Cincin bermata tiga bagian 11
Ruang
keluarga di lantai dua penuh ketegangan, ya mereka semua sedang berpikir
bagaimana cara melepaskan cincin itu dari jemari Sifa.
"Li,
tuh Mbah Dukun kemana?" tanya Mala yang tatapannya menyapu seluruh ruangan
mencari keberadaan Pak Otong, Lia ikutan mencari Pak Otong dengan matanya namun
tak juga ditemui, lantas dia menggeleng.
Kemana
sebenarnya Pak Otong, pasti kalian bertanya ya? Pak Otong segera beranjak pergi
ketika Lia muntah sejadinya, dia sudah tak nafsu melanjutkan rasa ingin tahunya
bagaimana permasalahan cincin itu baginya uang telah di tangan itu lebih
menyenangkan, makanya tanpa pamit, dan hanya Bi Sri saja yang membukakan pintu
dan melihat Pak Otong pergi.
"Lia,
sekarang kamu mandi bersih dulu, dan setelah itu coba sholat istiqoroh, trus
dzikir tapi jangan lupa bawa air putih di botol ya," kata Ustad Abas
memberikan perintah pada Lia.
"Nanti
sewaktu Lia sholat, kita semua juga ikut melakukanya, dan kita baca Yasin serta
arwahan bareng," lanjutnya, tanpa berpikir dan berkata apapun, Lia bangkit
berdiri melangkah ke kamar mandi yang letaknya ada di kamar sebelah.
Ketujuh
orang ini duduk membuat lingkaran, dan mereka telah selesai membaca Surat
Yasin, dan kini sedang arwahan dipimpin oleh Ustad Abas. Dua botol air mineral
diletakkan di tengah, semua orang kusyu mengikuti acara ini. Sepuluh menit
kemudian, Ustad Abas menyelesaikan bacanya, dan ditutup kata "Aamiin"
oleh mereka semua.
"Nah,
sekarang kita coba minumkan air ini ke Sifa, insya Allah ada pertolongan yang
Allah beri," kata Ustad Abas mengambil sebotol air dan memberikan pada Bu
Ratmi. "Ini yang sebotol lagi bisa campurkan untuk mengepel kamar Sifa dan
seluruh rumah," lanjutnya.
Bu
Ratmi berdiri dan melangkah masuk ke kamar Sifa, terlihat Sifa yang pulas
tertidur begitu juga dengan Arya yang tampak letih ketiduran di samping
anaknya. Melihat itu, Bu Ratmi membalikkan badan kembali ke tempat di mana yang
lainya masih duduk. "Sifa tidur, pulas banget begitu juga Arya, saya tidak
tega pak banguninnya," kata Bu Ratmi memberikan penjelasan.
"Lia,
kenapa aku enggak bisa bantu Sifa ya?" Lia berkata mengeluarkan
unek-uneknya, Mala tersenyum. "Siapa bilang lo enggak bisa nolong,
buktinya tadi lo muntah aneh kaya gitu, dan abis lo muntah eh Sifa malah jauh
membaik," jawab Mala membesarkan hati Lia. Dua sahabat ini duduk bersila
di lantai dalam kamar Sifa.
"Bentar
lagi azan Dzuhur, kita siap-siap sholat yuk Li," ajak Mala beranjak
berdiri menatap Lia yang fokus lurus memperhatikan Sifa yang masih pulas
tertidur bersama mamanya.
Jam
satu siang Sifa mengerjap-ngerjapkan mata bangun dari tidurnya, dia
mengeliatkan tubuhnya, mengelengkan kepala menatap seluruh ruangan seakan dia
ingin bertanya ada apa. Sifa bangkit duduk di tepi ranjang, dan dilihatnya Lia
dan Mala yang tengah asyik makan siang. Melihat Sifa bangun, segera Mala
meletakan piringnya dan berkata, "Assalamualaikum Sifa," sapa Mala berusaha
selembut mungkin dengan memasang senyum terbaiknya.
"Kak
Mala sama Kak Lia ngapain makan di bawah?" Sifa menjawab menatap Mala dan
Lia bergantian dari tatapannya seakan Sifa sedang bingung ngapain mereka berdua
di situ. "Trus ngapain Kakak ada di kamar aku?" tanyanya lagi dan
dijawab senyuman sama Lia. "Yah, nemenin kamu lah," Lia menjawab
sekenanya.
"Nemenin
aku? Emang aku kenapa, Kak?" tanya Sifa karena dia bertambah bingung. Lia
dan Mala diam sejenak.
"Halo
cantik," suara Bu Ratmi masuk mendekati Sifa. "Sifa sudah
bangun?" tanya Bu Ratmi yang langsung duduk di hadapan Sifa. Sifa
tersenyum.
"Bude,
kenapa aku pake infus, emangnya aku sakit? Kalau aku sakit, kenapa enggak
dibawa Mama ke Hermina?" ucap Sifa yang belum sadar sepenuhnya apa yang
terjadi.
"Kan
enakan juga di rumah ketimbang di rumah sakit. Lagian kan Mama suster, jadi
sudah ngerti apa yang mesti dilakukan," jawab Bu Ratmi menatap Sifa
lembut. Mala dan Lia mempercepat makannya lantas segera merapikannya.
"Sifa
haus, Bude," ucap Sifa meminta minum. Tanpa menjawab, Bu Ratmi berdiri
menuju meja nakas yang ada di depannya, mengambil gelas yang sudah terisi air
dari botol yang tadi telah dibacakan doa.
"Mama
kemana, Bude? Apa Mama kerja?" tanya Sifa lagi, namun sebelum Bu Ratmi
menjawab, Arya sudah lebih dulu menyapa anaknya. "Alhamdulillah, anak Mama
udah bangun," kata Arya mendekati ranjang Sifa dan langsung memeluk
putrinya.
"Sifa
sudah merasa enak kan sekarang?" tanya Arya sambil mencium Sifa.
"Emang Sifa kenapa, Ma?" ucap Sifa dengan bertanya karena dia belum
mengingat kejadian sebelumnya. Arya tersenyum membelai rambut Sifa.
"Ini
minumnya, katanya haus," kata Bu Ratmi menyerahkan segelas air putih, dan
Sifa menerima dan langsung meminumnya. Selama Sifa meminum air itu, Arya
sesekali melirik ke kakak iparnya dengan maksud bertanya apa reaksinya Sifa
setelah meminum air itu.
Sifa
mulai meminum air di dalam gelas perlahan, melihat gerak-gerik Sifa membuat
debaran jantung Bu Ratmi. Arya, Mala, dan Lia yang sudah berada di dalam kamar
juga baru saja masuk ke kamar itu, Pak Setiawan, Pak Anto, Ustad Abas, serta
Abi Tarno dan Umi Yani deg-degan menanti reaksi apa yang terjadi setelah Sifa
meminum air itu. Sifa tampak sangat menikmati minumannya dari raut mukanya yang
terdersit kebahagiaan karena raut ceria serta lirikan matanya yang berbinar.
Sudah setengah gelas lebih Sifa meminum air itu, bahkan nyaris habis, namun
belum juga ada gelagat yang akan terjadi, raut muka Sifa masih tampak sangat
menikmati minumannya.
"Gw
deg-degan nih, Li, buruan Sifa habisin airnya," gumam Mala pelan membisik
ke Lia, Lia menjawab dengan anggukan. Berjuta rasa terdersit dari raut wajah
semua orang yang berada di kamar itu, namun sampai Sifa benar-benar
menghabiskan air di dalam gelas, tak terjadi apapun, bahkan Sifa sempat
berkata, "Alhamdulillah, tumben Bude, air ini sejuk banget," sambil
dia menyerahkan gelas ke Bu Ratmi. Bu Ratmi tersenyum. "Itu berarti Sifa
sudah sehat lagi," kata Arya yang sedari tadi memegangi lutut Sifa.
"Iya kali, Ma," ucap Sifa sambil memandangi satu persatu orang yang
berada di kamarnya. "Mereka siapa, Ma?" tanyanya ketika merasa tidak
mengenali ketiga orang asing yang baru Sifa lihat.
Belum
sempat Arya menjawab, Umi Yani lebih dulu berkata, "Assalamu'alaikum,
Sifa. Sifa lupa ya sama Umi yang waktu itu ketemu Sifa sama Kak Lia di
pengajian masjid Rohmatul Huda." Umi mengingatkan pertemuan seminggu yang
lalu, Sifa mengernyitkan dahinya mencoba berpikir. "Oh, iya, Sifa ingat
Umi Yani kan yang kasih moci ke Sifa," ucapnya tertawa kecil karena senang
telah mengingat siapa wanita yang berkerudung hitam di depannya.
"Tepat
sekali, dan ini suami Umi serta adiknya," Umi mengomentari dengan ikut
tertawa kecil. Ustad Abas serta Abi Tarno secara kompak berkata,
"Assalamu'alaikum, Sifa." Sifa tertawa sambil mencibir, membuat semua
orang ikut tertawa. "Iihh, kompak amat ya."
Selagi
semua orang bersenda gurau, tiba-tiba Alif dan Amara masuk dan langsung
mendekati Bu Ratmi. "Kak Sifa kok diinfus, emang sakit apa?" tanya
Amara menatap selang infus yang masih menggantung, Sifa pun tersenyum kecut
memasang muka masam. "Oh iya, sini Mama buka aja ya infusan Sifa,"
kata Arya segera bangkit melangkah ke meja belajar Sifa dan mengambil peralatan
untuk melepaskan infus anaknya.
Tangan
Arya bekerja cekatan dan sangat profesional ya itu karena sudah lima belas
tahun Arya bekerja sebagai suster di sebuah rumah sakit swasta di kota ini.
"Nah, sekarang tangan Sifa bebas deh," sorak Sifa riang ketika Arya
mamanya selesai melepaskan selang infus, semua orang tertawa, bahkan Alif
mengajak Sifa untuk tos.
"Aahh,
gw lega Li, Sifa baik-baik aja," Mala menghela nafas ketika melihat tak
ada reaksi apapun sehabis Sifa meminum air doa, bahkan kondisi Sifa kini
benar-benar sehat dan ceria seperti biasanya. "Siapa bilang aman,"
kecut Lia menjawab ketus dengan muka masam, sontak Mala melotot. "Itu
cincinya semakin memerah aja kaya waktu di lapangan," kata Lia menyuruh Mala
melihat ke arah cincin bermata tiga yang melingkar di jari tengah tangan kanan
Sifa. Mala mendesis kaget mencengkram lengan Lia kuat dan merapatkan tubuhnya
ke tubuh Lia. "Trus gimana Li?" tanya Mala yang ketakutan.
"Udah
diam aja, jangan baper," jawab Lia kesal, tapi justru Mala merangkul
pinggang Lia. Ustad Abas juga sudah menyadari perubahan warna yang keluar dari
ketiga mata cincin itu dan dia juga sudah memberitahu kepada Abi Tarno. Kedua
orang ini segera bersiap, mereka duduk bersila di lantai dan mulai melantunkan
ayat-ayat Qur'an untuk meruqyah. Hal ini membuat Sifa merasa aneh hingga dia
bertanya pada mamanya.
"Ma,
ngapain Abi sama Bapak itu ngaji di kamar Sifa, emang ada apa sih Ma?"
tanyanya yang terus memperhatikan Ustad Abas dan Abi Tarno. Arya tersenyum.
"Kan biar kamar Sifa tidak diganggu mahluk gaib," singkat Arya
menjawab menenangkan anaknya, dan Sifa mengangguk. Arya belum menyadari
perubahan cincin itu, dia masih menikmati kebersamaan dengan Alif serta Amara
dengan senda gurau candaan hingga membuat lelucon yang bikin tertawa, namun
tiba-tiba Alif menjerit.
"Mama,
lihat cincin kakak Sifa!" serunya kaget melihat cincin di jari Sifa
memancarkan warna merah menyala. Sontak seruan Alif ini membuat Sifa, Amara, Bu
Ratmi, dan Arya terkejut, bahkan Pak Setiawan dan Anto yang berada di luar
kamar kini masuk kembali. Alif segera naik ke atas ranjang dan menarik tangan
Sifa, entah kekuatan apa yang membuat Alif menerjang Sifa untuk mengeluarkan
cincin itu dari jari Sifa.
Awalnya
Sifa hanya tertegun tak mengerti, bahkan sangat kaget melihat cincin yang ada
di jarinya, tatapannya mengisaratkan rasa ketakutan luar biasa hingga refleks
dia memeluk Arya. Arya pun segera memeluk putrinya dengan perasaan yang tak
karuan. Alif sudah memegang tangan kanan Sifa yang sedang memeluk mamanya, anak
berusia tujuh tahun ini memutar cincin itu dan memaksa untuk ter
lepas
dari jari Sifa, namun tak bisa. Cincin itu kuat sekali, tak bergerak. Alif
terus memainkan namun tetap tak bisa bergerak. Sigap Pak Setiawan mendekati
Alif dan memaksanya turun dari ranjang Sifa.
Baru
saja Alif melangkah menjauh, tiba-tiba Arya berteriak, "Aduh, sakit
Sifa!" Wanita ini menjerit karena bahunya digigit Sifa, cekatan Bu Ratmi
menarik tubuh Sifa dibantu Umi Yani, namun tenaga Sifa amatlah kuat, Arya terus
berteriak-teriak mengaduh bahkan dia mencoba menepis tubuh Sifa namun seakan
tubuh keduanya telah menyatu. Anto dan Pak Setiawan tak tinggal diam, mereka
membantu menarik dan membebaskan Sifa dan Arya.
Lia
yang tersentak kesadarannya segera membaca Ayat Kursi secara lantang dan dikuti
Mala serta Ustad Abas dan Abi Tarno. Mereka terus memohon pada Allah untuk
menolong menyelesaikan masalah cincin ini.
Posting Komentar