Cincin bermata tiga bagian 3

Table of Contents

"Gimana, Ma, Mama sekarang sudah lebih nyaman?" tanya Pak Setiawan sambil membantu istrinya menyisir rambut. Bu Ratmi tersenyum, bahkan mata jahilnya memberi lirikan menggoda.

 

"Udah dong, Pa," jawabnya dengan acungan ibu jari.

 

Ini hari ketiga Bu Ratmi di ruang VIP RS Prima, dan kondisi wanita penyuka anggrek ini semakin terlihat segar. Kejadian Bu Ratmi pingsan hanya dialami sekali, ketika raganya dimasuki oleh ruh yang tak jelas. Setelahnya, ibu tiga anak ini tak mengalami kejadian aneh yang mengkhawatirkan. Hanya sesekali dia mengigau ketika tidur, namun itupun tak lama durasinya.

 

"Permisi," suara seorang perawat terdengar bersama pintu terbuka. Masuklah seorang perawat yang mendekat ke ranjang pasien.

 

"Wah, ibu cantik sekali," puji suster itu sambil cermat memeriksa tekanan darah Bu Ratmi. Bu Ratmi tersenyum.

 

"Iya dong, Suster, makanya suami saya cinta mati dia sama saya," ucap Bu Ratmi, tertawa kecil membuat Pak Setiawan memerah. Suster pun ikut tertawa.

 

"Bagus nih, Bu, tekanan darahnya sudah stabil," kata suster merapikan alat medisnya lalu menerangkan sesuatu ke pasangan suami istri ini.

 

"Ini surat pulangnya, Bu, tidak ada obat karena hasil laboratorium ibu baik semua," jelas sang perawat.

 

"Sekarang Bapak bisa ke kasir di lantai bawah, dan setelahnya Ibu silahkan pulang," lanjutnya, sambil menyerahkan berkas surat ke Pak Setiawan.

 

"Hore, Mama sudah sehat," sorak Alif, anak bungsu Bu Ratmi yang berusia 6 tahun. Dia sangat senang saat melihat ibunya bisa berjalan turun dari taksi, memasuki rumah. Dipeluknya putra bungsu ini dengan penuh kasih sayang, Bu Ratmi menciumi Alif tak hentinya.

 

"Terima kasih ya, Sayang, Mama bisa sehat karena doa Alif," ucap Bu Ratmi, mengajak Alif duduk di sofa tamu. Di sana sudah ada Bi Wulan, asisten rumah tangga yang telah bekerja di keluarga Pak Setiawan selama 7 tahun. Bi Wulan memberikan segelas air minum untuk Bu Ratmi.

 

"Diminum, Bu," katanya tersenyum senang melihat majikannya sudah kembali sehat.

 

"Terima kasih, Bi," Bu Ratmi menerima gelas dan meneguknya.

 

"Terima kasih ya, Bi, udah jagain dan ngurusin anak-anak," sambung Bu Ratmi.

 

"Oh ya, mana Kak Lia?" tanya Bu Ratmi, menyapu pandangan ke seluruh ruangan.

 

"Kak Lia ke rumah Kak Mala, Ma, katanya ada kerjaan," jawab Alif.

 

"Oh gitu," singkat Bu Ratmi menjawab lalu berjalan menelusuri ruangan di rumahnya.

 

"Besok kita ke Bogor ya, Ma," kata Pak Setiawan saat seluruh keluarganya berkumpul di ruang makan. Sontak Lia tersedak mendengar ucapan papanya.

 

"Ngapain kita ke Bogor, Pa? Jangan bilang kalau kita mau ke rumah Om Taufik," jawab Lia terbatuk-batuk.

 

"Yeps, benar. Kita mau silaturahmi ke rumah Om Taufik dan Bule Ririn," jawab Pak Setiawan.

 

"Ngapain, Pa, kita ke sana? Bukannya Bule Ririn sudah ketahuan jahat dengan kasus cincin itu?" Lia berkomentar tak suka.

 

"Kejahatan itu jangan dibalas, Sayang, Mama setuju, Pa," kata Bu Ratmi, mencoba meredakan suasana terutama mendinginkan kekesalan Lia.

 

"Tapi Lia enggak suka, Ma, Bule Ririn jahat," ketus Lia memprotes. Bu Ratmi dan Pak Setiawan kompak tertawa.

 

"Lah, kok Mama Papa malah ketawa," ucap Lia tak suka sambil menaruh sendok di piringnya, dan kedua adik Lia pun ikut tertawa. "Kak Lia lucu deh mukanya kalau lagi sewot gitu, pake naruh nasi di ujung idung lagi kaya Pak Badut," Alif menjawab sambil menunjuk ujung hidung Lia. Muka Lia memerah sambil membersihkan batang hidungnya.

 

"Papa enggak pernah mau anak-anak Papa pendendam," kata Pak Setiawan, membersihkan mulutnya dengan telapak tangan.

 

"Apa bedanya kita sama dia bila kejahatan itu kita balas dengan kebencian, dan bukannya kamu sendiri yang telah membebaskan Mama dari jeratan cincin itu?" lanjut Pak Setiawan, menatap lembut putri sulungnya.

 

"Ketika kamu berani bertindak itu berarti kamu ingin Mama sembuh, dan Papa yakin kamu lakukan itu karena Allah. Makanya sekarang doamu sudah dikabulkan," sambung Pak Setiawan sambil meneguk segelas air putih.

 

"Nah, untuk lebih membersihkan pengaruh cincin itu, lebih baik kita kembalikan lagi cincin itu ke Bule Ririn," tambah Pak Setiawan. Lia hanya merengut tak suka.

 

Suzuki Ertiga berwarna hitam berhenti di depan sebuah rumah yang tertutup rapat. Bu Ratmi menurunkan kaca jendela.

 

"Kok sepi ya, Pa, mana gerbangnya digembok lagi?" kata Bu Ratmi, mendorong kepalanya ke luar, mengamati sekitar rumah itu. Lia, yang duduk di kursi belakang, juga ikut menurunkan kaca mobil dan mengamati keadaan sekitar. Pak Setiawan mematikan mesin mobil dan membuka kunci otomatis pintu. Bu Ratmi segera membuka pintu mobil dan melangkah ke luar mendekati gerbang besi berwarna hitam. Pak Setiawan ikut turun, diikuti Lia dan Alif. Perlahan langkah Lia mendekati gerbang, hijabnya bergerak ditiup angin, dan entah desiran apa, Lia merasa merinding tengkuknya. Lia mengernyitkan kening, menarik nafas, dan menghembuskan tertahan.

 

"Iihh, kok aku merinding ya," gumamnya pelan sambil melangkah mendekati orang tuanya yang sibuk menelpon Om Taufik dan Bule Ririn.

 

"HP Taufik enggak aktif, Pa, dan WA-nya juga udah keblokir," kata Bu Ratmi, menatap suaminya yang juga sedang mencecar nomor Ririn, adik bungsunya.

 

"Iya nih, kemana ya mereka, kok ngilang gitu aja," sahut Pak Setiawan, menimang gawainya sambil menatap lurus pintu utama rumah bercat hijau muda.

 

"Ma, Alif mau pipis," kata Alif, memegang tangan Mama. Bu Ratmi menoleh ke putranya.

 

"Oh, Alif mau pipis, kita ke masjid aja yuk," ajak Bu Ratmi, mengandeng Alif melangkah menuju masjid yang letaknya tak jauh dari rumah. Sementara Lia melipat tangannya di perut, masih merasakan aura yang dia sendiri bertanya-tanya, "Kenapa aku merinding amat ya."

 

"Bude Ratmi," sapa seorang wanita muda ketika Bu Ratmi keluar dari pagar masjid. Bu Ratmi menoleh dan melangkah mendekati wanita berkacamata itu yang juga melangkah mendekati Bu Ratmi.

 

"Nyari Pak Taufik ya," sang wanita telah mendekat dan bersalaman dengan Bu Ratmi, Bu Ratmi tersenyum, memberi jawaban.

 

"Kemana ya mereka, Mba Iin? Kenapa rumahnya digembok?" tanya Bu Ratmi.

 

"Sudah sebulan rumah itu kosong dan enggak ada yang tahu dimana dan kemana Pak Taufik dan Bule Ririn pergi," jawab wanita yang bernama Iin.

 

"Kemarin juga Bu Arya sama Pak Anto datang, tapi karena keadaannya sama kaya gini, yah udah mereka balik pulang," tambah Iin menjelaskan. Bu Ratmi tersenyum getir, berjuta pertanyaan timbul di benaknya mengenai keberadaan keluarga adiknya dan mengapa mereka menghilang.

Rina Indrawati
Rina Indrawati Rina Indrawati, seorang ibu rumah tangga yang menjadikan menulis sebagai terapi jiwa. Ada kebahagiaan tak terhingga yang dirasakannya setiap kali berhasil merangkai kata menjadi sebuah tulisan. Kebahagiaan itu pula yang mengantarkannya melahirkan dua buku solo: Rajutan Awan (2021) dan novel fiksi Rana Jelita (2024). Pengalamannya juga diperkaya dengan keikutsertaan dalam berbagai event antologi. Saat ini, Rina sedang fokus mengembangkan tulisannya di situs literasi rajutanaksara.com. Ingin mengenal Rina lebih dekat? Jangan ragu untuk menghubunginya: Ponsel: 08118411692 Instagram: rinaindrawati16 TikTok: rinaindrawati6

4 komentar

Yuk komennya, boleh banget kalau mau request atau yang lainnya. kami harapkan Masukan berupa kritikan dari kalian dengan bahasa yang membangun
Comment Author Avatar
Riana Sari
Sabtu, 27 Juli 2024 pukul 13.34.00 WIB Delete
cepetan updatenya dooong, gak pake lama, cepetaaaaaaaaaaaaaaaaaaan yaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Comment Author Avatar
Dhila Sri Ayuni
Sabtu, 27 Juli 2024 pukul 13.36.00 WIB Delete
Tunggu episode selanjutnya yaaaa, cepet updatenya jangan lama=lama, udah gak sabaran nih, tolong dipercepat
Comment Author Avatar
Kholila
Sabtu, 27 Juli 2024 pukul 13.38.00 WIB Delete
lama banget sih update ceritanya, cepetan dong, udah gak sabar nih, tolong mbakkm dipercepat yaaa
Comment Author Avatar
Putri Kharisma
Sabtu, 27 Juli 2024 pukul 13.42.00 WIB Delete
tante jahat mana mau ketemu sama orang sudah disakitinya, memang keren sih, kejahatan gak perlu dibalas dengan kejahatan, tapi harus dibalas dengan kebaikan, please ditunggu episode selanjutnya, tolong dipercepat ya updatenya, jangan lambat gitu loh