aku juga yakin bila keputusan yang kamu ambil adalah benar,” sambungnya sambil sebelah tangannya meraih tisu dan menghapus sebutir air yang jatuh di pipi Zahra. Zahra melepaskan tangannya, dan mengambil sendiri tisu untuk menyeka air matanya.

 

“Kita pulang, Lih,” ajak Zahra, lantas merapikan diri, lantas berdiri melangkah meninggalkan Galih yang masih menatapnya.

 

 

Bersambung……..


Rina Indrawati
Rina Indrawati Rina Indrawati, seorang ibu rumah tangga yang menjadikan menulis sebagai terapi jiwa. Ada kebahagiaan tak terhingga yang dirasakannya setiap kali berhasil merangkai kata menjadi sebuah tulisan. Kebahagiaan itu pula yang mengantarkannya melahirkan dua buku solo: Rajutan Awan (2021) dan novel fiksi Rana Jelita (2024). Pengalamannya juga diperkaya dengan keikutsertaan dalam berbagai event antologi. Saat ini, Rina sedang fokus mengembangkan tulisannya di situs literasi rajutanaksara.com. Ingin mengenal Rina lebih dekat? Jangan ragu untuk menghubunginya: Ponsel: 08118411692 Instagram: rinaindrawati16 TikTok: rinaindrawati6

Posting Komentar