Cuma nanya doang

Table of Contents

Seorang pemuda dengan langkah gontai mendatangi seorang tukang ojek yang sedang mangkal. Pemuda yang bernama Jono itu tersenyum ketika sudah di dekat tukang ojek yang tengah mempersiapkan diri karena dipikirnya ada pelanggan. "Wah, ada penumpang nih, lumayan," gumam si tukang ojek yang bernama Darto.

 

Darto memberikan senyum terbaiknya menyambut sang pemuda yang telah berdiri berhadapan. "Misi, bang," sapa Jono sopan. "Iya, mau dianter kemana?" tanya Darto menatap Jono yang terlihat sangat santai. Jono tersenyum. "Kalau ke ujung gang berapa ya?" tanya Jono. Darto mengernyitkan dahi. "Eh, maksudnya ongkosnya berapa," Jono meralat pertanyaannya. "Oh," Darto menangguk-angguk. "Sepuluh ribu," jawabnya singkat. Jono mengangguk.

 

"Kalau ke prapatan depan berapa?" tanya Jono lagi. "Lima belas ribu," Darto langsung menjawab. "Kalau ke pasar berapa?" kembali Jono bertanya. "Sama lima belas ribu aja," Darto menjawab. "Kalau ke mal yang di seberang stasiun berapa?" Jono terus bertanya. "Dua puluh ribu," Darto menjawab, namun dia mulai merasa ada sebuah keanehan.

 

"Kalau ke terminal bus berapa?" Jono kembali bertanya. Darto menarik nafas mendesah. "Eh, sebenernya si mas mau kemana sih?" Darto bertanya penasaran karena dari tadi orang di depannya hanya bertanya soal ongkos tanpa menyebut dia mau kemana. Jono tersenyum sambil menyisir rambutnya yang sudah klimis. "Maaf, bang, saya nanya sama abang karena saya juga mau jadi tukang ojek," jawab Jono sedikit membisik.

 

Darto mengernyitkan dahi melotot. "Apa?" tanyanya memasang telinga. "Saya mau ngojek juga, bang," Jono sekali lagi menjelaskan maksudnya. Darto terperangah sadar bahwa dia sedang dikerjain sama Jono. Segera dia menimpuk Jono dengan kotak korek apinya, sedangkan Jono terbahak sudah berlalu menginggalkan Darto yang mengomel sendiri. "Semprul loe, kirain mau ngojek, eh, tahunya malah mau jadi tukang ojek," omelnya menunjuk-nunjuk Jono yang masih terbahak-bahak. "Dasar semprul," teriak Darto sekali lagi, dan dibalas Jono yang mengacungkan dua ibu jarinya ketika membalikan tubuhnya sejenak ke arah Darto.

 

Darto yang masih kesal dengan kejadian tadi memasang muka sewetnya dan terus saja menggerutu. "Dasar bocah edan, enggak tahu apa dia, kalau dari pagi gue belum dapat sewa," gerutunya sambil mengambil sebatang rokok dari dalam saku jaketnya.

 

Selagi asyik, Darto menikmati rokoknya, datang seorang wanita paruh baya dengan membawa jinjingan tas plastik besar. Wanita itu tampak kesulitan membawa barang itu, dia berjalan tertatih mendekati Darto. Melihat wanita itu, rasa iba Darto mengerahkan kakinya melangkah mendekati wanita itu. "Sini bu, biar saya bantu," ucap Darto sambil meraih kantong plastik dari tangan si ibu. Wanita yang bernama Ma’ Ijah membiarkan Darto mengambil kantung plastiknya. Darto berjalan di samping Ma’ Ijah.

 

"Darimana bu?" tanya Darto, Ma’ Ijah tak menjawab, dia tetap melangkah menuju motor Darto yang terparkir di bawah sebatang pohon mangga. "Ibu mau dianter kemana?" kembali Darto bertanya setelah mereka sampai di samping motor Supra X. Ma’ Ijah tetap diam. Darto meletakkan kantung plastik itu di dekat kaki Ma’ Ijah. "Maaf nih bu, ibu mau saya anter kemana?" tanya Darto menatap Ma’ Ijah yang menolehkan kepalanya ke kiri kanan seperti mencari sesuatu.

 

Darto menggaruk kepalanya yang tak gatal, dalam hati dia bergumam, "Eh, nih ibu bisu apa," Darto memperhatikan terus gerakan Ma’ Ijah yang masih mencari sesuatu. "Ibu lagi nunggu siapa?" Darto penasaran, Ma’ Ijah memelototinya dan PLANG! Tangan Ma’ Ijah melayang ke pipi Darto, sontak Darto menjerit "Aduuh!"

 

"Eh, bu kenapa saya ditampar," dia memegang pipinya yang terasa ngilu bekas tamparan Ma’ Ijah. Ma’ Ijah justru memelototinya dan sekali lagi ingin menamparnya, namun kali ini Darto telah siap menangkis tangan Ma’ Ijah. Dia menggeser berdirinya hingga tamparan Ma’ Ijah hanya menepuk angin. Ma’ Ijah terkekeh menatap Darto, Darto semakin tak mengerti dengan sikap wanita di hadapannya.

 

Ma’ Ijah mengeluarkan beberapa lembar uang lantas dia menyodorkan pada Darto. Darto tak menerimanya, dia memandang aneh ke Ma’ Ijah yang kini tersenyum lembut sambil menganggukan kepala, tangannya masih menyodorkan beberapa lembar uang. Dari sorot matanya, dia menginginkan Darto menerima uang itu. Beberapa saat Darto diam tak mengerti. "Apa sih maksud ibu ini," ucapnya dalam hati. Ma’ Ijah terus menatap Darto penuh harap agar ia mau menerima uang itu.

 

Dengan keraguan, Darto akhirnya mengulurkan tangan untuk menerima lima lembar uang seratus ribu dari tangan Ma’ Ijah, namun belum sampai Darto memegangnya, tiba-tiba sebuah mobil berhenti di depan mereka, mobil rumah sakit jiwa. Darto menoleh terkejut, apalagi dari dalam mobil turunlah seorang wanita berpakaian perawat dengan seorang security. "Eh, Ma’ Ijah," ucap perawat itu lembut, Ma’ Ijah tersenyum kepala dan bahunya digoyang-goyangkan. "Sudah selesai belanjanya?" tanya perawat itu, Ma’ Ijah menangguk.

 

"Kalau gitu yuk sekarang kita pulang," ajak perawat itu meraih lengan Ma’ Ijah, tanpa berkata apapun, Ma’ Ijah menurut ikut melangkah masuk ke dalam mobil. Darto melonggo menyaksikan, security menepuk bahu Darto sambil berkata, "Dia adalah salah satu pasien rumah sakit jiwa yang tadi lepas melarikan diri karena dia pikir dia mau ke pasar," kata security itu menjelaskan. Darto mengangguk-angguk.

 

Security membalikan tubuhnya bersiap melangkah, namun Darto menahannya karena teringat kantung plastik yang dibawa si ibu yang ternyata pasien rumah sakit jiwa. "Pak, ini bawaan si ibu," ucap Darto sambil mengambil kantung itu dan menyerahkannya pada security. Security itu menerimanya dan langsung membuka kantung itu. Betapa terkejutnya mereka berdua, ternyata isi kantung itu adalah sampah. Darto menepuk jidat, sedangkan security itu hanya tertawa kecil.


Rina Indrawati
Rina Indrawati Rina Indrawati, seorang ibu rumah tangga yang menjadikan menulis sebagai terapi jiwa. Ada kebahagiaan tak terhingga yang dirasakannya setiap kali berhasil merangkai kata menjadi sebuah tulisan. Kebahagiaan itu pula yang mengantarkannya melahirkan dua buku solo: Rajutan Awan (2021) dan novel fiksi Rana Jelita (2024). Pengalamannya juga diperkaya dengan keikutsertaan dalam berbagai event antologi. Saat ini, Rina sedang fokus mengembangkan tulisannya di situs literasi rajutanaksara.com. Ingin mengenal Rina lebih dekat? Jangan ragu untuk menghubunginya: Ponsel: 08118411692 Instagram: rinaindrawati16 TikTok: rinaindrawati6

3 komentar

Yuk komennya, boleh banget kalau mau request atau yang lainnya. kami harapkan Masukan berupa kritikan dari kalian dengan bahasa yang membangun
Comment Author Avatar
Anonim
Jumat, 20 September 2024 pukul 05.41.00 WIB Delete
Ya ampun, ada-ada saja deh...
Comment Author Avatar
Anonim
Kamis, 07 November 2024 pukul 08.47.00 WIB Delete
Udah serius, ternyata ....
Comment Author Avatar
Selasa, 22 April 2025 pukul 22.51.00 WIB Delete
Ngakak!