Percikan embun dari seorang tunanetra

Table of Contents

Detik waktu terus bergulir tanpa bisa dihentikan, apalagi diulang. Takdir adalah kehendak Illahi yang tak bisa ditapik. Keterbatasan adalah kenikmatan yang harus disyukuri, meski batin menjerit dengan kenyataan bahwa mata fisik sebelah kananku telah total tak berfungsi dan mata kiriku pun hanya 30%. Namun, keyakinan membuatku bangga menjadi difabel netra. Terbukti, inilah bentuk kasih sayang Tuhan untukku. Pikiran positifku mengatakan bahwa mungkin bila penglihatanku sempurna, aku akan khilaf menjadi sombong hingga lupa bersyukur. Kini, aku menjalani aktivitas keseharian dalam kegelapan pandangan, dalam rasa syukur dan bangga menjadi seorang tunanetra.

 

Nah, sahabat Raksa, tentu kalian ingin tahu bagaimana aku bisa bahagia dengan ketunanetraan yang kualami. Di tulisan kali ini, aku ingin berbagi kisah di balik sebuah tempat yang spesial dalam hidupku. Yuk, ikuti perjalanan aku di Yayasan Mitra Netra.

 

Ya, Yayasan Mitra Netra adalah rumah semangat, rumah pembelajaran ku untuk bersyukur. "Rumahh mata" adalah istilah yang ku buat sendiri untuk Yayasan Mitra Netra di Jalan Gunung Balong, Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Namun, untuk menghindari kesalahpahaman, maka cukup Yayasan Mitra Netra saja. Itu hanya kata indah dalam hatiku, karena yang sesungguhnya harus kalian tahu betapa berartinya yayasan ini untuk memacu gairah hasratku, kala aku belum bisa berdamai dengan ketunanetraan.

 

Bila kalian ingin mengetahui tentang Yayasan Mitra Netra, silakan mencari di sosial media. Sebagai rujukan, silakan klik https://mitranetra.or.id,  atau kunjungi Instagram: @mitranetra.

 

Cerita kali ini, aku ingin berbagi semangat bersyukur dari kisah teman-teman yang ku temui di Yayasan Mitra Netra. Menjalani aktivitas dalam ketunanetraan tidaklah mudah. Rasa syukur itulah yang membuat mereka kuat dan ikhlas menerima takdir Tuhan.

 

Adi Ariyanto, seorang laki-laki kelahiran Jakarta, Januari 1977, adalah orang pertama yang menyulut semangatku ketika pertama kali aku datang ke "rumah mata". Dia bekerja di Yayasan Mitra Netra sejak tahun 2007. Di Yayasan Mitra Netra, laki-laki bertubuh tinggi sedikit kurus ini bekerja sebagai Staf bagian rehabilitasi. Tugas pokoknya sebagai konselor tunanetra. Konsuler tunanetra maksudnya, bila ada tamu baru di Yayasan Mitra Netra, Mas Adilah yang menyambut dan memberikan penjelasan tentang Yayasan Mitra Netra, selain membesarkan semangat dari klien baru. Dari Mas Adilah, pintu dunia baru terbuka, tinggalah langkah kemana potensi diri bisa diterbangkan.

 

Di Yayasan Mitra Netra, Mas Adi mengajar Braille, mengajar musik, dan mengajar bahasa Inggris untuk anak-anak. Di tempat lain, sosok riang berwibawa dalam kesahajaan ini membina latihan angklung dan juga bekerja sebagai founder komunitas Living Word. Sosok santun penuh humoris ini akan membuat kenyamanan bila bercengkrama denganya. Bagaimana tidak, kata-kata bijak penuh motivasi akan mengguyur hati untuk menunjukkan potensi diri. Bila bertukar keluh dengan ayah satu orang putra ini, terbukalah cakrawala pemahaman hidup dalam keterbatasan untuk membuktikan talenta bakat yang dimiliki. Istrinya juga seorang difabel netra yang cukup potensial dan membanggakan, namanya Santi. Mas Adi mengenal wanita pujaannya ini di Yayasan Mitra Netra.

 

Bermain alat musik piano, harmonika, serta flute menjadi kegemarannya. Bahkan bila di suatu pagelaran musik yang diikutinya, Mas Adi akan menjadi salah satu pemain alat musik tersebut. Bahkan Mas Adi masih tergabung dalam suatu komunitas vokal grup. Memanajemen waktu sangat diperhitungkan olehnya dengan berbagai kesibukan baik di Yayasan Mitra Netra maupun di tempat lain. Seperti di sela waktunya, dia masih memberi pelajaran secara privat anak didiknya belajar memainkan alat musik piano. Pialang juga dia geluti. Aku mengetahuinya dari sosial media. Multi talenta yang kusuka dari pribadi yang sigap ringan tangan. Untukku, Mas Adi adalah "petromaks kurungan ayam" untukku. Mengapa demikian? Ya, tentunya ada kisah tersendiri di balik istilah yang aku sematkan untuknya. Dari Mas Adi, aku banyak belajar hidup, terutama saat aku sedang dalam dilema. Laksana psikolog pribadi, aku sering meminta waktunya untuk bertukar cerita dan ide-ide cemerlang. Filosofi kehidupan akan menjadi ladang ilmu yang terus aku ingat. Judul buku solo pertama dan kedua ku juga atas andil Mas Adi. Gagasan berlianya membuat aku menyetujui pendapatnya, meski terlebih dahulu aku berpikir untuk merealisasikan masukan dari dirinya. Sosok Adi Ariyanto selalu ku simpan sebagai bara semangat dalam hidupku.

 

Membaca adalah jendela dunia. Namun, bila mata fisik sudah tak mampu berfungsi, yang terpikir lantas bagaimana cara tunanetra bisa membaca tulisan? Huruf Braille adalah jenis huruf yang bisa diraba, dirasakan bentuk posisinya, hingga seorang tunanetra mampu merangkai huruf demi huruf menjadi kata, kalimat, dan bacaan. Di perpustakaan Yayasan Mitra Netra, disediakan buku-buku Braille dari berbagai jenis, baik fiksi maupun nonfiksi, yang bisa dibaca teman tunanetra layaknya mereka bisa membaca buku tulisan awas.

 

Pustakawan yang bekerja di perpustakaan ini sudah mengabdikan diri sejak tahun 2004. Namanya Endah Tri Wahyuningsih. Mba Endah, aku menyapanya. Selalu ramah melayani kemauan klien untuk meminta bacaan yang diinginkan. Mba Endah juga seorang difabel netra, meski penglihatannya masih 60% atau low vision. Mba Endah menggunakan kaca pembesar untuk membaca tulisan awas. Selain menjadi pustakawan, wanita kelahiran Jakarta tahun 1974 ini, dengan pendidikan terakhirnya strata satu psikologi, juga merupakan seorang asisten terapis dan pengajar Braille untuk anak-anak netra. Sosok periang penuh canda, cekatan dalam melayani membuat kenyamanan tersendiri berada di ruang perpustakaan Yayasan Mitra Netra. Bahkan Mba Endah selalu siap memberikan rekomendasi buku-buku terbaik untuk dibaca. Bukan hanya bisa meminjam buku, kita pun bisa membeli buku Braille ataupun buku audio dalam kepingan DVD. Suka membaca? Yuk, ke perpustakaan Yayasan Mitra Netra!

 

Selain buku Braille, di perpustakaan Yayasan Mitra Netra juga disediakan buku audio. Yaitu buku awas yang dibacakan oleh seorang pembaca buku. Di Yayasan Mitra Netra, ada beberapa pembaca buku, bahkan ada relawan yang telah mengisi suaranya untuk buku audio. Bila kita datang langsung ke Yayasan Mitra Netra, buku audio ini dapat kita pinjam. Sebuah alat seperti remote yang diberi nama “EVO” atau audio player yang diisi kartu memori, sehingga bila kita anggota Yayasan Mitra Netra ingin meminjam, maka terlebih dahulu harus menjadi anggota perpustakaan Yayasan Mitra Netra. Lantas pustakawan nan cantik alias Mba Endah akan mencatat judul dan pengarang buku yang akan kita pinjam. Tak segan-segan Mba Endah juga merekomendasikan buku-buku lainnya yang tentu saja berkualitas.

 

Untuk teman netra di luar daerah yang tidak bisa datang ke Yayasan Mitra Netra, tetap dapat menikmati buku audio di aplikasi Pustaka Mitra Netra. Selain itu, perpustakaan Yayasan Mitra Netra juga menyediakan buku “EPUB” atau elektronik publik. Sama seperti buku audio, namun EPUB ini yang membacakan adalah suara mesin, bukan suara pembaca audio di Yayasan Mitra Netra.

 

Di Yayasan Mitra Netra, aku mengenal salah seorang pemilik suara emas, penyambung mata untuk kami kaum tunanetra, yaitu Yuni Sulistiowati. Mba Yuni, begitu sapaan untuknya. Wanita yang lahir di Jakarta tahun 1980 ini telah bekerja di Yayasan Mitra Netra sejak tahun 2004. Hingga suaranya sudah menyelimuti telinga kami dalam bacaan yang kami sukai. Kemahiran Mba Yuni memainkan karakter tokoh di sebuah cerita membawa kami yang mendengarkan suara Mba Yuni seakan tenggelam di kisah buku tersebut. Mba Yuni selalu pas membawakan antara percakapan, obrolan penokohan dengan narasi cerita. Untukku, Mba Yuni memang sangat profesional dalam membaca buku audio.

 

Bukan hisapan jempol belaka pujianku untuk ibu dari dua orang putra ini. Dia memiliki penggemar se-nusantara, menyebar karena rekam suara Mba Yuni yang telah menjadi buku audio telah tersebar untuk tunanetra di pelosok negeri. Aku mengetahui hal ini karena dengan kasih sayang Mba Yuni, dia mempersatukan kami penggemar suara dirinya dalam buku audio di sebuah grup WhatsApp. Dan anggotanya jauh dari kota-kota di provinsi lain. Kinerja yang membanggakan dan selalu dirindu dengan karya terbaru. Tak jarang teman-teman netra yang hobi membaca novel berusaha memburu membeli sendiri novel favorit terbaru yang diincar dan mengirim ke Yayasan Mitra Netra, meminta Mba Yuni untuk membacanya. Mendengar suara Mba Yuni ada kecanduan tersendiri, hingga aku secara pribadi lebih menyukai suara Mba Yuni daripada pembaca lainnya, meski suara pembaca audio lainnya juga sangat bagus. Terimakasih para penyambung mata kami, karena dari kalianlah kami, sang tunanetra, mampu membaca buku kembali agar jendela dunia bisa kami buka dan ilmu pengetahuan dapat kami serap dari buku-buku yang kalian bacakan.

 

Bila kalian langsung bertatap muka dengan Mba Yuni, kalian akan tertipu penampilannya dengan suara yang telah dia buat di buku audio. Keceriaan pembawaannya memberi warna tersendiri bila dia bergabung ketika kami berkumpul. Selain keceriaan, Mba Yuni ringan tangan membantu tunanetra sangatlah kami butuhkan. Karena Mba Yuni masih sempurna penglihatannya, untuk itu Mba Yuni juga mengajar orientasi mandiri untuk klien baru.

 

Orientasi mandiri adalah pembelajaran berorientasi untuk tunanetra baru. Karena titik puncak yang didambakan adalah, meski mata fisik tak berfungsi, namun kemandirian haruslah menjadi prioritas utama agar kita bisa menjalani aktivitas keseharian tanpa harus menjadi beban orang lain. Tongkat sebagai identitas diri diajarkan bagaimana dengan tongkat ini kita bisa mengenali jalan yang akan dilalui. Dari hal yang terkecil, instruktur OM memberikan pelatihan.

 

Mba Yuni merangkul kami dalam kebersamaan, menyatukan silaturahmi membuat keluarga baru di Yayasan Mitra Netra. Aku mengidolakan kinerjanya sebagai seorang pengajar OM ataupun pembaca buku audio. Obrolan canda suka kami lakukan dengan bertelepon atau mengirim pesan, namun tetap saja riang candanya akan menjadi bumbu kerinduan bila aku tak berkabar dengan dirinya. Yang secara kebetulan banyak kemiripan di antara kami, salah satunya adalah zodiak kami. Kami sama-sama berbintang Gemini, hanya berjeda 11 hari ulang tahun kami. Keberadaan kehadiran Mba Yuni memberi magic tersendiri untukku, terlebih lagi para penggemar buku audio.

 

Pengajar orientasi mandiri di Yayasan Mitra Netra saat ini ada dua orang. Dan yang satunya lagi adalah Pak Herman. Laki-laki kelahiran Jakarta, Juli 1982 ini bekerja sebagai staf administrasi di Yayasan Mitra Netra. Dia telah mengabdikan diri di Yayasan Mitra Netra dari tahun 2012. Sosok kalem dengan suara tipisnya memberi ciri tersendiri untuk teman-teman di Yayasan Mitra Netra.

 

Mengoperasikan komputer adalah salah satu pekerjaan yang dapat dilakukan oleh seorang tunanetra agar bisa produktif kembali. Di Yayasan Mitra Netra ada pembelajaran komputer bicara dan pengajarnya adalah orang tunanetra. Ada Pak Sugio, Mas Suryo, dan Oki. Profil-profil istimewa dari instruktur KOMBI, istilah yang digunakan untuk komputer bicara, jelaslah membanggakan selain kinerja mereka yang sangat profesional. Dari ketiga pengajar, hanya Oki yang masih melajang.

 

Oki juga seorang atlet Paralimpiade di cabang tenis meja. Dia yang sebenarnya lebih menyukai sepak bola, juga suka bermain futsal. Aku dan teman netra pernah juga diajak bermain futsal. Penasaran, aku ingin tahu bagaimana tunanetra bisa mengetahui keberadaan bola yang menjadi fokus permainan. Dan setelah bermain langsung di lapangan yang disewa, barulah aku tahu bahwa bola itu ada suaranya. Maksudnya, di dalam bola ada kerincingan, sehingga saat bola itu bergeser menggelinding, maka sang bola berbunyi. Lantas seluruh pemain tunanetra bisa menikmati keseruan bermain futsal.

 

Satu pengalaman bersama Oki yang tak akan ku lupa adalah di suatu hari Rabu yang seperti biasa aku datang ke Yayasan Mitra Netra. Pagi itu aku bertemu Oki, ngobrol santai sejenak, namun tiba-tiba dia memberikan satu tantangan padaku untuk berjalan sendiri ke minimarket dekat Yayasan Mitra Netra. Untuk teman netra di Yayasan Mitra Netra, pergi ke minimarket yang jaraknya kurang dari 100 meter itu sudah biasa. Namun, aku tak pernah melakukan itu karena setiap kali ke Yayasan Mitra Netra ada suamiku yang setia mendampingi. Oki membujukku dengan celaan, semangat, motivasi, serta kata-kata lainnya. Bara keberanian timbul, aku melangkah santai meski ragu, namun aku berhasil menurut i tantangan dari laki-laki yang lahir di bulan Oktober tahun 1995 ini. Aku tahu ketika aku berjalan, ada suamiku dan Oki yang mengikuti aku dari kejauhan. Indahnya motivasi, tantangan dari dialah yang akan terus menghangati semangatku. Oki kini masih menjadi seorang mahasiswa di sebuah universitas swasta di Jakarta, di Fakultas Ekonomi. Keceriaan selalu kudapati setiap kali bertemu dengan anak pertama dari tiga bersaudara ini. Obrolan membahagiakan kudapati bila kami sering berjumpa. Canda tawa riang menjadi selimut persahabatan aku dengan pengajar KOMBI di Yayasan Mitra Netra sejak tahun 2016 ini.

 

Seorang YouTuber juga dia geluti. Konten-konten motivasi ataupun tutorial pembelajaran komputer bicara awal sederhana selalu dibuatnya. Selain itu, Oki juga merupakan vokalis di sebuah grup band teman netra. Aku bersyukur bisa mengenal sekaligus banyak belajar hidup penuh semangat darinya.

 

Mas Suryo juga seorang instruktur komputer bicara yang telah mengajar di Yayasan Mitra Netra sejak tahun 2006. Aku juga sangat terinspirasi oleh istri Mas Suryo, namanya Esa. Dia adalah guru Braille ku pertama. Tubuh gempal Mas Suryo dengan tawa riang diselingi canda mencirikan keberadaannya. Wibawanya akan tampak terlihat bila dia sudah mulai mengajar. Dia juga pernah menjadi pelatih kelompok angklung Saung Harmoni Yayasan Mitra Netra di tahun 2012-2016. Kinerja membanggakan terbukti dia pernah menjadi Training of Trainers untuk calon instruktur komputer bicara di daerah, seperti di tahun 2007, UIN Kalijaga Yogyakarta. Tahun 2008 di SLB Center Payaukumbuh Sumatera Barat. Tahun 2009, di Pertuni Aceh di Banda Aceh. Tahun 2010 di SLB Yakatunis Yogyakarta. Tahun 2011 di SLB-A Bina Insani Bandar Lampung. Tahun 2012 di SLB A Denpasar. Selain itu, menjadi tim quality control untuk alat bantu template suara untuk Tunanetra, pada Pemilu 2009 dan Pemilu 2014 juga pernah dia lakukan. Aku pernah berkunjung ke rumah Mas Suryo bersama suami dan putriku. Dan dari pengalaman inilah semangat, keyakinan dalam hidupku membumbung hingga aku sadar pada semua kehendak Tuhan. Laki-laki kelahiran tahun 1980 ini baru mengalami ketunanetraan  di usia dewasa karena glukoma. Namun, pemahaman hidup yang indah menuntun dia menikmati hari-hari penuh karya terbaik sebagai pengajar komputer bicara serta instruktur aransemen musik di Yayasan Mitra Netra.

 

Satu lagi pengajar komputer bicara di Yayasan Mitra Netra, namanya Pak Sugio. Laki-laki paruh baya ini telah lama mengabdikan dirinya di Yayasan Mitra Netra. Bungsu dari tiga bersaudara ini telah mengalami ketunanetraan sejak kecil dikarenakan penyakit sewaktu dia kecil. Bahkan namanya pun sempat diganti sesuai tradisi budaya di daerahnya. Petualangannya menjajaki diri tuk menunjukkan potensi yang dimilikinya sangat menginspirasi karena semangat juangnya sungguh mengagumkan. Bayangkan, karena ketunanetraannya  serta ekonomi keluarga, maka dia tidak disekolahkan tepat pada waktunya. Namun, bapak satu orang anak ini tak menyerah. Dia selalu menggunakan pendengaranya dan menyimpan dalam memori otaknya tentang ilmu baru, seperti berhitung. Dan ketika kesempatan tuk bersekolah didapatnya, maka Pak Gio, panggilan untuknya, benar-benar membuktikan prestasi yang membanggakan hingga lorong waktu menempatkan dia sebagai pengajar komputer bicara di Yayasan Mitra Netra hingga saat ini.

 

Untuk membeli alat kebutuhan tunanetra di Yayasan Mitra Netra ada sebuah koperasi yang disebut “VISI inklusi”. Di sana menjual peralatan seperti tongkat dengan berbagai model dalam harga sesuai kualitas tentunya, ada jam bicara, serta berbagai peralatan yang dibutuhkan oleh tunanetra. Mba Atun, sapaan untuknya, yang telah menabdikan diri di Yayasan Mitra Netra sejak tahun 2012 menjaga Visi Inklusi ini sebagai tenaga administrasi serta marketing. Keramahanya selalu siap menerangkan sebuah alat yang akan dibeli oleh teman netra. Wanita kelahiran tahun 1985 ini cekatan dan ramah sekali, akan terasa bila kita berada di ruang Visi untuk membeli perlengkapan. Mau cari kebutuhan belajar untuk tunanetra? Datanglah ke ruang Visi di Yayasan Mitra Netra!

 

Di Yayasan Mitra Netra, aku belajar Al-Qur’an Braille. Yah, meski aku sudah tak bisa membaca Al-Qur’an awas, namun masih ada jalan menuju kebaikan Allah untuk aku tetap bisa membaca kitab suci, pedoman hidup umat muslim. Pengajarnya adalah seorang laki-laki yang bernama Muizzudin Hilmi. Pak Muis, aku memanggilnya. Di Yayasan Mitra Netra, Pak Muis merupakan salah satu karyawan dari kalangan orang awas. Karena memang Yayasan Mitra Netra mempekerjakan orang awas dan tunanetra juga sebagai pengajar. Pak Muis lahir di Indramayu, 1975. Ilmu agamanya sangat mendalam. Aku serasa kembali belajar Al-Qur’an dari awal. Penjelasan ilmu tajwid mudah dipahami. Itu karena Pak Muis adalah alumni dari IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta di tahun 1994-2022. Sebelumnya, Pak Muis menyelesaikan sekolah lanjutan atas di MAN Darussalam, Ciamis, serta SLTP dia tempuh di MTsN Arjawinangun, Cirebon. Dan dia juga terlebih dulu menyelesaikan sekolah dasar di SDN Singaraja I, Indramayu. Sejak bergabung di "rumah mata" inilah pengalaman kerja beliau dari tahun 1999 hingga kutulis kisah ini.

 

Kepala Bagian Rehabilitasi dan Diklat Yayasan Mitra Netra. Kepala Seksi Humas dan Fundraising Yayasan Mitra Netra. Kepala Seksi Pelatihan Yayasan Mitra Netra. Staf Bagian Pendidikan dan Pelatihan Yayasan Mitra Netra. Kinerja pengabdian juga dibuktikan dirinya dengan menjadi perwakilan Mitra Netra di berbagai proyek kerja sama Yayasan Mitra Netra dengan mitra usaha yang mengedepankan kebutuhan untuk tunanetra.

 

Bu Tri, aku menyapanya, wanita kelahiran tahun 1959 yang seusia mamaku ini masih tampak sehat berenergi dan ramah membaur bersama teman netra. Bu Tri adalah salah satu karyawan mitra dari orang awas. Sewaktu sekolah, Bu Tri menjadi relawan sebagai tugas sekolah dan kebetulan dia menjadi relawan seorang tunanetra. Dari ketidaksengajaan ini, Bu Tri menghabiskan usianya dengan tunanetra. Dia yang terlebih dahulu bergabung di Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) dan baru bergabung di "rumah mata" sejak tahun 2001. Ibu dari seorang putra ini bernama Tri Winarsih, aku menyapanya Bu Tri. Di Yayasan Mitra Netra, dia bekerja sebagai bagian Sekretariat, Umum dan kerumahtanggaan.

 

Masih banyak orang hebat di Yayasan Mitra Netra dengan tidak mengurangi hormat dan kekaguman aku pada mereka satu persatu. Mohon maaf bila aku tak bisa menulis profil teladan mereka. Untukku, Yayasan Mitra Netra serta semua orang yang ku temui di sana adalah guyuran semangat dalam hidupku.

 

Yayasan Mitra Netra adalah sebuah yayasan belajar untuk tunanetra dengan nama Yayasan Mitra Netra yang mencita-citakan terwujudnya masyarakat inklusif, masyarakat yang dapat mengakomodasikan berbagai perbedaan, bebas hambatan dan berdasarkan atas hak. Dalam masyarakat semacam ini, tunanetra akan dapat hidup mandiri, cerdas, bermakna dan bahagia serta berfungsi di masyarakat.

 

Dalam upaya memberikan perannya untuk mewujudkan cita-cita itu, visi Yayasan Mitra Netra adalah “BERFUNGSI SEBAGAI PENGEMBANG DAN PENYEDIA LAYANAN, GUNA TERWUJUDNYA KEHIDUPAN TUNANETRA YANG MANDIRI, CERDAS DAN BERMAKNA DALAM MASYARAKAT YANG INKLUSIF” dengan misi untuk:

- Mengurangi dampak ketunanetraan melalui rehabilitasi.

- Mengembangkan potensi tunanetra melalui pendidikan dan pelatihan.

- Memperluas peluang kerja tunanetra melalui upaya diversifikasi dan penempatan kerja.

- Mengembangkan keahlian dan sarana khusus yang dibutuhkan melalui penelitian.

- Meningkatkan kapasitas lembaga penyedia layanan bagi tunanetra yang lain dengan menyebarluaskan keahlian serta mendistribusikan produk yang dihasilkan.

- Melakukan advokasi guna mendorong terwujudnya masyarakat inklusi yang mengakomodir berbagai perbedaan. Mitra Netra mencita-citakan terwujudnya masyarakat yang inklusif, masyarakat yang dapat mengakomodasikan berbagai perbedaan, bebas hambatan dan berdasarkan atas hak. Dalam masyarakat semacam ini, tunanetra akan dapat hidup mandiri, cerdas, bermakna dan bahagia serta berfungsi di masyarakat.

 

Semua itu aku rasakan sendiri sejak aku mengenal Yayasan Mitra Netra. Kebanyakan dari klien Mitra yang telah selesai belajar di sana, lantas mereka berhasil berprestasi di persaingan usaha dalam setiap bidang, seperti pegawai instansi pemerintah, pengusaha, guru, atlet, ataupun pekerjaan lainnya, hingga teman netra bisa mandiri dalam kehidupan kesehariannya. Dari Yayasan Mitra Netra, hidup baru kudapat, selain ilmu pendidikan sebenarnya, seperti aku bisa kembali belajar membaca Al-Qur’an, mengenal huruf Braille, menggunakan komputer untuk menulis, mendengarkan kembali buku bacaan yang kusuka, dan pelajaran hidup semangat bersyukur terus tertancap hingga kini aku telah berdamai dengan diri sendiri serta hatiku yang membuat aku bangga menjadi difabel netra.

 

Sanjungan hormatku sebagai rasa terimakasihku untuk Yayasan Mitra Netra, yaitu Yayasan Mitra Netra di Jalan Gunung Balong, Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Inilah kisah kebanggaanku, dan semoga kisah ini dapat menginspirasi untuk tetap berkarya meski keterbatasan fisik dimiliki.

 

Yuk, sahabat Raksa, teruslah berkreasi, ukir karya dalam potensi yang ada hingga kelak nyawa berpisah dari raga.

 

 


Rina Indrawati
Rina Indrawati Rina Indrawati, seorang ibu rumah tangga yang menjadikan menulis sebagai terapi jiwa. Ada kebahagiaan tak terhingga yang dirasakannya setiap kali berhasil merangkai kata menjadi sebuah tulisan. Kebahagiaan itu pula yang mengantarkannya melahirkan dua buku solo: Rajutan Awan (2021) dan novel fiksi Rana Jelita (2024). Pengalamannya juga diperkaya dengan keikutsertaan dalam berbagai event antologi. Saat ini, Rina sedang fokus mengembangkan tulisannya di situs literasi rajutanaksara.com. Ingin mengenal Rina lebih dekat? Jangan ragu untuk menghubunginya: Ponsel: 08118411692 Instagram: rinaindrawati16 TikTok: rinaindrawati6

2 komentar

Yuk komennya, boleh banget kalau mau request atau yang lainnya. kami harapkan Masukan berupa kritikan dari kalian dengan bahasa yang membangun
Comment Author Avatar
Yuni
Minggu, 08 September 2024 pukul 08.58.00 WIB Delete
Waw keren
Comment Author Avatar
Rina Indrawati
Minggu, 08 September 2024 pukul 09.00.00 WIB Delete
Terima kasih