BAB 12. Menerima Perjodohan

Table of Contents

“Yah, Ara mau ngomong,” Zahra berkata membuka obrolan dengan ayahnya takala mereka sedang menonton televisi.

 

“Ado apo, Ra?” jawab Pak Wahyu menoleh ke putri kesayangannya. “Ara mau menikah dengan Dafa,” jelas Zahra tegas, menatap ayahnya. “Kalau bisa dipercepat itu lebih baik, akad nikah aja dulu ya,” Zahra mengatakan isi hatinya dengan kemantapan.

 

Pak Wahyu terkesima dengan ucapan anaknya dan menatapnya penuh tanda tanya. “Lai nan sabananyo, Ra?” ucap Pak Wahyu memandang putrinya dengan raut heran bingung, tak percaya hingga bola matanya lurus menyelidik.

 

“Iya, Ara serius ya,” timpal Zahra, meyakinkan bahwa keputusannya memang sudah mantap. “Indak ta paso kan?” tambah Pak Wahyu. Zahra mengeleng. “Jan kareno, Ayah,” cecar Pak Wahyu, lagi-lagi Zahra mengeleng. “Indak, Ayah. Ambo ambil keputusan ini tanpa terpaksa ataupun dipaksa, ini keputusan murni dari hati Ara,” mantap Zahra memberi keyakinan pada ayahnya.

 

“Ayah sayang ka Ara, Ayah pinta Ara bahagia, ko Allah mantap dan yakin jo keputusan itu ndak ba’a, yo sudahlah sacapenyo kito agih kaba ka keluarga Pak Arif,” sambung Pak Wahyu, “tapi ingek jo pasan Ayah, ba bini itu indak mudah, menyatukan duo famili indak duo manusia, kau lai biso membawa diri, kau lai jaleh jo masalahnyo jalanan, Ayah lai bado’a untuak kau,” Pak Wahyu menatap putrinya dengan senyum kebanggaannya. “Ayah lai paham jo anak Ayah dan lai jaleh pasan Ayah, kau alah gadang, Ra,” tambah Pak Wahyu. Zahra tersenyum mengangguk.

 

Pak Wahyu meyakinkan berulang kali bila apa yang dia dengar tidak salah, dan dia mencoba memberi pertimbangan agar Zahra memikirkan lagi keputusannya, sebab Pak Wahyu tak ingin memaksakan kehendak bila Zahra tak bahagia. Zahra pun tak goyah dengan petuah yang ayahnya sampaikan, justru keyakinannya lah yang membuat Pak Wahyu bangga memiliki putri seperti Zahra.

 

Kabar ini segera Pak Wahyu sampaikan ke keluarga Pak Arif, pertemuan keluarga direncanakan untuk membahas kelanjutan persiapan pernikahan.

 

“Ra, kamu sudah pikirkan resikonya menerima perjodohan ini?” tanya Dafa ketika datang ke rumah Zahra sehari sebelum pertemuan keluarga digelar.

 

“Insya Allah, aku sudah yakin,” jawab Zahra mantap.

 

“Kamu siap dengan resikonya?” Dafa berusaha meyakinkan Zahra dengan segala pertimbangan, karena dia tak ingin Zahra menikah dengannya hanya karena kasihan.

 

Awalnya Zahra pun pernah berpikir seperti apa yang Dafa utarakan, rasa kasihan dan setelah menikah siap menjadi seorang janda. Entah sinyal dari mana, benih cinta itu hadir di hati Zahra, hingga gadis berdarah Minang ini memantapkan hatinya untuk menikah dengan seorang laki-laki yang menyimpan sebuah rahasia kesehatan pada keluarganya sendiri.

 

Senyum bahagia terlukis di wajah Dafa sebagai ungkapan kebahagiaan dan rasa terima kasihnya untuk Zahra. Kedua insan ini asyik tenggelam dalam hayalan masing-masing, karena Zahra adalah tipe wanita pendiam, namun Dafa mewarnai kebersamaan mereka dengan menceritakan pengalaman-pengalaman dia yang bekerja sebagai pengusaha wallpaper.

 

 

Bersambung……..


Rina Indrawati
Rina Indrawati Rina Indrawati, seorang ibu rumah tangga yang menjadikan menulis sebagai terapi jiwa. Ada kebahagiaan tak terhingga yang dirasakannya setiap kali berhasil merangkai kata menjadi sebuah tulisan. Kebahagiaan itu pula yang mengantarkannya melahirkan dua buku solo: Rajutan Awan (2021) dan novel fiksi Rana Jelita (2024). Pengalamannya juga diperkaya dengan keikutsertaan dalam berbagai event antologi. Saat ini, Rina sedang fokus mengembangkan tulisannya di situs literasi rajutanaksara.com. Ingin mengenal Rina lebih dekat? Jangan ragu untuk menghubunginya: Ponsel: 08118411692 Instagram: rinaindrawati16 TikTok: rinaindrawati6

Posting Komentar