Antara aku, kamu dan dia bagian 5

Table of Contents

"Astagfirullah," keluh Mila sambil memegang dadanya saat sedang membonceng motor untuk pergi ke rumah Lisa.

 

"Kenapa, Mbak?" tanya tukang ojek kaget mendengar keluhan Mila.

 

"Tidak apa-apa, Mas. Maaf ya, jalan saja terus," jawab Mila yang juga bingung mengapa tiba-tiba dadanya terasa sedikit sakit. Perasaan Mila mulai tak karuan, pandangannya menyapu jalanan yang dilintasi seakan Mila sedang mencari sesuatu. Dalam hati, dia bergumam, "Innalillahi, ya Allah, kenapa tiba-tiba perasaanku kok tidak enak ya?" Mila mengeluh sepanjang jalan. Selain itu, dia terus memohon, "Ya Allah, lindungi aku, semoga tidak ada apa-apa. Buang pikiran jelek ini, ya Allah." Doa terus dia panjatkan selain gerutu sendiri di dalam hati, "Ah... semoga ini cuma perasaan aku saja. Ya Allah, aku berlindung pada-Mu." Terus saja Mila mengoceh dengan dirinya sendiri.

 

Jarak Mampang Prapatan ke Lebak Bulus terasa sangat jauh sekali dalam perasaan yang kian tak jelas. Mila mencoba mengalihkan pikirannya dengan mengajak ngobrol si Abang Ojek, namun tetap saja entah apa, rasa ini tak menghilang juga dari pikiran Mila.

 

"Alhamdulillah, sampai juga," ucap Mila ketika motor beloek kanan menuju ke rumah Lisa. Hanya lima rumah lagi, Mila sampai ke tujuan. Tiba-tiba ponselnya berdering.

 

"Siapa sih?" kata Mila sambil memegang tas selempangnya.

 

"Mau diangkat dulu, Mbak?" tanya tukang ojek.

 

"Tidak usah, Mas. Nggak usah, Mas. Nggak usah, Mas. Nanggung, tuh rumah pagar putih sudah sampai kita," jawab Mila menunjuk sebuah rumah berpagar putih yang tak jauh dari mereka. Motor berhenti tepat di depan gerbang rumah Lisa. Mila turun, membuka helm, menyerahkan pada si tukang ojek, sekaligus membayar ongkos ojeknya.

 

"Terima kasih, ya Mas," Mila tersenyum, menerima koper, lantas melangkah menuju pintu gerbang rumah Lisa yang sudah terbuka. Dilihatnya Lisa, Qori, dan Pak Agus supirnya sedang duduk di teras rumah.

 

"Assalamu'alaikum," salam Mila sambil melangkah mendekati mereka. Lisa, yang telah melihat kedatangan Mila, berdiri, melangkah mendekati Mila dalam senyum riang.

 

"Wa'alaikum salam, alhamdulillah sampai juga, Mbak," ucap Lisa langsung memeluk Mila. Mila meletakkan koper, membalas pelukan hangat itu.

 

"Alhamdulillah, maaf ya, Lis, telat," balas Mila, lantas melepas pelukan Lisa dan melangkah mendekati Qori. Qori yang telah berdiri mengulurkan tangan, menyalami Mila.

 

"Eh, si ganteng, apa kabar nih?" tanya Mila, mengelus kepala Qori.

 

"Ah, Mbak Mila juga tambah cantik nih," balas Qori tersipu. Mila mendekati Pak Agus, menjabat tangannya.

 

Senyum Pak Agus membalas, "Alhamdulillah, Mbak Mila."

 

"Maaf ya semua, aku kesiangan jadi telat deh," ujar Mila, berdiri, merapikan koper bawaannya.

 

"Santai, Mbak. Kan pakai mobil sendiri ini," jawab Lisa, merapikan peralatan di atas meja.

 

"Ya sudah, kita jalan aja sekarang," Pak Agus berkata sambil berjalan ke arah mobil.

 

"Mbak Mila tadi naik ojek ya?" tanya Qori sambil meraih goodie bag di atas meja.

 

"Iya," jawab Mila, menatap ke Qori dalam senyum.

 

"Emang kenapa, Ri?" tanya Mila, menarik kopernya, melangkah mendekati Pak Agus yang sedang membuka pintu bagasi mobil.

 

"Terus koper Mbak Mila tadi ditaruh di mana?" tanya Qori penasaran.

 

Tertawa Mila mendengar jawaban Qori, "Hahaha... Kirain kenapa." Pak Agus membantu Mila menaikkan koper ke dalam mobil sambil berkata, "Ya, di taruh di spakbor depan motor lah, Mas." Lisa mengunci pintu, melangkah menyusul ke mobil. Berangkatlah rombongan ini menuju ke Soloe.

 

Di dalam mobil, Mila mengambil ponselnya dan melihat siapa yang tadi menelponnya. "Eh, ini, Mbak Zalfa nelpon tadi waktu aku di jalan," kata Mila kepada Lisa yang duduk di sampingnya.

 

"Iya, tadi juga udah telpon Lisa, Mbak Zalfa nanyain Mbak Mila," jawab Lisa yang juga sedang memainkan ponselnya. Mila memainkan jemaranya, menelpon Zalfa.

 

"Assalamu'alaikum," sapa Mila di telepon.

 

"Wa'alaikum salam," Zalfa riang mendengar suara Mila.

 

"Bu Guru cantik udah di mana nih?" tanya Zalfa, tertawa kecil.

 

"Santai, Bu. Tenang aja, gue dah on the way nih sama Lisa, Qori, dan Pak Agus," jawab Mila ikut tertawa.

 

"Ya, uwes, hati-hati ya. Gue tunggu di rumah ya, Bu Guru," timpal Zalfa. Disertai obrolan lainnya selama lima menit, akhirnya Mila menutup telepon dan menaruhnya lagi ke dalam tas.

 

Mila mulai merasakan lagi gelagat aneh di hatinya, bahkan mata sebelah kanan bawahnya berdenyut. Ditarik nafas panjang, dia mendesah, "Ah, ada apa ini ya," gumamnya sendiri. Mila memejamkan mata, namun rasa itu tak menghilang. Obrolan pun dia lakukan bersama ketiga teman perjalanannya, namun rasa aneh itu masih singgah terus.

 

"Ya Allah, ada apa sih ini? Kenapa perasaanku tidak enak dan tidak hilang juga," gerutu Mila, memejamkan mata, mencoba tidur setelah obrolan ngalur-ngidul tawa riang menemani perjalanannya, namun tetap saja rasa itu mendekam di perasaan Mila. Mila berusaha sekuat mungkin untuk tidak memberitahu tentang apa yang dirasanya pada siapapun. Dia berharap ini hanya perasaannya saja dan tidak akan terjadi apapun.

 

Perjalanan Jakarta-Soloe dinikmati Mila, dan dia berharap bisa selalu menikmati liburannya kali ini dengan bahagia.

 

Selama perjalanan ke Soloe, Mila, Lisa, Qori, dan Pak Agus hanya beristirahat dua kali, yaitu untuk makan siang sekalian sholat Dzuhur, dan saat sholat Maghrib, agar mereka segera sampai di rumah Zalfa. Meski demikian, mereka sangat menikmati perjalanan yang diisi dengan gurauan, canda, serta obrolan santai, sehingga perjalanan tidak begitu terasa bagi keempat orang ini.

 

Perasaan tak enak masih dirasakan Mila, entah mengapa rasa ini tak bisa pergi walaupun Mila sudah berusaha mengalihkan dengan berbagai cara. Mila hanya bisa berserah diri pada Sang Maha Pencipta dan terus memohon agar perjalanan Mila kali ini ke rumah Zalfa diberi kemudahan, dan Mila bisa terhindar dari segala bentuk musibah.

 

Mila melihat jam di ponselnya, 20.24. Mobil yang mereka gunakan telah sampai di kota Soloe, hanya butuh beberapa menit menuju ke rumah Zalfa. Sampailah rombongan ini di Soloe, dan langsung menuju ke rumah Zalfa. Di sana, keluarga Zalfa serta ayah ibu Lisa sudah menanti kedatangan mereka. Zalfa menyambut Mila dengan riang gembira, seolah tak ada yang bisa mengambil kebahagiaannya, sebab betapa tidak bahagia sahabat kecilnya bisa datang untuk menyaksikan acara lamaran.

 

Orang tua Zalfa menerima Mila dengan penuh rasa bahagia, seperti kedatangan anak sendiri. Persahabatan Mila dan Zalfa sudah terjalin sejak keduanya masih di sekolah dasar, dan berlanjut sampai ayah Zalfa dipindahkan tugas ke Soloe. Kedekatan Mila dan Zalfa juga mempersatukan ibu mereka. Oleh karena itu, ibu Zalfa sangat senang Mila bisa sampai ke Soloe.

 

Mila juga merasa bahagia berada di keluarga Zalfa, karena Mila sudah mengenal semua anggota keluarga Zalfa. Terlebih lagi, Mila merasa seperti bagian dari keluarga ini. Mila menyerahkan titipan dari ibu untuk ibu Zalfa, dan menyambungkan komunikasi melalui telepon untuk memberi kabar bahwa Mila sudah sampai di rumah Zalfa, dan ibu bisa berbicara dengan ibu Zalfa.

 

Perjalanan Jakarta-Soloe yang mengesankan, meski diselimuti perasaan tak enak, tapi sampai juga Mila di kota Soloe dan bisa berada di tengah keluarga Zalfa.

 

 

Bersambung………


Rina Indrawati
Rina Indrawati Rina Indrawati, seorang ibu rumah tangga yang menjadikan menulis sebagai terapi jiwa. Ada kebahagiaan tak terhingga yang dirasakannya setiap kali berhasil merangkai kata menjadi sebuah tulisan. Kebahagiaan itu pula yang mengantarkannya melahirkan dua buku solo: Rajutan Awan (2021) dan novel fiksi Rana Jelita (2024). Pengalamannya juga diperkaya dengan keikutsertaan dalam berbagai event antologi. Saat ini, Rina sedang fokus mengembangkan tulisannya di situs literasi rajutanaksara.com. Ingin mengenal Rina lebih dekat? Jangan ragu untuk menghubunginya: Ponsel: 08118411692 Instagram: rinaindrawati16 TikTok: rinaindrawati6

Posting Komentar