Cinta lama jadi kenyataan bagian 6

Table of Contents

Seusai  urusan merapikan kamar, Weni teringat kembali pada Dika.

 

“Apa aku tanya aja ya ke Dika soal kecelakaan pesawat itu?” Weni penasaran bagaimana respon Dika pada mantan istrinya. Menuruti rasa ingin tahunya, Weni mengambil ponsel dan mencari nama Dika. Lantas, dia menelponnya. Nada dering berbunyi, yang berarti hp Dika sedang aktif. Tak lama menunggu, nada dering itu berubah menjadi suara Dika yang menyapanya riang.

 

“Hai nona cantik, ngapain gini hari udah nelpon gue?” Weni merengut sejenak mendengar sapaan Dika.

 

“Sory Dik, gue Cuma mau mastiin loe baik-baik saja kan?” balas Weni yang membuat nada suaranya seakan menghawatirkan keadaan Dika. Dika tertawa lepas.

 

“Hahahahahha, loe ngelawaknya jangan sepagi ini apa Wen, bikin perut gue mules ni.” Weni ikutan tertawa.

 

“Pasti loe mau tanya soal kecelakaan pesawat terbang itu ya Wen?” Dika berkata setelah menyelesaikan tawanya.

 

“Iya Dik, trus loe mau ke Jakarta ya tuk mastiin atau hadir sebagai keluarga korban?” tutur Weni. Kembali Dika tertawa.

 

“Dika gue serius nih,” bentak Weni sedikit galak. Dika malah tertawa lagi.

 

“Weni Weni Weni….” Dika berkata masih berusaha meredakan tawanya.

 

“Emang menurut loe, gue ini masih jadi keluarganya siapa?” tanya Dika. Weni tercenggang.

 

“Lah Olif itu kan istri loe,” sangkal Weni.

 

“Hei Wen, kami sudah resmi bercerai loe. Dan kan surat cerai gue kan ada sama loe?” jawab Dika.

 

“Loe masih simpan kan Wen?” tanya Dika.

 

“Ya masih lah, masa iya gue gadain,” lanjut Weni. Dika kembali tertawa.

 

“Dika… jelek loe.”

 

“Gue serius, Dik,” tanya Weni lagi.

 

“Serius apa Wen, kalau loe ngebahas Olif gue ogah ah. Asal loe tahu ya Wen, masa dia bisa beli surat palsu?” Weni sekali lagi tertegun.

 

“Maksudnya apa Dik?” tanya Weni. Terdengar Dika mengehela nafas.

 

“Dia beli surat hasil lab palsu yang menyatakan gue mandul Wen. Padahal, kita sama sekali tidak pernah menjalankan tes dalam bentuk apapun.”

 

“Trus kenapa loe enggak balik nuntut?” protes Weni.

 

“Biarin aja deh Wen. Gue saat itu hanya kepikiran biar cepat selesai aja urusan gue sama Olif. Dan ketika itu, gue yakin Tuhan akan tunjukan kebenarannya,” jawab Dika.

 

“Dan bener kan kecelakaan pesawat itu adalah jawaban untuk Olif. Jadi, ngapain gue susah-susah dan capek-capek ke Jakarta ngurus kasus itu. Biar aja orang tua Olif yang nyelesaiin,” ucap Dika. Weni hanya mengangguk-angguk.

 

“Ya udah Dik, kalau gitu udah dulu ya soalnya gue mau pergi,” Weni merespon ingin mengakhiri pembicaraan.

 

“Loe mau kemana dan sama siapa Wen?” tanya Dika.

 

“Ke acara jumpa fans Indra Wijaya.”

 

“Oh, penulis idola loe itu Wen?” tanya Dika.

 

“Iya,” singkat Weni menjawab.

 

“Eh, kan kalau enggak salah Latif juga suka tuh sama penulis itu. Apa loe pergi sama dia?” kembali Dika bertanya.

 

“Enggak, gue sendiri,” jawab Weni.

 

“Udah ya Dik, gue mau siap-siap dulu,” Weni akhirnya benar-benar menyudahi obrolannya sama Dika.

 

“Dika Dika, rumit banget yah kisah loe sama Olif,” gumam Weni sambil melangkah keluar dari kamarnya.

 

 

Weni berjalan sendiri di sebuah mal yang terletak di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Dia hendak menghadiri jumpa fans dengan Indra Wijaya. Tadi, dia sudah mengajak Indah, adik ipar Mba Windha, untuk ikut ke acara ini. Namun, Indah sudah punya janji yang tak bisa dibatalkan. Karenanya, kini Weni berada di mal ini sendiri.

 

Weni telah berada di dalam gedung mal. Dia melangkah santai karena acara jumpa fans masih satu jam lagi, dan tempat acara baru akan dibuka lima belas menit sebelum acara.

 

“Ah, aku datangnya kecepetan ni. Kemana dulu ya?” gumam Weni sambil terus melangkah. Tiba-tiba, matanya melihat seorang pria berjalan memakai tongkat sebagai alat bantunya. Weni mengamati pria itu dari jarak tiga meter.

 

“Itu bukanya orang yang waktu aku ketemu di halte?” ucapnya meyakinkan dirinya setelah melihat jelas wajah pria bertopi putih itu.

 

Weni seksama memperhatikan gerak-gerik pria itu yang tampak santai menelusuri jalan di dalam gedung.

 

“Wah, dia mau beli minuman tuh kayanya,” ucap Weni ketika melihat sang pria melangkah mendekati kedai minuman ringan.

 

“Aku penasaran gimana sih dia bertransaksi,” Weni terus berkata sendiri sambil matanya tak sedetikpun dipalingkan dari pria itu.

 

Kedai itu masih sepi hingga pria itu telah sampai di depan kasir penjualan. Dia memegang ponselnya setelah menyebutkan pesanannya. Lantas, dengan ponselnya, pria itu membayar minuman yang dibelinya.

 

“Subhanallah, keren banget. Dia bisa bayar pake QRIS dan ponselnya kok dia bisa gunakan ya, gimana caranya?” Decak kagum Weni bertambah keingin tahuannya.

 

Weni semakin penasaran. Dia tetap mengintai pria itu dari jarak yang tak terlalu jauh. Pria itu melangkah santai hingga seorang security menghampirinya. Lantas, sejenak kedua pria itu saling berbicara. Lalu, security itu menuntun pria tadi menuju ke sebuah tempat. Weni menelan ludah kecewa. Padahal, dia sebenarnya ingin menoloeng pria itu. Namun, rasa penasaranya ingin mengetahui bagaimana pria tuna netra itu dapat bermobilisasi di gedung ini membuat Weni hanya memperhatikannya saja. Dan ketika kehadiran security yang membantunya membuat Weni kehilangan kesempatan itu.

 

“Ah Weni, nyeselkan coba dari tadi kamu negurnya lebih dulu pasti kamu yang bisa noloeng pria itu bukan security,” omelnya pada dirinya.

 

“Ya Allah, benar bahwa kuasa Mu terbukti dan pasti pertoloengan itu akan Kau beri tepat pada waktunya,” Weni memberikan pemahaman pada hatinya akan kuasa Allah yang selalu akan memberi bantuan.

 

 

Weni sudah berdiri di depan sebuah toko dekat acara yang akan berlangsung. Dia melihat jam pada ponsel yang dipegangnya.

 

“Masih setengah jam lagi nih,” ucapnya. Lantas, kembali dia memainkan jemarinya di layar sentuh itu.

 

Selagi asyik Weni berselancar di ponselnya, dia mendengar seorang gadis belia berdiri di sampingnya sambil mengeluh,

 

“Wah, nyesel aku ketinggalan info kalau ada jumpa fans gini sama Mas Indra. Jadi enggak bisa ikut deh.”

 

Weni yang mendengar perkataan gadis itu menoleh. Sang gadis berkerudung kuning itu menatap ke area di mana nanti akan diadakan jumpa fans itu. Dari sorot matanya, tampak sebuah sesal.

 

“Kamu mau ikut acara itu?” tanya Weni yang membuat sang gadis tersentak kaget dan menoleh menatap Weni tajam.

 

“Eh, maksudnya apa kamu mau ikut acara itu? Saya ada satu tiket yang tak terpakai karena adik saya tidak bisa datang,” kata Weni menjelaskan. Gadis itu masih menatap Weni tak mengerti.

 

“Nama saya Weni. Saya juga fans beratnya Mas Indra dan saya ada dua tiket. Tapi, pas mau ngajak adik saya, eh dia malah ada acara lainnya. Jadi, ini masih ada satu tiket nganggur,” kata Weni sambil membuka tas memasukan ponselnya dan mengambil tiket acara.

 

“Ini buat kamu,” lanjut Weni sambil menyerahkan tiket itu. Gadis itu masih tertegun tak percaya.

 

“Ambilah, kan kita bisa duduk bersebelahan mengikuti acaranya Mas Indra,” kata Weni sambil menyerahkan tiket itu.

 

“Beneran ini Kak?” tanya gadis itu masih tak percaya. Weni mengangguk. Dari ekor mata Weni, dia menyuruh gadis itu mengambil tiket yang masih ada di tangan Weni.

 

“Makasih ya Kak,” ucap gadis itu riang. Matanya membulat menerima tiket itu dan membaca tulisan yang tertera di lembaran kertas yang dia pegang.

 

“Subhanallah, Alhamdulillah terimakasih ya Allah, akhirnya aku bisa ikut acara ini,” ucap gadis itu sambil mengusap muka dengan kedua belah telapak tanganya. Weni tersenyum ikut bahagia menyaksikan raut binar serta senyum bahagia yang terpancar dari air muka gadis di sebelahnya.

 

 


Rina Indrawati
Rina Indrawati Rina Indrawati, seorang ibu rumah tangga yang menjadikan menulis sebagai terapi jiwa. Ada kebahagiaan tak terhingga yang dirasakannya setiap kali berhasil merangkai kata menjadi sebuah tulisan. Kebahagiaan itu pula yang mengantarkannya melahirkan dua buku solo: Rajutan Awan (2021) dan novel fiksi Rana Jelita (2024). Pengalamannya juga diperkaya dengan keikutsertaan dalam berbagai event antologi. Saat ini, Rina sedang fokus mengembangkan tulisannya di situs literasi rajutanaksara.com. Ingin mengenal Rina lebih dekat? Jangan ragu untuk menghubunginya: Ponsel: 08118411692 Instagram: rinaindrawati16 TikTok: rinaindrawati6

Posting Komentar