Antara aku, kamu dan dia bagian 6

Table of Contents

Di pagi harinya setelah sarapan, Zalfa berniat mengajak Mila menikmati kota Solo. Rencananya, tunangan Zalfa yang bernama Toni juga akan ikut karena Toni lah yang akan menjadi supir mereka. Untuk itu, Zalfa akan memperkenalkan Toni pada Mila sebelum mereka berangkat. Mila, Zalfa, Lisa, Qori, serta Pak Suraji (ayah Zalfa) dan Pak Rusli (ayah Lisa) sedang duduk di teras rumah, mereka ngobrol santai dengan berbagai topik.

 

Obrolan terhenti ketika sebuah mobil Avanza putih berhenti di depan pagar rumah. Zalfa yang mengetahui itu adalah Toni segera berdiri sambil meraih lengan Mila yang duduk di sisinya. "Yuk Mil, gue kenalin lo sama Mas Toni," ajak Zalfa, menatap Mila yang tertegun melihat seseorang yang turun dari mobil. Mila terperangah sejenak, menatap tak percaya. "Toni," ucapnya tertahan namun sangat pelan hingga Zalfa yang berdiri di sampingnya saja tak mendengar, hanya raut muka Mila yang melukiskan keterkejutan.

 

"Kenapa, La?" tanya Zalfa yang melihat perubahan raut muka Mila. Mila menelan ludah, mengigit bibirnya, menarik nafas, dan menghempasnya. Semua tatapan memperhatikan Mila. "La, loe baik-baik aja kan?" kembali Zalfa bertanya, membuat Mila tersadar. Dia berusaha memulihkan kembali dirinya yang tak menyangka dengan apa yang dilihatnya. "Eh, gue enggak kenapa kok, Fa," Mila menjawab lalu berdiri. "Yuk, katanya loe mau ngenalin sama calon loe," ajak Mila yang mulai melangkah.

 

Toni sudah separuh jalan memasuki halaman rumah, langkahnya terhenti ketika Zalfa dan Mila mendekat. Dia juga sangat terkejut ketika melihat Mila bersama Zalfa, namun sikap Mila yang tak menunjukkan pertanda sesuatu membuat dia juga bersikap sewajarnya. Saat berhadapan dengan indra Toni, Mila hanya terdiam dan pura-pura tak mengenalnya. Mila berusaha menyembunyikan perasaannya dalam hati. Begitu juga Toni.

 

"Assalamu'alaikum," Zalfa lebih dulu menyapa Toni yang masih berusaha mengatur hatinya. "Mas," sentak Zalfa yang sedikit kesal karena Toni hanya diam menatap Mila yang juga menatapnya. "Eh, walaikum salam," jawabnya, menoleh ke Zalfa tersenyum. Zalfa menaruh kecurigaan dengan sikap Mila dan Toni yang sama-sama seperti menyimpan sesuatu. "Mas, ini Mila sahabat kecilku yang tinggal di Jakarta, dia sengaja ambil cuti hanya untuk menghadiri acara kita," jelas Zalfa. Toni mengulurkan tangan lebih dulu dan Mila pun menerimanya hingga mereka saling berjabat tangan. "Mila," singkat Mila memperkenalkan dirinya. "Toni, seneng bisa kenal sama sahabatnya Zalfa," jawab Toni yang berusaha bisa berbasa-basi dengan Mila yang berusaha tersenyum. "Dah yuk kita ke teras dulu trus jalan deh biar enggak kesiangan," ucap Zalfa, meraih lengan Mila dan berjalan menuju ke teras rumah.

 

Mila berusaha untuk menghindari Toni setiap kesempatan. Mila tak ingin Zalfa tahu masalah sebenarnya dan merusak kebahagiaan sahabatnya. Hati Mila benar-benar sakit sekali menerima kenyataan bahwa tunangan sahabatnya adalah mantan kekasihnya, karena jujur di hati Mila masih menyimpan perasaan dengan Toni. Salah satu niat Mila ke Solo adalah mencari keberadaan Toni. Terakhir Mila berhubungan dengan Toni, dia memberikan alamat rumahnya dan nomor telepon rumah jika suatu saat Mila ke Solo, Toni berharap Mila mau menemuinya.

 

Kenyataan tak seindah apa yang kita bayangkan, itulah yang terjadi pada Mila. Di kota Solo, justru hatinya terasa lebih sakit lagi daripada waktu berpisah dengan Toni. Mila harus mengalah untuk sahabat kecilnya, dan Mila berusaha untuk menyembunyikan luka hatinya dari Zalfa. Mila sadar bahwa antara dia dan Toni memang sudah tak ada hubungan apapun, dan Toni telah memilih wanita lain untuk mendampinginya. Meskipun wanita pilihan Toni adalah sahabatnya, Mila harus ikhlas menerimanya.

 

Perjalanan wisata mengelilingi kota Solo di hari ini sangat tak nyaman bagi Mila, tapi Mila berusaha menyembunyikan perasaannya, walaupun Mila tak tahu bagaimana caranya dan sampai kapan Mila harus menyembunyikan cerita ini dari Zalfa.

 

Selesai sholat Maghrib yang dilakukan berjamaah dengan seluruh keluarga, Toni pamit pulang. Mila yang berusaha menghindar secara halus berpura-pura sakit perut dan menenggelamkan dirinya di toilet.

 

"Loe baik-baik aja kan, La?" tanya Zalfa yang telah berada di kamar yang disiapkan untuk Mila. Mila, yang memasang raut kesakitan, meringis sambil mengusap-usap perutnya yang telah dia baluri dengan minyak angin. "Sori, Fa, perut gue mules banget nih," Mila memejamkan mata, tak ingin beradu tatap dengan Zalfa yang telah duduk di sampingnya, menatap wajahnya. Zalfa menarik nafas, menghembuskannya dengan sejuta rasa. "Gue yang minta maaf, La, udah buat loe enggak nyaman," ucap Zalfa sedikit lirih. Zalfa menggigit bibirnya, dia mencoba untuk bertanya pada Mila tentang sesuatu yang sangat mengganjal dari sikap Mila setelah bertemu Toni. Senyap sejenak, keduanya terdiam dalam pikiran masing-masing. "La..." "Fa..." serentak keduanya berucap ingin mengutarakan sesuatu, tatapan mereka beradu, lantas keduanya kembali serempak tersenyum.

 

"Loe duluan aja, La," Zalfa mempersilahkan Mila terlebih dulu, sambil mengubah posisi duduknya. Mila bangkit duduk, mereka saling berhadapan. Mila meraih tangan Zalfa, namun Zalfa lebih dulu meraih bahu Mila dan merangkulnya. Keduanya melepas semua rasa dalam isak tangis yang akhirnya tertumpah. Mila lebih dulu melepaskan rangkulannya sambil mencium pipi Zalfa, Zalfa membalasnya dengan mencium pipi Mila juga. "Maafin gue ya, Fa," ucap Mila terbata sambil menyeka airmatanya. Zalfa tersenyum mengangguk. "Gue yang seharusnya minta maaf sama loe, La," Zalfa berdiri, melangkah ke meja yang letaknya tak jauh dari ranjang, dia mengambil tisu, membawa kembali duduk berhadapan dengan Mila. Zalfa memberikan beberapa lembar tisu. "Terima kasih, Fa," Mila menerima dan membersihkan sisa airmatanya dengan tisu, Zalfa juga membersihkan airmatanya sama seperti Mila.

 

"Fa, maaf kalau kehadiran gue merusak suasana di keluarga loe, dan gue berharap loe tetap melanjutkan rencana loe sama Toni," jelas Mila terbata, menatap Zalfa. "Iya, La, gue tadi sudah dengar sendiri dari Toni bahwa kalian sebenarnya pernah berhubungan, bahkan kalian juga belum pernah menyatakan putus," jawab Zalfa yang sudah tahu keadaan sebenarnya. Sebelum Toni pulang, Zalfa memaksa Toni untuk berterus terang menceritakan ada apa dengan semua ini. "Gue enggak mau menjadi penghalang hubungan kalian, Fa," Mila berusaha tegar, mengigit bibirnya. Zalfa menggeleng. "Enggak, La," Mila mengangkat dagunya, menatap Zalfa tak mengerti, sorot matanya menyatakan sebuah pertanyaan. "Gue juga enggak mau menyakiti sahabat sendiri, Mil," ucap Zalfa, balik menatap Mila. "Biar gue rembukin dulu masalah ini sama ayah ibu, yang pasti gue enggak mau mengkhianati persahabatan kita hanya karena seorang pria yang plinplan," ucap Zalfa, menarik nafas panjang. Mila ta'zim mendengarkan apa kelanjutan penjelasan Zalfa. "Gue udah curiga dari awal sama Toni juga, La, kayanya dia juga menyimpan rahasia lain yang gue sendiri susah banget nebaknya," lanjut Zalfa, mengubah posisi duduknya. "Maksud lo, Fa?" penasaran Mila bertanya. Zalfa mendesah, menggeleng. "Entah, La, gue sendiri bingung. Lamaran ini karena Toni yang memaksanya, bahkan dia telah meminta ayah ibu untuk acara akad nikahnya dua bulan lagi," Zalfa meneruskan ceritanya. "Ayah sebenarnya tidak setuju karena kami juga baru sebulan berkenalan, tapi mengapa Toni seperti memaksakan pernikahan bersama gue agar dilakukan secepatnya, seperti gue udah keduluan hamil aja," Zalfa tertawa kecil. "Astaghfirullah," gadis berkerudung kuning ini menepuk punggung tangan sahabatnya yang tetap menatapnya. "Naudzubillah min zalik," lanjut Zalfa, Mila tersenyum. "Nah, gitu deh ceritanya. Jujur sih, gue memang tertarik sama Toni, tapi bagi gue tetap ngerasa aneh ketika Toni memaksa untuk mempercepat pernikahan kami," kembali Zalfa bercerita. "Maaf ya, Fa," Mila sedikit memberi respon. "Loe enggak salah, malah gue senang sedikit kecurigaan gue terbukti, meski gue masih yakin akan ada kejutan lainya dari Toni," Zalfa terdiam, Mila meraih bahu Zalfa dan merangkulnya. "Tenang, Fa, gue siap jadi detektif buat loe," ucap Mila sambil menepuk-nepuk punggung Zalfa yang kembali terisak.

 

 

Bersambung…….

Rina Indrawati
Rina Indrawati Rina Indrawati, seorang ibu rumah tangga yang menjadikan menulis sebagai terapi jiwa. Ada kebahagiaan tak terhingga yang dirasakannya setiap kali berhasil merangkai kata menjadi sebuah tulisan. Kebahagiaan itu pula yang mengantarkannya melahirkan dua buku solo: Rajutan Awan (2021) dan novel fiksi Rana Jelita (2024). Pengalamannya juga diperkaya dengan keikutsertaan dalam berbagai event antologi. Saat ini, Rina sedang fokus mengembangkan tulisannya di situs literasi rajutanaksara.com. Ingin mengenal Rina lebih dekat? Jangan ragu untuk menghubunginya: Ponsel: 08118411692 Instagram: rinaindrawati16 TikTok: rinaindrawati6

Posting Komentar