Hadiah dari sebuah kepolosan

Table of Contents

"Assalamu'alaikum," salam riang Jasmin ketika sampai di rumah, dan disambutlah dengan bahagia oleh bundanya.

 

"Waalaikum salam," kata Bu Santi menyambut putri semata wayangnya.

 

"Alhamdulillah, anak bunda udah pulang," katanya lagi, sambil mendekati buah hatinya yang berusia 8 tahun.

 

"Gimana sekolahnya, cantik?" tanya Bu Santi, membantu Jasmin merapikan tas sekolahnya. Jasmin menceritakan pengalaman di sekolah hari ini.

 

Seperti biasa, di saat pulang sekolah, Jasmin telah disambut sang bunda yang merupakan difabel netra. Biarpun seorang tuna netra, namun Bu Santi tak pernah menampakkan kesedihannya pada putrinya. Dia selalu menanamkan kemandirian pada dirinya sendiri dan mengajarkan hal itu pada anaknya. Sebagai anak, Jasmin tak pernah merasa rendah hati memiliki seorang ibu tuna netra. Jasmin sangat membantu bunda ketika beraktivitas, layaknya Jasmin adalah mata bagi Bu Santi.

 

"Gimana, Bun, kita jadi ke mal enggak?" tanya Jasmin ketika Bu Santi sedang merapikan alat makan yang dibawa Jasmin dari sekolah. Bu Santi tersenyum.

 

"Ayo, ini bunda sudah siap," kata Bu Santi, sambil terus merapikan peralatan Jasmin.

 

"Yes, kalau gitu aku ganti baju dulu ya, Bun," balas Jasmin riang, lantas dia segera ke kamar dan berganti pakaian.

 

Bu Santi turun dari angkot bersama Jasmin di depan sebuah mal, tongkat langsung dia pasang sebagai identitas diri. Ibu dan anak ini melangkah memasuki gedung berlantai 6 di kawasan tengah kota.

 

Mereka hari ini sengaja pergi ke mal karena ingin membeli hadiah untuk Rio, teman Jasmin yang besok berulang tahun.

 

"Kita mau beli apa, Bun?" tanya Jasmin ketika mereka telah memasuki gedung mal.

 

Suasana mal sedikit sepi, maklumlah ini hari Rabu dan baru jam dua siang, itu tandanya aktivitas lebih banyak dilakukan di kantor daripada berjalan di pusat perbelanjaan.

 

"Belum tahu, Kak. Menurut kamu, enaknya kita kasih apa ya, Rio?" Bu Santi balik bertanya. Jasmin yang berada di sisi kiri terus menggandeng sang bunda yang di sisi kanannya tetap memainkan tongkat sebagai penunjuk jalan.

 

"Kita naik ke atas yuk, Bun!" ajak Jasmin ketika melihat eskalator. Bu Santi mengangguk tanda setuju. Jasmin telah mengerti bagaimana cara membimbing bundanya. Dia memberi instruksi bila ada yang diperlukan. Selain itu, Bu Santi memang sudah paham bagaimana cara mengenali sebuah tempat. Oleh karena itu, dia tak terlihat canggung saat menaiki eskalator.

 

Sebuah toko pernak-pernik mereka masuki dan dibelilah sebuah botol minum sebagai hadiah untuk Rio. Saat pembayaran di kasir, Bu Santi menggunakan kartu ATM. Ketika petugas kasir meminta nomor PIN, Jasminlah yang menekan tombol angka PIN ATM dengan cara Bu Santi membisikkan satu demi satu angka PIN ATM-nya.

 

Selesai berbelanja, Jasmin meminta makan.

 

"Bun, makan yuk, Jasmin lapar," ajak gadis yang telah kelas 4 sekolah dasar. Bu Santi pun menyetujuinya karena memang tadi di rumah mereka belum makan siang.

 

Dipilihlah sebuah resto cepat saji yang menjadi tempat favorit Jasmin. Mereka melangkah masuk ke resto itu dan mengikuti jalur antrian pesanan. Ada tiga orang di depan mereka, berarti keduanya harus bersabar menunggu antrian.

 

Tiba giliran Jasmin dan Bu Santi untuk memesan, dan mereka pun menyebutkan menu yang mereka inginkan. Saat pembayaran, seperti biasa Bu Santi menggunakan ATM-nya, dan Jasminlah yang menekan tombol digit nomor ATM seperti yang dibisikan bundanya. Untuk membawa pesanan, Bu Santi meminta tolong petugas resto untuk membawakan pesanan mereka.

 

"Cuci tangan dulu, Kak," ajak Bu Santi pada Jasmin yang telah duduk menunggu pesanannya. Jasmin pun berdiri lagi, lantas menggandeng bundanya melangkah menuju tempat untuk mencuci tangan.

 

Selesai makan, Bu Santi mengajak Jasmin untuk ke masjid karena sebentar lagi azan Ashar.

 

"Kita sholat Ashar dulu yuk, Kak, sebelum pulang," ajak Bu Santi.

 

"Siap, Bun," jawab Jasmin, dan mereka pun melangkah menuju ke masjid yang letaknya satu lantai lagi dari tempat mereka sekarang berada.

 

Sampai di masjid, kumandang azan terlantun, suaranya sangat menyejukkan.

 

"Taruh di sini aja, Bun, sepatunya," kata Jasmin ketika mereka melepas alas kaki, dan Jasmin meletakkannya di pojokan agar tak mengganggu orang lain.

 

Setelah berwudhu, mereka langsung masuk ke dalam masjid dan mengikuti sholat Ashar berjama'ah.

 

Selesai sholat, Jasmin dan Bu Santi keluar dari ruang masjid, lantas mencari alas kaki yang ditaruh di area sepatu.

 

"Sepatu bunda mana ya, Kak?" tanya Bu Santi, meraba dengan tongkatnya mencari alas kakinya karena Jasmin belum memberinya.

 

"Sabar, Bun, nih, Jasmin lagi nyari," jawab Jasmin, menoleh ke kanan kiri, menelusuri pandangan di setiap yang mampu dia lihat, namun tak juga dia melihat keberadaan sepatu bundanya.

 

"Mana ya?" ucap Jasmin, masih mencari alas kaki ibunya. Sedikit putus asa, Jasmin kembali menggandeng bundanya.

 

"Enggak ada, Bun, gimana ya?" ucap Jasmin putus asa. Bu Santi menelan kekecewaan, dia juga tadi sudah berusaha meraba dengan kakinya namun tak ditemukan sepatu hitam miliknya.

 

Ditengah keputusasaannya, tiba-tiba Jasmin melepas tangannya dan melangkah mendekati seorang laki-laki yang sibuk dengan ponselnya.

 

"Maaf, Pak, itu kaki bapak nginjak sepatu bunda aku," Jasmin berkata sambil menunjuk sepatu yang terinjak di sela-sela kedua kaki laki-laki berkemeja krem.

 

Sontak laki-laki itu menoleh ke Jasmin, menatapnya tak suka, lantas dia menundukan kepala melihat ke tempat yang Jasmin maksud. Tanpa berkata, dia mengeser letak berdirinya.

 

"Bapak gimana sih, emang enggak terasa apa nginjak sepatu?" kata Jasmin yang berjongkok meraih sepatu bundanya.

 

"Kan bapak tahu tadi aku dan bunda lagi nyari sepatu, eh malah bapak diam saja," Jasmin terus mengomel, tanpa memperdulikan raut muka laki-laki itu.

 

Bu Santi, dibantu tongkat, melangkah mendekati suara Jasmin dan berkata, "Kenapa, Kak?" Jasmin segera memberikan sepatu hitam itu ke kaki sang bunda di kiri dan kanannya.

 

"Ini, Bun, tadi sepatu bunda sedikit ke injak dan terselip di sela kaki bapak itu," ucap Jasmin, menunjuk sang bapak yang dia maksud dengan ujung dagunya.

 

"Oh, gitu," Bu Santi menjawab.

 

"Maaf ya, Pak, kalau putri saya tak sopan," kata Bu Santi ke arah laki-laki di sampingnya yang diam memperhatikan gerak-gerik ibu dan anak ini.

 

"Eh, Bun, ngapain minta maaf, orang dia yang salah," Jasmin memprotes, mengandeng bundanya.

 

"Lagian, Pak, itu juga pasti tahu kalau bunda buta, kan bunda sudah pake tongkat," lanjut Jasmin, menatap laki-laki itu.

 

"Hus, enggak boleh gitu," jawab Bu Santi, memberikan pengertian pada Jasmin.

 

"Iya, Bun," singkat Jasmin berkata, lantas dia mengulurkan tangan meminta maaf pada sang bapak.

 

"Maaf ya, Pak, nama saya Jasmin," katanya, memberi senyum manisnya. Pak itu membalas uluran tangan Jasmin hingga keduanya bersalaman.

 

"Saya Latif dan memang benar saya yang salah, maaf ya, Jasmin," katanya, menepuk bahu Jasmin.

 

"Nah, sebagai permohonan maaf, gimana kalau kita makan dulu?" ajak Pak Latif, menatap Bu Santi meminta persetujuan.

 

"Maaf, Pak, tidak usah begitu, lagipula kami baru saja makan," kata Bu Santi, mengajak Jasmin berjalan.

 

"Kita duluan, Pak," Bu Santi berpamitan.

 

"Duluan ya, Pak, besok kalau ada orang difabel dibantu ya, Pak," ucap Jasmin yang ikut melangkah di samping bundanya.

 

"Bun, Jasmin mau pipis," kata Jasmin disaat mereka sedang menuruni eskalator.

 

"Ya udah, kita ke toilet dulu baru pulang," Bu Santi menjawab, merekapun melangkah menuju ke toilet.

 

"Jasmin," terdengar sebuah suara memanggilnya ketika Jasmin dan Bu Santi keluar dari arah toilet.

 

"Bapak yang tadi, Kak," kata Bu Santi, masih mengenali suaranya siapa.

 

"Iya, Bun," jawab Jasmin. Pak Latif berjalan mendekati mereka.

 

"Ini buat kamu," ucap Pak Latif menyodorkan sebuah body bag untuk Jasmin. Jasmin menatap bungkusan itu dan menoleh ke bundanya.

 

"Apa itu, Pak?" tanya Bu Santi.

 

"Ini hadiah untuk kecerdasan Jasmin, Bu," kata Pak Latif, menatap Bu Santi.

 

"Saya bangga bisa mendapat pelajaran dari putri ibu, dan ijinkan saya memberi hadiah untuk Jasmin," Pak Latif memberikan penjelasan.

 

"Ambil, Jasmin. Ini hadiah untuk kamu yang sangat sayang dan peduli sama orang tua," kata Pak Latif sekali lagi, menyodorkan kantung itu ke Jasmin. Tanpa berkata apapun, Jasmin menerimanya dan berkata, "Terima kasih, Pak."

 

"Sama-sama dan semoga kamu suka," ucap Pak Latif. Setelah berbasa-basi sejenak, Pak Latif berbalik badan, melangkah meninggalkan Bu Santi dan Jasmin yang menatap kepergiannya.

 

"Alhamdulillah, botol minum yang tadi Jasmin incar, Bun," kata Jasmin riang saat melihat isi body bag yang diberi Pak Latif.

Rina Indrawati
Rina Indrawati Rina Indrawati, seorang ibu rumah tangga yang menjadikan menulis sebagai terapi jiwa. Ada kebahagiaan tak terhingga yang dirasakannya setiap kali berhasil merangkai kata menjadi sebuah tulisan. Kebahagiaan itu pula yang mengantarkannya melahirkan dua buku solo: Rajutan Awan (2021) dan novel fiksi Rana Jelita (2024). Pengalamannya juga diperkaya dengan keikutsertaan dalam berbagai event antologi. Saat ini, Rina sedang fokus mengembangkan tulisannya di situs literasi rajutanaksara.com. Ingin mengenal Rina lebih dekat? Jangan ragu untuk menghubunginya: Ponsel: 08118411692 Instagram: rinaindrawati16 TikTok: rinaindrawati6

3 komentar

Yuk komennya, boleh banget kalau mau request atau yang lainnya. kami harapkan Masukan berupa kritikan dari kalian dengan bahasa yang membangun
Comment Author Avatar
Jumat, 02 Agustus 2024 pukul 11.31.00 WIB Delete
Terharu deh...
Comment Author Avatar
Anonim
Jumat, 02 Agustus 2024 pukul 11.35.00 WIB Delete
MasyaAllah,jasmine anak yang baik dan periang.
Comment Author Avatar
Anonim
Kamis, 07 November 2024 pukul 12.16.00 WIB Delete
Keren, Jasmin. Selalu jadi anak baik, ya.