Mentari dalam Kebesaran Ciptaan Tuhan
Siapa
yang tak kenal benda langit yang dikelilingi oleh planet? Dalam tata surya, dia
diam tak bergerak, namun mengapa kehadirannya tak menetap?
Siapa
yang tak butuh keberadaan bola langit yang memancarkan sinar penuh arti? Meski
terkadang kilauannya menyengat membakar kulit, namun tetap saja kehadirannya
selalu dinanti.
Matahari,
Surya, Mentari, ataupun diksi apapun yang memberi nama untuk dia yang merupakan
bukti kebesaran ciptaan Ilahi. Kesetiaannya mengemban tugas Sang Pencipta
menjadi suri toladan yang bisa dijadikan acuan ketaqwaan. Bagaimana tidak,
walau sebagian makhluk melontarkan keluhan dari sengatan sinarnya, namun
mentari tak pernah mempedulikannya. Bahkan dikala awan hitam menutupnya, tetap
saja dia bertahan bila belum waktunya dia berganti tugas dengan sang rembulan.
Hujan badai pun tak menghalangi pancarannya, walau redup tertutup dentuman
halilintar, bila itu masih jam dinasnya, maka mentari tak akan meninggalkan
cakrawala.
Keberadaannya
yang bertabur manfaat terlihat dari potensi yang bisa dibudidayakan dari sinar
yang dia keluarkan. Berlangsungnya peradaban menjadi terarah dengan kekayaan
sumber alami dari cahaya yang tersinar dari kehadiran mentari. Laju teknologi
menjadi bukti bahwa kehadiran mentari bisa menjadi tulang punggung aktivitas
keseharian makhluk bumi.
Di
belahan dunia manapun, mentari selalu menjadi momok yang sangat berarti.
Perputaran waktu menjadi tolak ukur dari keberadaannya. Digit jam juga bisa
terlihat dari posisi letak keberadaannya, bahkan warna yang terpancar dari
sinarnya menyimpan berjuta makna. Dalam dasar keilmuan apapun, mentari adalah
bahan pondasi dari ilmuwan untuk menghasilkan teori.
Mentari,
oh mentari...
Ciptaan
Tuhan tanda kebesaran-NYA.
Berjuta
ilmu yang terserap dari kemurniaan pancaran sinarmu, hingga kehadiranmu
sangatlah berarti.
Jarakmu
yang tak terukur saja masih bisa memberikan manfaat yang berarti, kesempatan
tuk menikmati fasilitas Tuhan masih terbentang. Itu artinya kasih sayang Allah
kan terus bertabur dalam kemilau cahaya yang kau pantulkan.
Jaraknya
yang sangat jauh saja kita masih sering tak nyaman bila teriknya cahaya
menyengat kulit. Lantas terbayangkah olehmu bagaimana bila suatu saat posisi
mentari ini tepat berada hanya sejengkalan dari ubun-ubun kepalamu?