BAB 11. Keputusan Zahra
"Ya Allah... mana yang harus ku pilih, Galih ataukah
Dafa," gumam Zahra selagi dia berbaring di ranjang kamar tidurnya. Kalau
boleh jujur, Zahra lebih menyukai Galih, banyak kemiripan kenyamanan yang dia
rasakan bila bersamanya. Perjuangan Dafa melawan penyakitnya melahirkan benih
iba di hati Zahra, dan prinsip cinta bisa hadir bila saling dan selalu bertemu,
selain Zahra memang tak ingin mengenal pacaran, baginya ta'aruf merupakan jalan
yang diridhoi Allah.
Lamunan Zahra buyar saat ponselnya berdering. Ada pesan
singkat dari Dafa yang meminta tolong Zahra menemani Dafa ke rumah sakit untuk
menjalani tes medis. Zahra membalas dengan mengatakan bahwa dia akan izin dulu
ke ayahnya.
Avanza biru bermahkota berhenti di depan rumah. Setelah
mendapat izin dari ayah, Zahra segera memesan taksi Blue Bird untuk menjemput
Dafa di apartemennya. Dafa sudah menunggu di lobby apartemen. Tanpa
berbasa-basi, laki-laki berpenampilan sederhana ini masuk ke dalam mobil,
meluncurlah mereka ke sebuah rumah sakit di kawasan Jatinegara, Jakarta Timur.
Lebih dari tiga jam Zahra menunggu, menemani pemeriksaan
medis Dafa. Penjelasan dokter menambah keyakinan Zahra untuk menerima
perjodohan dengan Dafa.
"Ra, kamu sudah tahu bagaimana keadaanku," kata
Dafa ketika mereka makan siang di kantin rumah sakit.
"Iya," jawab Zahra singkat.
"Trus, menurut kamu, apakah niat kedua orang tua kita
akan dilanjutkan," sambung Dafa. "Kalau memang kamu tak bersedia,
biar aku yang akan menyelesaikan masalah ini dengan mama, papa, serta Pak
Wahyu," jelas Dafa.
"Aku menerima perjodohan ini dan siap menikah denganmu,
bila perlu pernikahan ini harus secepatnya," jawab Zahra tegas. Sontak
Dafa melotot, menatap Zahra, "Kamu ngga becanda kan?" tanya dia
penasaran. Anggukan Zahra mempertegas keputusannya.
"Kamu benar-benar yakin dan sudah kamu pikirkan segala
resikonya," Dafa masih berusaha meyakinkan dirinya dari jawaban Zahra.
"Iya, Fa,
seratus persen aku yakin dan siap menjadi istri kamu dalam suka dan duka,"
jelas Zahra, meyakinkan Dafa dengan menatapnya. Dafa tersenyum lebar, meraih
tangan Zahra, menikmati kebahagiaan dari keputusan yang Zahra sampaikan.
Bersambung……..
Posting Komentar