2 kali dikira pengemis

Table of Contents

Hari ini, ada beberapa tugas yang harus aku kerjakan bersama suamiku. Ya, itu karena kami baru akan memulai membuka toko wallpaper di dekat tempat tinggalku yang baru. Sengaja aku pindah ke daerah Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan, karena aku dan suami ingin memberi kenyamanan pada buah hati kami untuk sekolah. Maksudnya adalah Chelsea, putri kami, yang baru saja kami pindahkan sekolah ke sekolah alam dengan alasan tertentu agar tidak merasa letih dalam menempuh jarak dari Cawang ke Ciganjur. Itu sebabnya kami mencari rumah kontrakan di dekat sekolah Chelsea.

 

Berhubung kami juga ingin memulai membuka usaha, maka kami pun mencoba peruntungan dengan membuka toko baru di kawasan Jalan M. Kafi 1. Ruko sudah kami dapatkan, serta pembayarannya pun telah kami selesaikan. Maka sekarang tinggal membeli meja tulis untuk tempat kasir.

 

Rutinitas seperti biasanya kami lakukan, yaitu mengantar Chelsea sekolah terlebih dahulu. Barulah aku dan suami berniat mencari toko mebel untuk memesan meja tulis sesuai keinginan kami.

 

Motor Vario 125 yang dikendarai suamiku menelusuri Jalan M. Kafi 1 ke arah Ragunan. Jam baru menunjukkan pukul setengah delapan pagi, namun kemacetan di jalan ini sudah mulai terasa. Memang ada beberapa toko mebel yang kami lewati, namun semuanya masih tutup. Suamiku terus memacu kendaraannya mencari tempat lain hingga di dekat Taman Bumi, suamiku melihat ada toko mebel yang sudah buka. Lantas dia segera menepikan motor.

 

Setelah motor berhenti di depan toko, aku pun segera turun.

 

“Kamu jalan lurus saja, Bun. Terus coba panggil penjaganya,” kata suamiku yang masih duduk di atas motor.

 

Ku pasang tongkat dan mulailah aku berjalan menuju ke depan toko. Tak ada penghalang yang menghadang langkahku hingga dengan leluasa aku bisa masuk ke serambi toko.

 

“Assalamualaikum,” kataku memberi salam berharap ada seseorang yang keluar. Ku tunggu sejenak, namun tidak ada suara yang menandakan kedatangan seseorang. Lantas sekali lagi aku bersalam.

 

“Assalamualaikum,” kataku lebih lantang, masih menanti kedatangan si empunya toko. Tetap tak ada jawaban.

 

“Permisi. Permisi. Permisi...” kataku mengulangi panggilan, namun tetap saja tak ada jawaban. Aku menoleh ke suamiku yang masih duduk di atas motor.

 

“Gimana, Yah?” tanyaku meminta pendapatnya.

 

“Coba sekali lagi, Bun,” katanya memberi semangat dan aku pun mencobanya.

 

“Assalamualaikum... Permisi,” kataku lebih menguatkan suara.

 

Tiba-tiba aku mendengar sebuah jawaban dari suara seorang wanita.

 

“Maaf, masih pagi,” katanya dari dalam toko dan membuatku heran. Kembali aku berkata dengan sopan penuh wibawa.

 

“Permisi, Bu.”

 

Sang wanita itu kembali menjawab.

 

“Kan udah dibilang maaf masih pagi, jangan minta sedekah sana. Cari di tempat lain aja,” sedikit ketus dia berkata sambil mendekatiku.

 

Sejenak aku tertegun, namun tersadar aku membalasnya dengan senyuman.

 

“Maaf, Ibu. Saya ingin memesan meja, bukan untuk meminta sedekah.”

 

Perkataanku membuat si wanita itu salah tingkah.

 

“Oh, maaf Bu. Saya kira...” ucapnya. Aku potong terlebih dahulu.

 

“Santai, Bu,” singkat aku menimpali. Dan setelahnya kami pun bertransaksi untuk pemesanan meja yang aku inginkan.

 

Setelah menyelesaikan semua transaksi di toko mebel ini, aku pun berpamitan. Namun sebelum aku dan suami melangkah keluar, si empunya toko sekali lagi meminta maaf pada kesalahannya.

 

“Bu, sekali lagi maaf ya atas sikap saya sebelumnya yang mengira Ibu adalah pengemis,” katanya mengantar aku ke motor.

 

Sambil naik, aku pun menjawab.

 

“Udah, Bu. Enggak usah dipikirin, santai aja,” kataku tersenyum dan kami pun meninggalkan toko mebel itu.

 

Dalam perjalanan, suamiku tertawa terbahak mengingat sikap si empunya toko. Aku pun senyum-senyum kecil menikmati jalanan yang padat dengan kendaraan.

 

Rencana kedua adalah aku pergi ke pasar tradisional di dekat toko baruku, karena hari ini anakku meminta masakan udang balado.

 

Motor sudah terparkir dan kami pun berjalan menuju bagian ikan di dalam pasar. Aku yang selalu membiasakan menggunakan tongkat meski ada pendamping, santai melangkah di sisi suamiku.

 

Tiba di lorong pedagang ikan, suamiku langsung menuju ke penjual yang berada di tepi pertama kios ikan. Namun baru saja aku dan suami sampai di depan kios itu, sang pedagang langsung menyodorkan selembar uang dan memberinya ke tanganku.

 

Lagi-lagi aku terkesima sejenak, namun segera kesadaran membuka lidahku untuk berkata.

 

“Maaf, Pak. Saya mau beli udang,” kataku sopan dan menepis lembaran uang yang disodorkan sang pedagang.

 

Pedagang itupun salah tingkah hingga dia berulang kali meminta maaf.

 

“Aduh, punten Ibu,” kata itu lebih dari tiga kali aku dengar dan hanya senyuman sebagai jawaban yang aku beri.

 

Transaksi pembelian udang pun selesai, tapi sebelum aku pergi, sang pedagang tetap masih meminta maaf.

 

Lagi-lagi suamiku terbahak mengingat kejadian ini dan aku menimpali dengan senyuman kecut.

 

Dalam hati aku membatin, “Apa seorang tuna netra itu hanya bisa dikasihani saja ya?” Pikiranku entah kemana karena dalam benakku masih terngiyang suara sang wanita pemilik toko mebel yang menolak kedatangan aku yang dikiranya pengemis. “Emang penampilan aku kaya pengemis ya?” batinku lagi dengan tersenyum kecil.

 

“Bun... Bun... Masa hanya jeda kurang dari dua jam kita sudah disangka pengemis sih?” goda suamiku sambil kami berjalan menuju toko baruku.

 

 


Rina Indrawati
Rina Indrawati Rina Indrawati, seorang ibu rumah tangga yang menjadikan menulis sebagai terapi jiwa. Ada kebahagiaan tak terhingga yang dirasakannya setiap kali berhasil merangkai kata menjadi sebuah tulisan. Kebahagiaan itu pula yang mengantarkannya melahirkan dua buku solo: Rajutan Awan (2021) dan novel fiksi Rana Jelita (2024). Pengalamannya juga diperkaya dengan keikutsertaan dalam berbagai event antologi. Saat ini, Rina sedang fokus mengembangkan tulisannya di situs literasi rajutanaksara.com. Ingin mengenal Rina lebih dekat? Jangan ragu untuk menghubunginya: Ponsel: 08118411692 Instagram: rinaindrawati16 TikTok: rinaindrawati6

1 komentar

Yuk komennya, boleh banget kalau mau request atau yang lainnya. kami harapkan Masukan berupa kritikan dari kalian dengan bahasa yang membangun
Comment Author Avatar
Anonim
Kamis, 12 September 2024 pukul 05.47.00 WIB Delete
hahahaha...ada-ada saja ya