Percikan embun dari seorang tunanetra
Detik
waktu terus bergulir tanpa bisa dihentikan, apalagi diulang. Takdir adalah
kehendak Illahi yang tak bisa ditapik. Keterbatasan adalah kenikmatan yang
harus disyukuri, meski batin menjerit dengan kenyataan bahwa mata fisik sebelah
kananku telah total tak berfungsi dan mata kiriku pun hanya 30%. Namun,
keyakinan membuatku bangga menjadi difabel netra. Terbukti, inilah bentuk kasih
sayang Tuhan untukku. Pikiran positifku mengatakan bahwa mungkin bila
penglihatanku sempurna, aku akan khilaf menjadi sombong hingga lupa bersyukur.
Kini, aku menjalani aktivitas keseharian dalam kegelapan pandangan, dalam rasa
syukur dan bangga menjadi seorang tunanetra.
Nah,
sahabat Raksa, tentu kalian ingin tahu bagaimana aku bisa bahagia dengan
ketunanetraan yang kualami. Di tulisan kali ini, aku ingin berbagi kisah di
balik sebuah tempat yang spesial dalam hidupku. Yuk, ikuti perjalanan aku di
Yayasan Mitra Netra.
Ya,
Yayasan Mitra Netra adalah rumah semangat, rumah pembelajaran ku untuk
bersyukur. "Rumahh mata" adalah istilah yang ku buat sendiri untuk
Yayasan Mitra Netra di Jalan Gunung Balong, Lebak Bulus, Jakarta Selatan.
Namun, untuk menghindari kesalahpahaman, maka cukup Yayasan Mitra Netra saja.
Itu hanya kata indah dalam hatiku, karena yang sesungguhnya harus kalian tahu
betapa berartinya yayasan ini untuk memacu gairah hasratku, kala aku belum bisa
berdamai dengan ketunanetraan.
Bila
kalian ingin mengetahui tentang Yayasan Mitra Netra, silakan mencari di sosial
media. Sebagai rujukan, silakan klik https://mitranetra.or.id,
atau kunjungi Instagram: @mitranetra.
Cerita
kali ini, aku ingin berbagi semangat bersyukur dari kisah teman-teman yang ku
temui di Yayasan Mitra Netra. Menjalani aktivitas dalam ketunanetraan tidaklah
mudah. Rasa syukur itulah yang membuat mereka kuat dan ikhlas menerima takdir
Tuhan.
Adi
Ariyanto, seorang laki-laki kelahiran Jakarta, Januari 1977, adalah orang
pertama yang menyulut semangatku ketika pertama kali aku datang ke "rumah
mata". Dia bekerja di Yayasan Mitra Netra sejak tahun 2007. Di Yayasan
Mitra Netra, laki-laki bertubuh tinggi sedikit kurus ini bekerja sebagai Staf
bagian rehabilitasi. Tugas pokoknya sebagai konselor tunanetra. Konsuler tunanetra
maksudnya, bila ada tamu baru di Yayasan Mitra Netra, Mas Adilah yang menyambut
dan memberikan penjelasan tentang Yayasan Mitra Netra, selain membesarkan
semangat dari klien baru. Dari Mas Adilah, pintu dunia baru terbuka, tinggalah
langkah kemana potensi diri bisa diterbangkan.
Di
Yayasan Mitra Netra, Mas Adi mengajar Braille, mengajar musik, dan mengajar
bahasa Inggris untuk anak-anak. Di tempat lain, sosok riang berwibawa dalam
kesahajaan ini membina latihan angklung dan juga bekerja sebagai founder
komunitas Living Word. Sosok santun penuh humoris ini akan membuat kenyamanan
bila bercengkrama denganya. Bagaimana tidak, kata-kata bijak penuh motivasi
akan mengguyur hati untuk menunjukkan potensi diri. Bila bertukar keluh dengan
ayah satu orang putra ini, terbukalah cakrawala pemahaman hidup dalam
keterbatasan untuk membuktikan talenta bakat yang dimiliki. Istrinya juga
seorang difabel netra yang cukup potensial dan membanggakan, namanya Santi. Mas
Adi mengenal wanita pujaannya ini di Yayasan Mitra Netra.
Bermain
alat musik piano, harmonika, serta flute menjadi kegemarannya. Bahkan bila di
suatu pagelaran musik yang diikutinya, Mas Adi akan menjadi salah satu pemain
alat musik tersebut. Bahkan Mas Adi masih tergabung dalam suatu komunitas vokal
grup. Memanajemen waktu sangat diperhitungkan olehnya dengan berbagai kesibukan
baik di Yayasan Mitra Netra maupun di tempat lain. Seperti di sela waktunya,
dia masih memberi pelajaran secara privat anak didiknya belajar memainkan alat
musik piano. Pialang juga dia geluti. Aku mengetahuinya dari sosial media.
Multi talenta yang kusuka dari pribadi yang sigap ringan tangan. Untukku, Mas
Adi adalah "petromaks kurungan ayam" untukku. Mengapa demikian? Ya,
tentunya ada kisah tersendiri di balik istilah yang aku sematkan untuknya. Dari
Mas Adi, aku banyak belajar hidup, terutama saat aku sedang dalam dilema.
Laksana psikolog pribadi, aku sering meminta waktunya untuk bertukar cerita dan
ide-ide cemerlang. Filosofi kehidupan akan menjadi ladang ilmu yang terus aku
ingat. Judul buku solo pertama dan kedua ku juga atas andil Mas Adi. Gagasan
berlianya membuat aku menyetujui pendapatnya, meski terlebih dahulu aku
berpikir untuk merealisasikan masukan dari dirinya. Sosok Adi Ariyanto selalu
ku simpan sebagai bara semangat dalam hidupku.
Membaca
adalah jendela dunia. Namun, bila mata fisik sudah tak mampu berfungsi, yang
terpikir lantas bagaimana cara tunanetra bisa membaca tulisan? Huruf Braille
adalah jenis huruf yang bisa diraba, dirasakan bentuk posisinya, hingga seorang
tunanetra mampu merangkai huruf demi huruf menjadi kata, kalimat, dan bacaan.
Di perpustakaan Yayasan Mitra Netra, disediakan buku-buku Braille dari berbagai
jenis, baik fiksi maupun nonfiksi, yang bisa dibaca teman tunanetra layaknya
mereka bisa membaca buku tulisan awas.
Pustakawan
yang bekerja di perpustakaan ini sudah mengabdikan diri sejak tahun 2004.
Namanya Endah Tri Wahyuningsih. Mba Endah, aku menyapanya. Selalu ramah
melayani kemauan klien untuk meminta bacaan yang diinginkan. Mba Endah juga
seorang difabel netra, meski penglihatannya masih 60% atau low vision. Mba
Endah menggunakan kaca pembesar untuk membaca tulisan awas. Selain menjadi
pustakawan, wanita kelahiran Jakarta tahun 1974 ini, dengan pendidikan
terakhirnya strata satu psikologi, juga merupakan seorang asisten terapis dan
pengajar Braille untuk anak-anak netra. Sosok periang penuh canda, cekatan
dalam melayani membuat kenyamanan tersendiri berada di ruang perpustakaan
Yayasan Mitra Netra. Bahkan Mba Endah selalu siap memberikan rekomendasi
buku-buku terbaik untuk dibaca. Bukan hanya bisa meminjam buku, kita pun bisa
membeli buku Braille ataupun buku audio dalam kepingan DVD. Suka membaca? Yuk,
ke perpustakaan Yayasan Mitra Netra!
Selain
buku Braille, di perpustakaan Yayasan Mitra Netra juga disediakan buku audio.
Yaitu buku awas yang dibacakan oleh seorang pembaca buku. Di Yayasan Mitra
Netra, ada beberapa pembaca buku, bahkan ada relawan yang telah mengisi
suaranya untuk buku audio. Bila kita datang langsung ke Yayasan Mitra Netra,
buku audio ini dapat kita pinjam. Sebuah alat seperti remote yang diberi nama
“EVO” atau audio player yang diisi kartu memori, sehingga bila kita anggota
Yayasan Mitra Netra ingin meminjam, maka terlebih dahulu harus menjadi anggota
perpustakaan Yayasan Mitra Netra. Lantas pustakawan nan cantik alias Mba Endah
akan mencatat judul dan pengarang buku yang akan kita pinjam. Tak segan-segan
Mba Endah juga merekomendasikan buku-buku lainnya yang tentu saja berkualitas.
Untuk
teman netra di luar daerah yang tidak bisa datang ke Yayasan Mitra Netra, tetap
dapat menikmati buku audio di aplikasi Pustaka Mitra Netra. Selain itu,
perpustakaan Yayasan Mitra Netra juga menyediakan buku “EPUB” atau elektronik
publik. Sama seperti buku audio, namun EPUB ini yang membacakan adalah suara
mesin, bukan suara pembaca audio di Yayasan Mitra Netra.
Di
Yayasan Mitra Netra, aku mengenal salah seorang pemilik suara emas, penyambung
mata untuk kami kaum tunanetra, yaitu Yuni Sulistiowati. Mba Yuni, begitu
sapaan untuknya. Wanita yang lahir di Jakarta tahun 1980 ini telah bekerja di
Yayasan Mitra Netra sejak tahun 2004. Hingga suaranya sudah menyelimuti telinga
kami dalam bacaan yang kami sukai. Kemahiran Mba Yuni memainkan karakter tokoh
di sebuah cerita membawa kami yang mendengarkan suara Mba Yuni seakan tenggelam
di kisah buku tersebut. Mba Yuni selalu pas membawakan antara percakapan,
obrolan penokohan dengan narasi cerita. Untukku, Mba Yuni memang sangat
profesional dalam membaca buku audio.
Bukan
hisapan jempol belaka pujianku untuk ibu dari dua orang putra ini. Dia memiliki
penggemar se-nusantara, menyebar karena rekam suara Mba Yuni yang telah menjadi
buku audio telah tersebar untuk tunanetra di pelosok negeri. Aku mengetahui hal
ini karena dengan kasih sayang Mba Yuni, dia mempersatukan kami penggemar suara
dirinya dalam buku audio di sebuah grup WhatsApp. Dan anggotanya jauh dari
kota-kota di provinsi lain. Kinerja yang membanggakan dan selalu dirindu dengan
karya terbaru. Tak jarang teman-teman netra yang hobi membaca novel berusaha
memburu membeli sendiri novel favorit terbaru yang diincar dan mengirim ke
Yayasan Mitra Netra, meminta Mba Yuni untuk membacanya. Mendengar suara Mba
Yuni ada kecanduan tersendiri, hingga aku secara pribadi lebih menyukai suara
Mba Yuni daripada pembaca lainnya, meski suara pembaca audio lainnya juga
sangat bagus. Terimakasih para penyambung mata kami, karena dari kalianlah
kami, sang tunanetra, mampu membaca buku kembali agar jendela dunia bisa kami
buka dan ilmu pengetahuan dapat kami serap dari buku-buku yang kalian bacakan.
Bila
kalian langsung bertatap muka dengan Mba Yuni, kalian akan tertipu
penampilannya dengan suara yang telah dia buat di buku audio. Keceriaan
pembawaannya memberi warna tersendiri bila dia bergabung ketika kami berkumpul.
Selain keceriaan, Mba Yuni ringan tangan membantu tunanetra sangatlah kami
butuhkan. Karena Mba Yuni masih sempurna penglihatannya, untuk itu Mba Yuni
juga mengajar orientasi mandiri untuk klien baru.
Orientasi
mandiri adalah pembelajaran berorientasi untuk tunanetra baru. Karena titik
puncak yang didambakan adalah, meski mata fisik tak berfungsi, namun
kemandirian haruslah menjadi prioritas utama agar kita bisa menjalani aktivitas
keseharian tanpa harus menjadi beban orang lain. Tongkat sebagai identitas diri
diajarkan bagaimana dengan tongkat ini kita bisa mengenali jalan yang akan
dilalui. Dari hal yang terkecil, instruktur OM memberikan pelatihan.
Mba
Yuni merangkul kami dalam kebersamaan, menyatukan silaturahmi membuat keluarga
baru di Yayasan Mitra Netra. Aku mengidolakan kinerjanya sebagai seorang
pengajar OM ataupun pembaca buku audio. Obrolan canda suka kami lakukan dengan
bertelepon atau mengirim pesan, namun tetap saja riang candanya akan menjadi
bumbu kerinduan bila aku tak berkabar dengan dirinya. Yang secara kebetulan
banyak kemiripan di antara kami, salah satunya adalah zodiak kami. Kami
sama-sama berbintang Gemini, hanya berjeda 11 hari ulang tahun kami. Keberadaan
kehadiran Mba Yuni memberi magic tersendiri untukku, terlebih lagi para
penggemar buku audio.
Pengajar
orientasi mandiri di Yayasan Mitra Netra saat ini ada dua orang. Dan yang
satunya lagi adalah Pak Herman. Laki-laki kelahiran Jakarta, Juli 1982 ini
bekerja sebagai staf administrasi di Yayasan Mitra Netra. Dia telah mengabdikan
diri di Yayasan Mitra Netra dari tahun 2012. Sosok kalem dengan suara tipisnya
memberi ciri tersendiri untuk teman-teman di Yayasan Mitra Netra.
Mengoperasikan
komputer adalah salah satu pekerjaan yang dapat dilakukan oleh seorang tunanetra
agar bisa produktif kembali. Di Yayasan Mitra Netra ada pembelajaran komputer
bicara dan pengajarnya adalah orang tunanetra. Ada Pak Sugio, Mas Suryo, dan
Oki. Profil-profil istimewa dari instruktur KOMBI, istilah yang digunakan untuk
komputer bicara, jelaslah membanggakan selain kinerja mereka yang sangat
profesional. Dari ketiga pengajar, hanya Oki yang masih melajang.
Oki
juga seorang atlet Paralimpiade di cabang tenis meja. Dia yang sebenarnya lebih
menyukai sepak bola, juga suka bermain futsal. Aku dan teman netra pernah juga
diajak bermain futsal. Penasaran, aku ingin tahu bagaimana tunanetra bisa
mengetahui keberadaan bola yang menjadi fokus permainan. Dan setelah bermain
langsung di lapangan yang disewa, barulah aku tahu bahwa bola itu ada suaranya.
Maksudnya, di dalam bola ada kerincingan, sehingga saat bola itu bergeser
menggelinding, maka sang bola berbunyi. Lantas seluruh pemain tunanetra bisa
menikmati keseruan bermain futsal.
Satu
pengalaman bersama Oki yang tak akan ku lupa adalah di suatu hari Rabu yang
seperti biasa aku datang ke Yayasan Mitra Netra. Pagi itu aku bertemu Oki,
ngobrol santai sejenak, namun tiba-tiba dia memberikan satu tantangan padaku
untuk berjalan sendiri ke minimarket dekat Yayasan Mitra Netra. Untuk teman
netra di Yayasan Mitra Netra, pergi ke minimarket yang jaraknya kurang dari 100
meter itu sudah biasa. Namun, aku tak pernah melakukan itu karena setiap kali
ke Yayasan Mitra Netra ada suamiku yang setia mendampingi. Oki membujukku
dengan celaan, semangat, motivasi, serta kata-kata lainnya. Bara keberanian
timbul, aku melangkah santai meski ragu, namun aku berhasil menurut i tantangan
dari laki-laki yang lahir di bulan Oktober tahun 1995 ini. Aku tahu ketika aku
berjalan, ada suamiku dan Oki yang mengikuti aku dari kejauhan. Indahnya
motivasi, tantangan dari dialah yang akan terus menghangati semangatku. Oki
kini masih menjadi seorang mahasiswa di sebuah universitas swasta di Jakarta,
di Fakultas Ekonomi. Keceriaan selalu kudapati setiap kali bertemu dengan anak
pertama dari tiga bersaudara ini. Obrolan membahagiakan kudapati bila kami
sering berjumpa. Canda tawa riang menjadi selimut persahabatan aku dengan
pengajar KOMBI di Yayasan Mitra Netra sejak tahun 2016 ini.
Seorang
YouTuber juga dia geluti. Konten-konten motivasi ataupun tutorial pembelajaran
komputer bicara awal sederhana selalu dibuatnya. Selain itu, Oki juga merupakan
vokalis di sebuah grup band teman netra. Aku bersyukur bisa mengenal sekaligus
banyak belajar hidup penuh semangat darinya.
Mas
Suryo juga seorang instruktur komputer bicara yang telah mengajar di Yayasan
Mitra Netra sejak tahun 2006. Aku juga sangat terinspirasi oleh istri Mas
Suryo, namanya Esa. Dia adalah guru Braille ku pertama. Tubuh gempal Mas Suryo
dengan tawa riang diselingi canda mencirikan keberadaannya. Wibawanya akan
tampak terlihat bila dia sudah mulai mengajar. Dia juga pernah menjadi pelatih
kelompok angklung Saung Harmoni Yayasan Mitra Netra di tahun 2012-2016. Kinerja
membanggakan terbukti dia pernah menjadi Training of Trainers untuk calon
instruktur komputer bicara di daerah, seperti di tahun 2007, UIN Kalijaga
Yogyakarta. Tahun 2008 di SLB Center Payaukumbuh Sumatera Barat. Tahun 2009, di
Pertuni Aceh di Banda Aceh. Tahun 2010 di SLB Yakatunis Yogyakarta. Tahun 2011
di SLB-A Bina Insani Bandar Lampung. Tahun 2012 di SLB A Denpasar. Selain itu,
menjadi tim quality control untuk alat bantu template suara untuk Tunanetra,
pada Pemilu 2009 dan Pemilu 2014 juga pernah dia lakukan. Aku pernah berkunjung
ke rumah Mas Suryo bersama suami dan putriku. Dan dari pengalaman inilah
semangat, keyakinan dalam hidupku membumbung hingga aku sadar pada semua
kehendak Tuhan. Laki-laki kelahiran tahun 1980 ini baru mengalami ketunanetraan di usia dewasa karena glukoma. Namun,
pemahaman hidup yang indah menuntun dia menikmati hari-hari penuh karya terbaik
sebagai pengajar komputer bicara serta instruktur aransemen musik di Yayasan
Mitra Netra.
Satu
lagi pengajar komputer bicara di Yayasan Mitra Netra, namanya Pak Sugio.
Laki-laki paruh baya ini telah lama mengabdikan dirinya di Yayasan Mitra Netra.
Bungsu dari tiga bersaudara ini telah mengalami ketunanetraan sejak kecil
dikarenakan penyakit sewaktu dia kecil. Bahkan namanya pun sempat diganti
sesuai tradisi budaya di daerahnya. Petualangannya menjajaki diri tuk
menunjukkan potensi yang dimilikinya sangat menginspirasi karena semangat
juangnya sungguh mengagumkan. Bayangkan, karena ketunanetraannya serta ekonomi keluarga, maka dia tidak
disekolahkan tepat pada waktunya. Namun, bapak satu orang anak ini tak
menyerah. Dia selalu menggunakan pendengaranya dan menyimpan dalam memori
otaknya tentang ilmu baru, seperti berhitung. Dan ketika kesempatan tuk
bersekolah didapatnya, maka Pak Gio, panggilan untuknya, benar-benar
membuktikan prestasi yang membanggakan hingga lorong waktu menempatkan dia
sebagai pengajar komputer bicara di Yayasan Mitra Netra hingga saat ini.
Untuk
membeli alat kebutuhan tunanetra di Yayasan Mitra Netra ada sebuah koperasi
yang disebut “VISI inklusi”. Di sana menjual peralatan seperti tongkat dengan
berbagai model dalam harga sesuai kualitas tentunya, ada jam bicara, serta
berbagai peralatan yang dibutuhkan oleh tunanetra. Mba Atun, sapaan untuknya,
yang telah menabdikan diri di Yayasan Mitra Netra sejak tahun 2012 menjaga Visi
Inklusi ini sebagai tenaga administrasi serta marketing. Keramahanya selalu
siap menerangkan sebuah alat yang akan dibeli oleh teman netra. Wanita
kelahiran tahun 1985 ini cekatan dan ramah sekali, akan terasa bila kita berada
di ruang Visi untuk membeli perlengkapan. Mau cari kebutuhan belajar untuk tunanetra?
Datanglah ke ruang Visi di Yayasan Mitra Netra!
Di
Yayasan Mitra Netra, aku belajar Al-Qur’an Braille. Yah, meski aku sudah tak
bisa membaca Al-Qur’an awas, namun masih ada jalan menuju kebaikan Allah untuk
aku tetap bisa membaca kitab suci, pedoman hidup umat muslim. Pengajarnya
adalah seorang laki-laki yang bernama Muizzudin Hilmi. Pak Muis, aku
memanggilnya. Di Yayasan Mitra Netra, Pak Muis merupakan salah satu karyawan
dari kalangan orang awas. Karena memang Yayasan Mitra Netra mempekerjakan orang
awas dan tunanetra juga sebagai pengajar. Pak Muis lahir di Indramayu, 1975.
Ilmu agamanya sangat mendalam. Aku serasa kembali belajar Al-Qur’an dari awal.
Penjelasan ilmu tajwid mudah dipahami. Itu karena Pak Muis adalah alumni dari
IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta di tahun 1994-2022. Sebelumnya, Pak Muis
menyelesaikan sekolah lanjutan atas di MAN Darussalam, Ciamis, serta SLTP dia
tempuh di MTsN Arjawinangun, Cirebon. Dan dia juga terlebih dulu menyelesaikan
sekolah dasar di SDN Singaraja I, Indramayu. Sejak bergabung di "rumah
mata" inilah pengalaman kerja beliau dari tahun 1999 hingga kutulis kisah
ini.
Kepala
Bagian Rehabilitasi dan Diklat Yayasan Mitra Netra. Kepala Seksi Humas dan
Fundraising Yayasan Mitra Netra. Kepala Seksi Pelatihan Yayasan Mitra Netra.
Staf Bagian Pendidikan dan Pelatihan Yayasan Mitra Netra. Kinerja pengabdian
juga dibuktikan dirinya dengan menjadi perwakilan Mitra Netra di berbagai
proyek kerja sama Yayasan Mitra Netra dengan mitra usaha yang mengedepankan
kebutuhan untuk tunanetra.
Bu
Tri, aku menyapanya, wanita kelahiran tahun 1959 yang seusia mamaku ini masih
tampak sehat berenergi dan ramah membaur bersama teman netra. Bu Tri adalah
salah satu karyawan mitra dari orang awas. Sewaktu sekolah, Bu Tri menjadi
relawan sebagai tugas sekolah dan kebetulan dia menjadi relawan seorang tunanetra.
Dari ketidaksengajaan ini, Bu Tri menghabiskan usianya dengan tunanetra. Dia
yang terlebih dahulu bergabung di Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) dan
baru bergabung di "rumah mata" sejak tahun 2001. Ibu dari seorang
putra ini bernama Tri Winarsih, aku menyapanya Bu Tri. Di Yayasan Mitra Netra,
dia bekerja sebagai bagian Sekretariat, Umum dan kerumahtanggaan.
Masih
banyak orang hebat di Yayasan Mitra Netra dengan tidak mengurangi hormat dan
kekaguman aku pada mereka satu persatu. Mohon maaf bila aku tak bisa menulis
profil teladan mereka. Untukku, Yayasan Mitra Netra serta semua orang yang ku
temui di sana adalah guyuran semangat dalam hidupku.
Yayasan
Mitra Netra adalah sebuah yayasan belajar untuk tunanetra dengan nama Yayasan
Mitra Netra yang mencita-citakan terwujudnya masyarakat inklusif, masyarakat
yang dapat mengakomodasikan berbagai perbedaan, bebas hambatan dan berdasarkan
atas hak. Dalam masyarakat semacam ini, tunanetra akan dapat hidup mandiri,
cerdas, bermakna dan bahagia serta berfungsi di masyarakat.
Dalam
upaya memberikan perannya untuk mewujudkan cita-cita itu, visi Yayasan Mitra
Netra adalah “BERFUNGSI SEBAGAI PENGEMBANG DAN PENYEDIA LAYANAN, GUNA
TERWUJUDNYA KEHIDUPAN TUNANETRA YANG MANDIRI, CERDAS DAN BERMAKNA DALAM
MASYARAKAT YANG INKLUSIF” dengan misi untuk:
-
Mengurangi dampak ketunanetraan melalui rehabilitasi.
-
Mengembangkan potensi tunanetra melalui pendidikan dan pelatihan.
-
Memperluas peluang kerja tunanetra melalui upaya diversifikasi dan penempatan
kerja.
-
Mengembangkan keahlian dan sarana khusus yang dibutuhkan melalui penelitian.
-
Meningkatkan kapasitas lembaga penyedia layanan bagi tunanetra yang lain dengan
menyebarluaskan keahlian serta mendistribusikan produk yang dihasilkan.
-
Melakukan advokasi guna mendorong terwujudnya masyarakat inklusi yang
mengakomodir berbagai perbedaan. Mitra Netra mencita-citakan terwujudnya
masyarakat yang inklusif, masyarakat yang dapat mengakomodasikan berbagai
perbedaan, bebas hambatan dan berdasarkan atas hak. Dalam masyarakat semacam
ini, tunanetra akan dapat hidup mandiri, cerdas, bermakna dan bahagia serta
berfungsi di masyarakat.
Semua
itu aku rasakan sendiri sejak aku mengenal Yayasan Mitra Netra. Kebanyakan dari
klien Mitra yang telah selesai belajar di sana, lantas mereka berhasil
berprestasi di persaingan usaha dalam setiap bidang, seperti pegawai instansi
pemerintah, pengusaha, guru, atlet, ataupun pekerjaan lainnya, hingga teman
netra bisa mandiri dalam kehidupan kesehariannya. Dari Yayasan Mitra Netra,
hidup baru kudapat, selain ilmu pendidikan sebenarnya, seperti aku bisa kembali
belajar membaca Al-Qur’an, mengenal huruf Braille, menggunakan komputer untuk
menulis, mendengarkan kembali buku bacaan yang kusuka, dan pelajaran hidup
semangat bersyukur terus tertancap hingga kini aku telah berdamai dengan diri
sendiri serta hatiku yang membuat aku bangga menjadi difabel netra.
Sanjungan
hormatku sebagai rasa terimakasihku untuk Yayasan Mitra Netra, yaitu Yayasan
Mitra Netra di Jalan Gunung Balong, Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Inilah kisah
kebanggaanku, dan semoga kisah ini dapat menginspirasi untuk tetap berkarya
meski keterbatasan fisik dimiliki.
Yuk,
sahabat Raksa, teruslah berkreasi, ukir karya dalam potensi yang ada hingga
kelak nyawa berpisah dari raga.