Cincin bermata tiga bagian 9

Table of Contents

Belum sempat Bu Ratmi masuk ke kamar, Sifa tiba-tiba ponselnya berdering. Ibu tiga anak ini membalikkan badan dan melangkah kembali duduk di samping Lia. Dia segera mengambil ponselnya dan melihat nama yang tertera di layar monitor.

 

"Lilis," ucapnya untuk diri sendiri. Lia asyik menikmati roti bakarnya sambil memasang telinga ingin tahu ada apa Bu Lilis menelpon.

 

"Assalamu'alaikum," salam Bu Ratmi membuka pembicaraan jarak jauhnya.

 

"Ya ALLAH, kalau gitu berarti tidak jadi kesini ya bang Udinnya," kata Bu Ratmi terus berbicara via telepon dengan Lilis, istri Pak Udin yang sedang ditunggunya.

 

"Mereka enggak jadi ke sini Ma?" tanya Lia ketika melihat mamanya menutup telepon. Bu Ratmi menggeleng.

 

"Anaknya Kiki keserempet motor, makanya mereka mau ngebawa Rafa ke rumah sakit, dan Pak Udin sama Kiki lagi ngurus orang yang menyerempet," jelas Bu Ratmi terlihat kecewa menjatuhkan punggungnya ke sandaran sofa.

 

"Mana kondisi Sifa, belum juga ada perubahannya lagi?" lanjut Bu Ratmi menelan kekecewaannya.

 

"Tadi abis sholat subuh, Lia masuk ke kamar Sifa. Eh, Sifa yang lagi anteng tidur, malah tiba-tiba bangun ngeberontak lagi. Trus Lia sama Pak Otong disuruh keluar," Lia menceritakan kejadian itu pada mamanya. Bu Ratmi menengok ke Lia.

 

"Emang kamu ngapain?" tanyanya.

 

"Lia masuk dan berdiri dekat pintu, lalu Lia baca ayat kursi. Eh, pas yang ketujuh, Sifa malah kumat lagi," kata Lia menceritakan kejadiannya pada mamanya.

 

"Pak Otong ngapain aja semalaman?" kembali Bu Ratmi bertanya sambil menelpon suaminya. Lia menggeleng.

 

"Enggak tahu, dan dia yang tadi nyuruh Lia keluar," jelas Lia yang telah menghabiskan roti bakarnya. Bu Ratmi menelpon Pak Setiawan, suaminya, namun nada dering sampai habis tetap tak ada jawaban. Lantas dia menutup telepon, mendesah kecewa.

 

"Dimana sih kamu Pa?" tanyanya sendiri.

 

"Emang tadi Mama ke sini sama siapa?" tanya Lia.

 

"Naik ojek abis Alif ngajak jalan-jalan sama Papa, tapi katanya nanti mereka pulangnya ke sini," kata Bu Ratmi. Bangkit berdiri dan melangkah ke kamar Sifa, Lia segera merapikan tempat makan dan beranjak berdiri, dia ingin sholat duha.

 

Selesai empat rakaat, Lia mengerjakan duha dan dilanjutkan dengan tilawah serta dzikir. Lantas Lia kembali masuk ke kamar Sifa yang tampak tenang meski gadis itu tidak tidur, tubuhnya masih dikat dengan mulut yang juga masih menggunakan masker, tapi kali ini ada selang infus yang mengalirkan cairan infus ke tubuh Sifa. Karena Arya seorang suster, makanya dia melakukan itu agar tubuh Sifa tetap mendapatkan cairan agar tidak dehidrasi.

 

Aroma kamar ini benar-benar tak menyenangkan bagi Lia, bau dupa bercampur aroma asap lisong dan ditambah bau wewangian dari serbuk yang menutupi lantai serta sebagian ranjang dimana Sifa tidur membuat perut Lia bergejolak. Dia menahan mual dengan menutup mulutnya dengan seblah telapak tangan. Lia diam tanpa suara di dekat pintu namun hatinya terus berdzikir membaca ayat kursi dan lagi-lagi ketika Lia membaca ayat kursi yang ketujuh kalinya, Sifa mulai sedikit memberontak. Lama kelamaan tubuh Sifa mengeliat kuat serta mulutnya berucap sesuatu yang tak jelas. Sontak semua orang yang ada menjadi terkejut, terutama Pak Otong yang duduk bersila sambil berkomat-kamit tak jelas. Laki-laki paruh baya dengan blankon hitamnya melotot ke arah Lia dengan tatapan tajam seakan dia akan menelan Lia.

 

"Sudah dibilang kamu jangan pernah masuk, cepat keluar," hardiknya benar-benar marah. Semua mata memandang Lia dari sorotannya meminta Lia keluar, dan tanpa protes Lia melangkah meninggalkan kamar Sifa.

 

"Emang aku kenapa ya?" tanya Lia pada dirinya sendiri ketika dia sudah kembali duduk di sofa. Bu Ratmi dan Pak Anto melangkah mendekati Lia.

 

"Kamu baca apa tadi, Kak?" tanya Bu Ratmi saat telah duduk di samping Lia. Gadis ini mengernyitkan dahi memasang muka kesalnya.

 

"Lia tadi cuma baca ayat kursi aja, Ma, tapi kenapa ya dua kali kejadian pas Lia baca yang ketujuh, eh malah Sifa bereaksi," ucapnya masih penuh kesal.

 

"Manalagi Pak Otong, serem amat. Trus dia ngapain aja semalaman lebih?" lanjutnya mengerutu. Bu Ratmi dan Pak Anto hanya menelan rasa yang sama.

 

"Om, kita tidak boleh ngebiarin kelamaan Sifa seperti itu, kita harus nolong Sifa secepatnya, Om," kata Lia berapi-api meminta Pak Anto, ayah Sifa, untuk segera bertindak. Pak Anto menghela nafas, mengusap mukanya dengan kedua belah tangannya. Bu Ratmi mencoba menenangkan adik iparnya.

 

"Banyakin istigfar, yakin kita bisa nyelesain masalah ini dengan bantuan ALLAH," kata Bu Ratmi menatap Pak Anto dengan lembut.

 

"Makanya, Ma, kayanya kita jangan percaya lagi sama Pak Otong, itu musrik, Ma," Lia berpendapat mengeluarkan kekesalannya sama Pak Otong. Bu Ratmi menepuk paha Lia pertanda dia meminta Lia untuk diam. Selagi suasana hening sejenak, tiba-tiba Bi Sri masuk dan berkata.

 

"Kak Lia di luar ada Mbak Mala sama tiga orang," katanya memberi tahu kedatangan Mala.

 

"Kok enggak disuruh masuk aja, Bi?" Bu Ratmi yang menjawab. Namun Lia segera berdiri dan melangkah ke teras rumah.

 

Lia senang mendengar Mala sudah datang, namun dia bertanya-tanya, "Bawa siapa sih Mala?" gumamnya dalam hati sambil terus melangkah ke teras rumah.

 

Sampai di depan pintu ruang tamu, betapa terkejutnya Lia, ternyata Mala bersama seorang wanita, yaitu Bu Yani, guru ngajinya, bersama Pak Tarno, suaminya, dan Ustad Abas, teman adik Tarno yang Lia kenal. Lia segera mencium tangan Bu Yani yang dia sapa Umi.

 

"Assalamu'alaikum, Umi," salam Lia yang dibalas Umi sambil meraih bahu Lia dan membawanya dalam pelukan. Ketika itu hati Lia laksana diguyur air es nan sejuk dalam pelukan Umi, dia menumpahkan kekesalannya.

 

"Umi, Lia kasihan sama Sifa dan Lia sebel banget sama Pak Otong," ungkapnya sedikit trisak. Umi membesarkan hati Lia dengan menepuk punggung Lia lembut seraya membisikan kata-kata penyejuk hati.

 

"Istigfar, Sayang, serahkan sepenuhnya sama ALLAH. Kuatkan dzikir dan buang pikiran jelek lainnya," Umi Yani terus memacu semangat Lia untuk pasrahkan masalah ini hanya pada ALLAH.

 

Bu Ratmi yang mengikuti Lia ke luar nampak terkejut melihat kedatangan tamunya.

 

"Kamu bawa pasukan ya?" kata Bu Ratmi setelah mempersilahkan tamunya untuk duduk di ruang tamu. Mala tersipu malu.

 

"Abis aku kasihan sama Sifa, Tante, jadinya niatnya cuma ingin bantu aja. Dan kebetulan Umi dan Abi sudah tahu masalah cincin itu dari Lia, ya, aku lanjutin aja ceritanya semalam sama Umi. Eh, malah Umi dan Abi mau bantu, plus bonus ada Ustad Abas, adik Abi, juga mau bantu," Mala menjelaskan tujuannya. Bu Ratmi tersenyum mengacungkan ibu jarinya ke Mala, dan Mala pun mengangguk.

 

"Semoga kami bisa bantu Sifa ya, Bu," kata Umi Yani yang membuat gairah Lia kembali semangat untuk membantu Sifa.

 

Pasukan Mala mengikuti Lia dan Bu Ratmi menuju kamar Sifa. Anto yang ada di luar kamar Sifa terkejut melihat tamunya yang datang. Lia dengan sigap dan senang memperkenalkan pasukan yang dibawa sahabatnya Mala.

 

"Om, ini Umi Yani dan suaminya Abi Tarno, mereka guru ngaji Lia dan Mala," jelas Lia mendekati Umi Yani dan memeluknya serta melirik ke Abi Tarno untuk menunjukkan yang mana Abi Tarno. Dan dengan sudut mata berikutnya, Lia berkata.

 

"Yang itu Ustad Abas, adiknya Abi Tarno, dia biasa merukiyah," lanjut Lia. Pak Anto segera menyalami kedua laki-laki yang menjadi tamunya.

 

"Ijinkan kami membantu dalam masalah ini, Pak," Abi Tarno berkata saat dia bersalaman dengan Pak Anto.

 

"Dengan senang hati, Pak, lakukan yang terbaik demi anak saya Sifa," balas Pak Anto yang tampak letih dengan raut muka pucat menahan beban pikiran.

 

Rombongan Lia memasuki kamar Sifa yang masih terlihat tenang meski tubuhnya terikat tak berdaya.

 

"Astagfirullah," Mala terkejut ketika penglihatannya sudah lebih dulu sampai di dalam kamar Sifa yang pintunya terbuka. Mala menarik lengan Lia dan berkata sambil berbisik.

 

"Li, ngapain aja tuh dukun semalaman?" tanya Mala sedikit kesal. Lia mencibir.

 

"Enggak jelas," singkat Lia mengungkapkan kesalannya.

 

Ketika rombongan itu masuk, sontak Pak Otong langsung berdiri merasa terganggu. Pria paruh baya memasang raut marah dan hendak mengusir rombongan itu, terlebih lagi ketika matanya beradu tatap dengan Lia. Kali ini dengan kekuatan penuh, Lia balik menatap Pak Otong dengan tatapan tak sukanya.

 

"Siapa kalian?" hardiknya ketus.

 

"Aku Lia, kakak sepupunya Sifa, dan ini semua orang yang akan membantu Sifa," Lia yang menjawab menatap lurus ke Pak Otong.

 

"Kami ingin membebaskan Sifa dari pengaruh cincin itu, bukan seperti bapak yang hanya bisa membuat Sifa tenang tapi tidak menyelesaikan masalah," lanjut Lia penuh wibawa. Kata-kata Lia membuat darah Pak Otong seakan mendidih, dia marah.

 

"Apa maksud kamu?" suaranya benar-benar berisi kekuatan amarah membuat merinding rasa takut, namun kini Lia siap berperang melawan Pak Otong yang menurutnya hanyalah menambah masalah bukan menyelesaikan permasalahan.

 

"Kami ingin melepaskan cincin itu, bukan hanya berdiam diri seperti yang bapak lakukan semalaman," kembali Lia menjawab tenang mengangkat dagunya.

 

"Semprul," bentak Pak Otong meludah dan ini membuat perut Lia bergejolak mual enek dan tak karuan jijik melihat liur yang keluar dari mulut Pak Otong dengan bau yang tentu saja amat tak sedap. Lia menutup mulutnya menahan perutnya yang ingin muntah, namun sekuat apapun Lia berusaha menahan muntahnya tetap saja reaksi isi perutnya yang bergejolak keluar tak bisa ditahan. Lia berlari ke arah kamar mandi, namun di tengah perjalanan dia muntah sejadi-jadinya. Mala sigap segera dia membantu Lia yang terus mengeluarkan isi perutnya di lantai kamar Sifa. Bu Ratmi pun membantu putrinya memapah keluar kamar, namun Lia menolak menepiskan tangan mamanya yang merangkul bahunya.

 

"Lia enggak apa-apa, Ma, Lia mau bantu Sifa, ini karena Lia jijik aja sama ludahnya Pak Otong," kata Lia yang berusaha menguasai dirinya.

 

Bi Sri datang membawakan segelas air hangat dan memberikan pada Lia, tanpa berkomentar Lia menerima gelas itu.

 

"Bismillahirrohmanirrohim," ucap Lia meneguk air dalam gelas. Sementara Pak Otong yang sudah dilerai oleh Arya segera hanya diam mematung.

 

"Mala, Lia, apakah kalian masih punya wudhu?" tanya Umi Yani ketika mereka akan memulai menolong Sifa. Lia dan Mala sama-sama kompak mengangguk.

 

"Siap berperang, Li," bisik Mala mengoda Lia, Lia melirik dengan ujung matanya memberikan senyum keyakinan.

 

Rina Indrawati
Rina Indrawati Rina Indrawati, seorang ibu rumah tangga yang menjadikan menulis sebagai terapi jiwa. Ada kebahagiaan tak terhingga yang dirasakannya setiap kali berhasil merangkai kata menjadi sebuah tulisan. Kebahagiaan itu pula yang mengantarkannya melahirkan dua buku solo: Rajutan Awan (2021) dan novel fiksi Rana Jelita (2024). Pengalamannya juga diperkaya dengan keikutsertaan dalam berbagai event antologi. Saat ini, Rina sedang fokus mengembangkan tulisannya di situs literasi rajutanaksara.com. Ingin mengenal Rina lebih dekat? Jangan ragu untuk menghubunginya: Ponsel: 08118411692 Instagram: rinaindrawati16 TikTok: rinaindrawati6

1 komentar

Yuk komennya, boleh banget kalau mau request atau yang lainnya. kami harapkan Masukan berupa kritikan dari kalian dengan bahasa yang membangun
Comment Author Avatar
Rabu, 14 Agustus 2024 pukul 13.20.00 WIB Delete
Akhirnya...Sifa mau ditolong juga. Kapan lagi bersambung ceritanya, Mbak?